webnovel

Kita

Relativitas masa

memang jauh berbeda

berlari cepat bagi yang sedang terpikat

merangkak lambat untuk yang tercekat

*****

"Morning, Bee. Bangun gih. Mandi, terus sarapan," ucap Lady membangunkan Kala seraya membelai rambutnya. Semalam saat ia pulang, memang Kala sudah terlelap.

"Morning too, Honey. Gimana si Broto. Mau bantukah?" Kala menggeliat dengan malas.

"Mau lah. Udah tugas dia juga kan untuk itu. Dia juga akan rahasiakan semua data dan prosesnya," jawab Lady penuh keyakinan.

"Syukurlah. Oya, pagi ini ikut aku ke kantor ya. Kita dengarkan hasil penyelidikan Pandu soal si Embun. Kalau kita nilai layak, Pandu akan segera bernegosiasi dengan dia," ajak Kala.

"Oke. Gue juga pengen dengar. Gue tunggu di bawah ya, Bee," ucap Lady.

Kala segera bangkit menuju kamar mandi dan bersiap-siap. Sementara Lady turun menuju ruang makan untuk menyiapkan sarapan.

"Non, jadi sewa rahimnya?" Bik Maneh kepo.

"Nggak usah nanya-nanya yang bukan urusan Bik Maneh," jawab Lady singkat membuat pembantunya bungkam seketika.

Lady berharap informasi dari Pandu bagus. Karena untuk saat ini, Embun satu-satunya kandidat yang mereka miliki. Kalau bukan dia, entah harus mencari ke mana sosok gadis cantik yang mau disewa rahim.

Gadis cantik, rata-rata pasti memperhatikan penampilan. Mereka juga biasanya sudah memiliki pacar atau suami. Kalaupun jomblo, banyak orang memperhatikan keberadaan mereka. Tidak mudah menemukan gadis cantik, pendiam dan tidak menjadi sorotan.

Entah kenapa, melihat Embun, Lady merasa ada feeling yang bagus. Gadis itu cantik, ramah, tapi terkesan tertutup. Dia pasti tidak memiliki banyak teman. Pas sekali dengan target yang mereka inginkan.

"Bikinin chamomile tea sama kopi ya, Bik." Lady berseru pada pembantunya.

"Iya Non," jawab Bik Maneh.

Tak berapa lama, Kala turun dan langsung duduk di hadapan Lady. Pria itu sudah berpakaian rapi.

"Aku penasaran sama info Pandu. Semoga baik ya," kata Kala.

Lady menggangguk sambil tersenyum. Mereka segera sarapan karena sama-sama sudah tidak sabar untuk segera tiba di kantor dan mendengarkan penjelasan Pandu tentang Embun.

"Siapin juga perjanjian dari tim legal. Gue mau baca," kata Lady saat perjalanan menuju kantor.

"Sudah disiapkan semua oleh Pandu. Sekalian kita discuss nanti kalau ada yang kurang cocok. Tapi tim legal kita, kurasa sudah sangat handal untuk mengatur apa yang kita mau. Selama ini mereka tidak pernah mengecewakan." Kala memuji tim legal perusahaan mereka.

"Ya, tapi apa salahnya kita cek dulu. Tim legal juga manusia biasa, masih bisa terlewat sesuatu," tukas Lady. Wanita ini memang terbiasa meneliti semua hal dengan detil sebelum mulai melangkah, memastikan semuanya sempurna untuk dijalankan.

"Oke," jawab Kala sembari meraih tangan Lady yang duduk di samping, dan menggenggamnya.

"Tapi kalaupun Embun sesuai kriteria, bagaimana kalau dia tidak mau bekerja sama?" Kala menyampaikan keraguannya.

"Kita pikirkan nanti. Tapi kita harus berusaha maksimal agar dia mau bekerja sama. Gimanapun caranya," jawab wanita itu tegas.

Ya, soal ketegasan memang Lady lebih tinggi daripada Kala yang terkesan lembut dan memiliki empati. Hal yang sering diwaspadai wanita itu, agar suaminya tidak terlalu mengikuti perasaan.

Dunia ini tak ubahnya permainan strategi, bagi Lady. Siapa gesit dan cermat mengatur langkah dan rencana, dialah yang menang. Just that.

Perasaan adalah sebuah kelemahan yang ada dalam diri manusia. Seorang petarung handal pasti memanfaatkan kelemahan lawan, yaitu perasaan dan empati. Bermain di area itu adalah penentu siapa menang dan siapa kalah. Pengalaman membuktikan bahwa orang yang mengedepankan logikalah, sang pemenang sejati. Itu pemikiran Lady.

Setibanya di ruangan Kala, Pandu segera menjelaskan semua data tentang Embun pada kedua bosnya.

