Wedden menoleh kepada sang raja yang masih berdiri didekatnya, dia masih kebingungan dengan pikirannya sendiri. Dia belum mengerti dengan pasti apa yang dikatakan oleh pria berjubah merah itu.
"Dia Rader, dia adalah putra Kimanh," kata sang raja seolah menjawab pertanyaan yang masih tertahan di benak Wedden.
"Jika kau tanya kenapa dia ingin ayahnya mati, jawabannya adalah karena dia tidak seutuhnya berdarah penyihir dan dia memiliki jiwa manusia setengah peri. Dia sejak kecil telah tumbuh besar dirawat oleh seorang manusia di Selatan, dia di didik dengan keindahan bukan dengan kedengkiaan dan kegelapan. Karena dia sangat menyayangi ibu dan orang tua angkatnya, Rader sangat murka ketika mengetahui sang ayah, Kimanh telah membunuh semuanya karena telah dituduh melanggar peraturan sihir yang penuh dengan kegelapan dan kebencian."
Wedden mencermati, "Maksudmu? Dia adalah penyihir yang baik? Dia terlihat begitu menyeramkan bagiku," gumam Wedden sedikit menggidik.
"Lalu, kenapa dia tidak dapat mengalahkan Kimanh? Seharusnya dia sudah mengetahui banyak tentang kelemahan ayahnya itu?"
"Kegelapan tidak akan dapat dikalahkan oleh kegelapan," sahut seseorang dari arah pintu.
"Kegelapan hanya dapat dikalahkan oleh cahaya mantra Rapher. Dan mantra itu hanya dapat dibaca oleh keturunan sang raja Elf, Rapher Elfkinn. Yaitu kau!" tegas sosok cantik yang muncul dari kegelapan bayangan yang sudah tidak asing bagi Wedden.
Dia Ren, pangeran dengan jubah kerajaannya yang tampak anggun dengan rambut merah muda dan poninya yang membuatnya tambah cantik itu memberi hormat kepada sang ayah yang duduk di sebuah kursi pertemuan yang berada di sebelah kiri singgasana raja.
"Kau, emm maksudku ... Pangeran juga mengetahui tentang hal ini?" tanya Wedden masih dengan tampang bodohnya yang khas.
"Aku … aku pernah mendengar cerita tentang ini, tapi itu ketika aku masih sangat kecil dan ku kira ini hanyalah sebuah dongeng untuk anak-anak," sambungnya lagi turut duduk didekat sang pangeran cantik itu dan sang raja yang gagah.
"Dongeng? Kau bilang ini dongeng?" Ren menatap lekat mata Wedden dengan amarah, sang raja lalu sedikit memedamkan amarah putra satu-satunya itu dan dia mencoba untuk berbicara dengan orang Vitran yang memang tidak banyak tau tentang legenda Rapher dan keturunannya itu.
"Wedden Arragegs, kau sudah tidak memiliki banyak waktu lagi sekarang. Aku tidak peduli dan dunia ini pun tidak peduli, kau mengerti atau tidak tentang legenda ini. Tapi kami inginkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di dunia ini kembali seperti dulu, seperti pada saat Rapher memimpin kita tiga abad yang lalu. Sihir Kimanh sudah semakin kuat dan semakin meluas, dia sudah mengirimkan sihirnya ke semua penjuru negeri untuk membunuh
secara perlahan penduduk negeri ini. Dia juga sudah menguasai penuh negeri Selatan Persei, dan sekarang sihirnya mulai menggerogoti perbatasan negeri Barat dan Timur Persei. Kau harus cepat mengalahkannya, karena semuanya akan menjadi gelap sebelum kita siap untuk melawan kekuatan besarnya." Sang raja berpanjang lebar memberi penjelasan kepada Wedden.
"Aku sudah menyiapkan mentalku untuk ini," sahut Wedden sangat yakin membuat pangeran Ren melirik meragukan orang dekil ini, "Tapi, bagaimana aku bisa mengalahkannya? Dimana aku dapat menemukan mantra ajaib itu?" pertanyaan Wedden terdengar berani di telinga Ren yang sedang memakan beberapa buah hasil kebun para petani yang dikirim kemarin tapi masih tampak segar sekarang.
