webnovel

Menanggapi dengan Senyuman

Beberapa jam kemudian. Pak penghulu yang berada di rumah Betran sudah pulang, bahkan para tamu yang berada di rumah Bianka maupun Betran juga sudah pulang. Usai memberikan ucapan selamat tadi. Kini yang ada hanya sepi. Apalagi batrei ponsel keduanya sudah habis dan sudah dicas sekarang. Jadi tak ada video call lagi. Pastinya habis batrei itu. Mana tahan ponsel melakukan video call selama beberapa jam lamanya.

Bianka sudah duduk termenung di dalam kamarnya. Tadinya dia berniat membantu ibunya beres-beres rumah. Namun, ibu Bihana menolaknya, menyuruh Bianka untuk istirahat ke kamar saja. Makanya tidak ada yang Bianka lakukan sekarang. Yang dia lakukan hanyalah melamun tepat di depan cermin.

'Coba kalau ini bukan pernikahan online, pastinya sudah ada Betran di kamar ini. Hmmmm. Sedih rasanya. Ternyata sudah sah tapi masih sendiri sesakit ini.' Batin Bianka. Tak lupa dengan senyumannya.

Ia mengerjapkan kedua bola matanya dengan bersemangat dan tak melamun lagi, ketika mendengar notif ponselnya yang dia cas di colokan yang ada di dekat meja make upnya. Matanya sesaat mengecek siapa yang mengechatnya. Lalu tangan itu dengan lincah meraih ponselnya dan mencoba membalasnya.

Chat itu hanya berupa panggilan sayang untuk Bianka dari Betran dan permohonan maaf kalau tidak bisa video call terlebih dahulu, karena Betran sedikit sibuk dengan pekerjaannya. Awalnya Bianka nyaris menitikkan air matanya karena kesal, tapi berubah dengan senyuman merekah ketika Betran mengechatnya kembali, kalau dia akan pulang satu minggu lagi. Membuat Bianka sontak langsung berdiri dan berteriak dengan Berjingkrak-jingkrak saking senangnya.

"Benarkah kamu akan pulang satu minggu lagi? Astagaaaa haaaaa aku senang sekali, semoga pulang beneran, kalau tidak akan aku cekik kamu nanti, Betran haaaaa. Haha," oceh Bianka yang sungguh kegirangan sekarang.

Sampai-sampai kakinya itu tak sengaja menendang kaki meja yang ada didekatnya. Dia menyengir kuda dan mendesis nyeri, merasakan sakit yang luar biasa, tapi baginya sakit itu tiada berarti dan hanya sesaat. Sebanding dengan rasa senang yang ia terima sekarang.

Tok, tok, tok! Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu Bianka keras-keras. Seolah-olah takut kalau Bianka kenapa-kenapa, karena teriakannya benar-benar menggema sampai ke luar kamarnya. Bahkan terlihat kepanikan di wajah wanita paruh baya ini. Siapa lagi kalau bukan ibu Bihana.

Tok, tok, tok! Terus dan terus, ibu Bianka mengetuk pintu karena tak disahuti juga oleh Bianka, untuk selanjutnya ketukan itu berubah menjadi teriakan pula memanggil nama Bianka.

"Nak, ada apa? Biankaaaaa heeeey. Buka pintunya, Biankaaaaaa!" Membuat Bianka yang mendengarnya cengengesan dan menepuk jidatnya. Mendengar ke-lebay-an ibunya kali ini. Sungguh dia tak menyangka.

Bianka pun berjalan ke arah pintu dan membuka pintunya dengan cepat. Ibu Bihana yang saat ini sudah melihat Bianka di depan pintu. Beliau langsung saja memeluknya erat.

"Ehhh kamu tidak apa-apa, Nak? Syukurlah! Syukurlah! Ibu takut kamu kenapa-kenapa. Ibu sungguh takut kamu stres gara-gara pernikahan yang tidak logis dan aneh ini," seru ibu Bihana yang ternyata masih tak terima dengan pernikahan ini.

Itu karena beliau benar-benar takut anaknya tidak bahagia, apalagi ayah Bianka sangat menentangnya sedari awal. Bianka juga menyadari itu, tapi dia mencoba biasa saja dan menahan semua itu. Yang penting dia sudah memperlihatkan yang terbaik dan tak cengeng lagi.

