webnovel

Membujuk Pandu

~selamat membaca~

Lelah, dan hampir putus asa. Mungkin itu yang sedang dirasakan oleh Aden saat ini. Sudah berbagai macam cara ia lakukan, untuk memberitahu kepada Pandu bahwa dirinya juga sangat menyayangi Pandu, tapi hasilnya nihil. Pandu semakin membatu.

Semakin Aden berusaha keras, maka semakin pedas kata-kata yang akan dilontarkan oleh Pandu kepada Aden.

Sudah beberapa hari ini Pandu seperti kembali pada masa dimana ia belum mengenal Aden. Gampang marah, berbicara semaunya, bahkan ia suka terang-terangan merokok dihadapan ibu Veronica dan pak Arlan. Itu semua ia lakukan semata mata hanya untuk menujukkan bahwa ia benar-benar marah atas apa yang sudah dilakukan oleh ibu Veronica kepadanya.

Hal itu tentu saja semakin membuat ibu Veronica dan pak Arlan merasa khawatir. Apalagi Aden, ia merasa sangat gelisah saat Pandu mengatakan tidak akan lagi melakukan terapi cuci darah.

Meskipun Pandu keras kepala, tapi hatinya lembut, sensitive dan mudah terluka. Jika ia sudah terluka, maka akan sulit untuk disembuhkan. Apalagi yang sudah membuat hatinya terluka itu adalah orang-orang yang sangat disayanginya. Pandu merasa seperti tidak ada gunanya lagi untuk hidup.

Seperti biasa, jam istirahat Pandu dan teman-temannya sedang berkumpul di kantin. Di tempat kekuasaan mereka. Kali ini personil mereka lengkap, minus Aden yang sedang memantu Anis melayani murid-murid yang sedang memesan cilok.

Tristant juga ikut berkumpul di sana. Dimana ada Lukman, di situ pasti ada Tristant. Akhir-akhir ini Lukman dan Tristant semakin lengket saja, hubungan mereka Adem ayem, hampir tidak pernah ribut. Apalagi Lukman sering sekali bermalam di rumah Tristant. Selain itu Lukman dan ibunya Tristant juga terilhat semakin akrab sekarang. Tapi tetep dong, hubungan mereka masih menjadi rahasia, tidak ada satu orang pun yang tahu, kecuali Pandu dan teman-temannya.

"Ndu, sebenernya lu ama Aden ada masalah apa sih?" Tanya Aldo ditengah mulutnya yang sedang mengunyah mie ayam.

Pertanyaan Aldo membuat selera makan Pandu menghilang. Ia sedang tidak ingin membahas Aden, karena itu akan menambah rasa sakit di hatinya. Pandu mendorong mangkuk mie ayam yang baru beberapa suap ia makan. Wajah ketusnya melirik ke arah Aden yang sedang mengusap peluh di pelipis menggunakan punggung tangan. Aden seperti sedang kelelahan saat sedang membantu Anis melayani pembeli, hingga membuat dirinya berkeringat.

Semarah apapun Pandu terhadap Aden, ternyata hatinya akan terenyuh saat melihat Aden seperti itu. Meski ia sudah berusaha keras menghilangkan rasa sayangnya kepada Aden, tapi rasanya sangat sulit. Rasa itu masih bertahta di hatinya. Semakin berusaha menyingkirkan, justru malah ia semakin sayang, hatinya tahu kemana ia harus berlabu.

Pandu langsung menoleh ke arah Aldo saat aksi curi pandangnya tertangkap basah sama Aden yang tidak sengaja menoleh ke arah Pandu.

Aldo juga sedang menoleh ka arah Pandu, ia sedang menunggu jawaban atas pertanyaannya yang masih menggantung.

Membuang napas gusar, sebelum akhirnya Pandu menjawab dengan ketus. "Gue nggak mau bahas anak itu."

Jawaban Pandu membuat Aldo mendengkus kesal, tidak ingin menambah kecewa, Aldo kembali fokus ke arah mangkuk mie ayam, lalu menyantapnya.

Sementara Pandu sudah tidak mempunyai selera makan, ia hanya mengaduk-ngaduk jus alpukat nya menggunakan sedotan. Manik matanya kembali melirik ke arah Aden, melanjutkan aksi curi pandangnya. Mau bagaimana lagi? hatinya tidak bisa berbohong kalau sebenarnya ia kangen. Hanya saja sifat keras kepala nya yang tidak mau diajak berdamai dengan hatinya.

Melihat wajah lelah Aden, Pandu kembali terenyuh, tiba-tiba bola matanya berkaca saat ia tersadar, bahwa dirinya tidak akan bisa lagi melihat wajah teduh nan polos itu. Selamanya.

Pandu buru-buru mengalihkan perhatiannya ke arah gelas berisi jus alpukat yang sedang ia aduk-aduk, saat melihat Aden sedang berjalan ke arah mereka dengan membawa cilok pesanan teman-temannya. Ia juga langsung memasang raut wajah dingin kala Aden sudah berada di dekat meja mereka.

"Thank you ... kak Aden," ucap Tristant saat Aden baru saja meletakan cilok di depannya. Bibirnya tersenyum simpul saat melihat wajah Aden yang berkeringat. "Capek ya kak? kasihan. Tapi lu makin ganteng kalo lagi keringatan lho kak. Seksi."

Aden mengulas senyum saat mendengar pujian dari mulut Tristant.

"Auw...." Tristant berteriak saat merasakan cubitan kecil di pinggangnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Lukman. "Apaan sih kak? sakit tau."

"Lu yang apaan! Ngapain puji orang depan gue?" Ketus Lukman.

Kelakuan Lukman dan Tristant mengundang perhatian teman-temannya. Mereka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Alex dan Roby juga sudah lelah berkomentar.