"Kau harus pergi ke negeri Selatan dan mencari buku pusaka kerajaan peri Rapher. Kau hanya tinggal membaca mantra di dalamnya jika kau sudah menemukan buku pusaka itu," sahut sang raja memberi kepercayaan kepada si keriting Wedden.
"Selatan? Kurasa aku akan mati sebelum sampai ke negara bagian itu." Wedden menerawang jauh perjalanan yang mungkin akan merenggut nyawanya.
"Ren akan menemanimu, semua perbekalan dapat kau dapatkan dari para pelayan istana. Dan jika kau sudah siap, sekarang kau bisa berangkat," ujar sang raja membuat Wedden segera menolak mentah-mentah tawarannya yang terakhir.
Matahari sudah mulai tinggi ketika ketiga pria itu bangkit dari tempat duduk mereka dan mempersiapkan peralatan atupun bekal makanan yang akan Wedden dan Ren serta beberapa pengawal kerajaan bawa selama perjalanan.
Wedden sudah mengirimkan surat kepada Keff tentang apa yang terjadi, dia hanya meminta keff untuk mengelola penginapan sampai misi penting penyelamatan negeri selesai. Wedden tidak berani mengatakan bahwa dia akan pergi keselatan untuk mengalahkan Kimanh, mungkin saja itu akan berdampak buruk baginya atupun untuk Keff dan teman-teman serta saudaranya di Vitran. Ren tidak banyak bicara, dia memang pangeran yang terkenal dengan sikapnya yang diam tetapi cekatan. Dia lebih mengutamakan tindakannya daripada suaranya.
Ren menyiapkan pedangnya yang besar dan berkilauan tajam diterpa cahaya matahari, dia mengusapnya pelan dan memasukannya ke sarung pedang perak miliknya. Dia mengganti jubah merah mudanya dengan jubah berwarna jingga yang membuatnya terlihat lebih gagah dan pemberani. Dia mengikatkan sebuah tali panjang dan juga sebuah belati di leher kuda putih miliknya, dia hanya membawa beberapa buah apel dan pir di dalam kantongan kecilnya di leher kuda.
Sementara Wedden, dia telah mengganti jubah lusuh miliknya yang terkena cipratan air hujan hitam tadi malam dengan jubah jingga yang sama dengan milik pangeran Soutra, dia telah di persenjatai busur dan anak panah oleh sang raja dan dia dapat menggunakannya bila memang harus, dia membawa banyak roti dan air minum serta berbagai buah di dalam tasnya yang diikatkan keleher kuda yang telah disediakan oleh pangeran Ren untuknya, kuda yang kuat dan tabah. Mungkin kuda yang tahan dengan segala celotehan dan sikap si keriting Wedden.
"Aku tidak tidur semalam, aku tidak yakin aku dapat melanjutkan perjalanan tanpa tidur siang," gumam Wedden ketika semuanya beres dan semua pengawal kerajaan telah siap pula mengawal kedua pria kepercayaan raja itu pergi ke Selatan.
Pangeran Ren menoleh dengan seketika, pandangannya mematikan urat syaraf Wedden.
"Kau sedang dalam perjalanan misi penyelamatan dunia, bukan perjalanan liburan. Lupakan saja tidur siangmu yang bodoh itu!" sentak pangeran Ren kepada si keriting Wedden yang hanya dapat membuang pandangan dari sang pangeran yang cantik itu.
"Jika kita beruntung, kita akan sampai di desa Wakla sebelum matahari terbenam, di sana kau bisa tidur sepuasmu," sambungnya seraya memerintah kudanya untuk melanjutkan perjalanan yang baru ditempuh dengan jarak sekitar satu kilometer dari istana.
Pangeran Ren memimpin perjalanan, meskipun terlihat anggun dan manis, pangeran yang satu ini merupakan pemburu terhebat di Persei. Dia bahkan pernah berburu di setengah hutan yang ada di Persei hanya sendirian dengan senjata pedang dan belatinya. Dia memang berburu, tapi dia kembalii ke istana hanya dengan tangan kosong karena ayahnya, sang raja Soutra, sangat membenci kegiatan yang satu itu.
***