"Tepat feeling gue. Pandu, gimanapun caranya, dia harus mau kerja sama dengan kita. Untuk sementara kamu fokus pada Embun. Kerjaan kantor, serahkan pada yang lain," perintah Lady.

"Baik, Bu. Saya akan segera menemui Embun, dan mendapatkan kesepakatan. Ini salinan perjanjian, silahkan dibaca dulu," kata Pandu seraya menyodorkan sebuah berkas.

Beberapa menit Lady dan Kala membaca berkas perjanjian sewa rahim dari tim legal.

"Fine. Gue rasa cukup. Gimana dengan lo, Bee?"

"Aku juga nggak ada masalah. Tunjangan, juga imbalan, bisa kamu naikkan sesuai permintaan dia. Kami tidak ada masalah dengan itu, yang penting gadis itu mau bekerja sama dengan kita," ucap Kala pada Pandu.

"Baik, Pak. Semoga saya bisa segera memberikan kabar baik," jawab Pandu.

"Kalau begitu, hari ini lo harus udah temui dia. Gue pengen secepatnya ada kabar. Supaya tenang," tegas Lady.

"Siap, Bu. Pasti hari ini saya temui dia."

Pandu melangkah keluar ruangan, membiarkan kedua bosnya melanjutkan perbincangan.

"Apa ada gadis mau sewakan rahim sedangkan dia masih perawan?" Pandu bertanya-tanya dalam hati.

"Ah, belum menikah bukan berarti masih perawan juga," ucapnya lagi.

Ditekannya sederetan nomor di telepon genggamnya.

"Halo, maaf bisa bicara dengan saudari Embun?" Pandu menelepon gadis itu.

"Ya, saya sendiri. Dari mana ini?"

"Saya Pandu, dari PT Bathara Amurwa Saka. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan Mbak Embun terkait tawaran kerja sama. Apa Mbak Embun ada waktu hari ini untuk ketemu saya?" Pandu bertanya dengan hati-hati untuk tidak meninggalkan kesan negatif.

"Saya kebetulan lagi ke luar kota. Tapi, Anda dapat nomor saya dari mana?"

Embun jarang memberikan nomornya selain teman kerja dan kampus. Dia juga sudah lama tidak pernah mengirimkan lamaran pekerjaan. Tentu sangat aneh jika tiba-tiba sebuah perusahaan menghubunginya, apalagi menawarkan sebuah kerja sama.

"Nanti saya jelaskan kalau ketemu. Jangan kuatir Mbak Embun. Anda bisa cek di internet tentang perusahaan kami. Perusahaan besar berskala Internasional, bukan tipu-tipu. Jadi, hari ini saya tidak bisa menemui Mbak? Malam mungkin," kata Pandu mencoba membujuk Embun untuk meluangkan waktunya hari ini.

Ia sudah terlanjur berjanji pada Lady. Dia paham sekali bagaimana karakter bos satu itu. Bisa marah besar kalau ada yang melanggar janji.

"Saya belum tahu. Nanti saya kabari lagi," jawab Embun setengah hati.

"Ya sudah. Mohon saya dikabari lagi. Jam berapapun tidak masalah. Tempat ketemu dimanapun, saya juga tidak masalah. Karena ini sangat penting dan tentu sangat baik untuk Mbak Embun. Sekali lagi, saya tunggu kabarnya. Terima kasih. Maaf sudah mengganggu," kata Pandu mengakhiri percakapan.

Sengaja ia selipkan sedikit bocoran bahwa apa yang mereka bicarakan akan memberi keuntungan bagi Embun, agar gadis itu penasaran dan mau meluangkan waktu untuk bertemu.

"Siapa? Serius amat?" Alaska melirik ke arah Embun.

"Nggak tahu juga.Dari PT Bathara Amurwa Saka, pengen ketemu aku. Katanya ada tawaran kerja sama. Mereka tahu dari mana nomorku ya, Al?"

Gadis itu mengernyitkan dahi.

"EH itu PT gede lho. Kalo lo lewat kuningan ada gedung warna merah bata, itu kantor mereka. Widiw, keren amat lo. Ditelpon kerja sama," jawab Alaska yang juga sedikit heran.

"Serius kamu, Al? Kamu tahu soal PT itu?"

"Cuma denger-denger aja. Mereka punya banyak anak perusahaan. Bisnis mereka juga macam-macam. Dari kuliner, hotel, factory, fashion, property. Gurita raksasa dalam dunia bisnis. Terus, mereka ngajak ketemu? Temuin aja. Jangan sia-siakan kesempatan. Sapa tahu ini rejeki lo. Tuhan kirimkan rejeki kan nggak disangka-sangka," kata Al memberi semangat.

"Kamu bicara bawa-bawa nama Tuhan. Kayak orang bener aja, Hahahaha."

Embun tertawa ngakak.

Siguiente capítulo