Tristant hanya mencoba bersikap realistis saja, ganteng ia bilang ganteng, jelek ya ia katakan jelek. Tidak ada salahnya kan memandang keindahan maha karya sang pencipta. Mubazir kalau dilewatkan.

"Gitu aja cemburu," olok Tristant, "Gue kan udah pernah bilang sama elu, nggak usah marah kalau gue lagi muji orang. Mata gue emang nggak bisa bohong kalau liat barang bagus. Yang penting kan hati gue masih punya elu. Katanya lu nggak akan marah kalau gue masih ngefans sama kak Pandu. Dan sekarang idola gue nambah satu lagi. Yaitu kak Aden. Tapi kan tetep yang penting hati gue cuma ada elu." Jelas Tristant, setelah itu ia tersenyum nyengir ke arah Lukman.

Lukman mencubit gemes pipi mulus Tristant. "Biasa aja lu bikin gue meleleh," ucapnya.

"Hhuuuueek...!" Alex purah-purah muntah mendengar kalimat Lukman.

Aden sudah berdiri di belakang Aldo dan Pandu, ia baru saja meletakan pesanan cilok milik Pandu dan juga Aldo. Terlihat Aldo menggeser tubuhnya, membentangkan jarak dengan Pandu. Maksudnya supaya Aden duduk di tengah-tengah ia dan Pandu. Jadi Aden bisa berdekatan dengan Pandu.

"Duduk," titah Aldo lantaran Aden masih saja berdiri di tempatnya. "Makan tuh mie ayam elu." Ucapnya.

Aden mengerutkan keningnya, menatap heran ke arah Aldo. "Aku kan nggak pesen mie ayam."

"Iya lu nggak pesen mie ayam, tapi Pandu yang pesen buat lu, buruan makan keburu dingin." Ucap Aldo santai tanpa peduli jika Pandu sedang menatap tajam kepadanya.

Pandu kesal lantaran Aldo tidak bisa diajak bekerja sama, padahal kan ia sudah bilang sama Aldo, jangan kasih tahu Aden kalau Pandu memesan mie ayam buat Aden. Pandu menyuruh Aldo bilang ke Aden, mie ayam itu dipesan Aldo khusus buat Aden. Tapi nyatanya Aldo terlalu jujur. Hal itu yang membuat Pandu geram.

Berbeda dengan Aden, mendengar itu bibirnya mengusung senyum. Hatinya berdesir dan terharu. Ia menatap Pandu yang masih bertahan dengan wajah dinginnya. Tapi Aden tidak perduli, tanpa pikir panjang Aden langusng mendudukkan dirinya di dekat Pandu.

Tapi sayang, bertepatan dengan Aden mendaratkan pantat nya di kursi, Pandu bangkit sambil membawa cup atau mangkuk kecil berisi cilok pesanan nya. Pandu melenggang meninggalkan Aden dan teman-temannya di meja kantin. Aden dan yang lainnya hanya bengong melihat tingkah Pandu.

"Lho... kok dibalikkin lagi cilok nya kasep?" Tanya Anis heran saat Pandu baru saja meletakan cilok dihadapan nya.

"Aku tadi kan udah bilang sama kakak, nanti cilok pesananku kakak aja yang anter." Ucap Pandu ketus.

"Aduh maafin teteh, tadi teteh lagi sibuk." Ujar Anis menjelaskan.

"Yaudah nggak papa, ini kakak aja yang anter, aku tunggu." Titah Pandu dengan gayanya yang masih ketus. Kemudian ia berlalu meninggalkan Anis menuju kembali ke tempat semula.

Meskipun Pandu ketus, tapi justru terlihat lucu bagi Anis. Pandu melakukan itu biar apa coba? Maksudnya apa?

Anis tersenyum geli sambil menggelengkan kepala heran. Ia mengambil cilok yang baru saja ditaruh sama Pandu, lalu mengantarnya kembali untuk Pandu.

"Tris, minggir lu duduk sana aja." Pandu mengusir Tristant supaya duduk di dekat Aden. Sedangkan Pandu mengambil alih tempat duduk Tristant lantaran ia tidak mau duduk di dekat Aden.

Meski heran, tapi Tristant nurut aja. Duduk di tengah-tengah antara Aldo dan Aden.

"Ni kasep cilok nya," ucap Anis sambil meletakkan cilok milik Pandu di hadapan Pandu. "Emang kenapa sih harus teteh yang anter? Kenapa nggak mau kalo Aden yang anter?"

Anis membuat Pandu salah tingkah di depan teman-temannya. Ia menelan ludahnya susah payah, sambil mengumpat dalam hati. Kenapa sih? Semua sama saja tidak ada yang bisa diajak kerja sama. Kenapa juga Anis harus mengatakan itu di depan teman-temannya. Tidak Aldo, tidak Anis semua saja, menyebalkan bagi Pandu. Pandu cuma ingin menunjukan kalau ia tidak mau lagi melakukan kontak atau interaksi dengan Aden. Tapi justru ia malah semakin terlihat konyol di hadapan teman-temannya.

Setelah kepergian Anis, terlihat Tristant dan yang lain mengulum senyum. Menahan geli melihat tingkah konyol Pandu.

Merasa salah tingkah dan kesal, Pandu kembali bangkit dari tempat duduknya. Ia tidak ingin berlama-lama berada di sana.

"Do lu ikut gue," ajak Lukman setelah Pandu sudah pergi dari tempat itu.

"Kemana?" Heran Aldo.

"Udah ikut," Lukman berjalan mengejar Pandu, tidak lama setelah itu, Aldo mengikutinya dari belakang.

Siguiente capítulo