"Heeey ada apa ini?" tanya ayah Burhan yang tiba-tiba datang, membuyarkan ketakutan ibu dan melepaskan pelukannya. Karena memang sedari tadi ayah Burhan sibuk mengantarkan barang-barang yang dipinjamnya untuk menikah tadi. Dan kini beliau mendengar itu semua, makanya datang menghampiri istri dan anaknya yang seperti sedang bersedih itu.

"Ehhh Ayah? Tidak apa-apa kok, Yah. Tadi Ibu tiba-tiba datang dan memelukku saja," alasan Bianka. Karena dia tak mau menambah masalah. Dia sungguh tau kalau ibunya hanya salah paham dan mencemaskannya. Maka dari itu dia sekalian akan mencoba menjelaskannya.

Dengan wajah yang terlihat berseri dan masih memakai baju kebaya pengantin karena memang belum mandi dan belum ganti baju. Bianka pun membicarakan tentang kepulangan Betran.

"Ibu dan Ayah silahkan masuk ke kamar Bianka saja! Masak kita berbicara di depan kamar seperti ini. Kan tidak enak, Bianka mau berbicara hal yang sangat serius dan menggembirakan," ajak Bianka dengan menggandeng tangan ibu dan ayahnya saja. Keduanya patuh saja karena memang sungguh penasaran dengan maksud Bianka itu. Sesekali menoleh dan menatapi wajah anaknya yang benar-benar ceria sekarang.

"Memang ada apa sih, Nak? Kenapa pertanyaan Ayah tadi enggak dibalas?" Burhan benar-benar tidak sabarnya. Begitu juga Bihana, juga ikut menimpali. Protes juga karena pertanyaannya tidak terjawab oleh Bianka.

"Iya nih, pertanyaan Ibu juga kok gak dibalas, kamu buat penasaran saja, hmmmm."

Bianka masih saja membuat keduanya diambang teka-teki. Bahkan sekarang mendudukkan kedua beliau di tepian ranjang. Lucunya kedua beliau patuh dan saling bertukar pandangan dengan kebingungannya.

"Hehe iya, iya, Bianka akan kasih tau sekarang, sabar dong, Yah, sabar dong, Ibu," protes Bianka dengan masih menggenggam tangan keduanya dan Bianka duduk dibawah. Bersimpuh dan berlutut di depan ayah dan ibunya.

Namun, itu tak berlangsung lama, karena ayah Burhan langsung menariknya. Beliau tidak suka hal semacam itu, karena menurutnya putrinya bukan budak atau sebagainya, jadi sekarang Bianka setara dengan mereka, duduk di samping ayahnya.

"Makasih Ayah dan Ibu yang selalu menyayangi dan mendukung Bianka selama ini. Bianka sungguh sangat menyayangi kalian. Kalian tau? Bianka sungguh sangat senang hari ini. Kesenangan Bianka semakin bertambah ketika mas Betran tadi memberi pesan kalau dia satu minggu lagi pulang, Yah, Bu. Bianka sangat senang," terang Bianka yang masih dengan senyumannya. Hingga air matanya juga menetes. Itu adalah air mata bahagia untuknya sekarang.

Kedua orang tua Bianka juga ikut bahagia rasanya. Keduanya langsung meraih tangan Bianka dan menggenggamnya erat. Turut menyalurkan kekuatan dan kebahagiaan di dalam hati masing-masing.

"Benarkah? Alhamdulillah kalau seperti itu, Nak, nanti Ibu pasti akan menyiapkan makanan yang enak-enak buat Betran," tanggap Ibu Bihana yang juga sangat bersemangat.

Sementara ayah Burhan hanya menanggapi dengan senyuman. Bukan karena tidak senang, tapi hatinya merasa tidak enak dan seperti ada firasat yang mengganjal di hatinya. Seperti ingin meluapkan rasa amarah dan kesedihannya. Dia pun membatin. 'Ada apa dengan ku? Bukankah ini kabar bahagia? Kenapa hatiku sedih? Merasa pilu? Kesal juga? Aaaah jangan lakukan ini Burhan, hari ini adalah kebahagiaan anakmu. Tahan, tahan!'

Ayah Burhan mencoba menahan gejolak di hatinya. Beliau bahkan semakin meremas tangan Bianka yang membuat Bianka meringis kesakitan karena saking eratnya.

"Ayah, ada apa?" tanya Bianka.

"Ehhh maaf, saking bahagianya sampai Ayah memperlakukanmu seperti ini haha. Selamat ya anak Ayah," balas Burhan yang sudah melepaskan tangan Bianka. Membuat istrinya juga menaruh curiga terhadapnya.

Siguiente capítulo