webnovel

Embun

Perbedaan membuat kita saling jatuh cinta

Persamaan membawa kita mengikat cinta

Jadi tak perlu lagi berdebat tentang sama dan beda

Keduanya ... menyatukan kita

*****

"Bik!" Lady berteriak.

Wanita yang dipanggil Bik Maneh, datang dengan tergesa-gesa.

"Aya naon, Non?" tanyanya.

"Bikinin teh sama kopi," jawab Lady singkat.

"Iya, Non." Bik Maneh segera kembali ke dapur. Dalam hati, dia bertanya-tanya melihat kedua majikannya mandi keringat, seperti habis berolahraga.

Ah, itu mah urusan mereka, tegur Bik Maneh pada diri sendiri sembari cekikikan.

"Honey, kamu ada referensi dokter yang bisa kita andalkan untuk rencana kita?" tanya Kala.

"Ada. Urusan dokter, semua gue yang urus. Tugas lo, cari wanitanya. Gue juga bantu cari, kok. Mana yang duluan dapet aja, ya," jawab Lady bahagia karena akhirnya Kala setuju juga untuk menyewa rahim.

"Jadi, kita mau anak cowok apa cewek, Honey?" tanya Kala.

"Kembar aja sekalian, cowok cewek. Jadi kita nggak perlu sewa-sewa lagi. Sekali kerja," jawab Lady sambil menyandarkan kepala di bahu kanan suaminya. Dia menggenggam erat tangan Kala.

"Benar juga, sekali jalan. Kamu benar-benar cerdik," puji Kala, mengecup ringan rambut Lady.

"Tapi semua dilakukan tanpa seks loh, ya. Jangan harap lo bisa awok awok sama dia," tegas Lady.

"Hahaha. Duh, kenapa harus jealous, sih. Iya lah. Fokusnya bukan cari selingkuhan atau istri baru, tapi anak." Kala tertawa bahagia melihat istrinya sedikit cemburu.

"Syukurlah. Gue potong tit*t lo kalo sampe berani selingkuh, terus gue kasih ke anj*ng tetangga. Biar dimakan habis," tukas Lady.

Sebenarnya, ada sedikit rasa bersalah menghinggapi diri Lady karena mereka harus menyewa rahim orang lain untuk memiliki keturunan. Bukan dari rahim dia. Sejak awal menikah, Kala sudah mengungkapkan niat untuk segera memiliki anak. Namun, Lady selalu mengatakan bahwa dia belum siap. Tiga tahun memang sudah terlalu lama untuk menunda punya momongan. Syukurlah, akhirnya pria itu setuju dengan ide sewa rahim.

Kala bukan tipe pria romantis, tapi dia adalah pria yang baik. Lady tak pernah meragukan itu. Mereka sama-sama berasal dari keluarga konglomerat. Kehidupan yang dilalui sejak kecil, bisa dibilang hampir serupa. Hanya saja, Lady lebih ceria dan sosialita dibandingkan Kala yang lebih serius dan lebih suka menghabiskan waktu dengan bekerja.

Hal menyolok yang membedakan Kala dengan pria kaya lain di sekitarnya adalah sikap tidak merendahkan orang lain dan tak pernah mengandalkan uang untuk menyelesaikan apapun.

Pria ini bukan orang yang mendewakan harta dan merasa bahwa apapun bisa dibeli. Bagi Lady, Kala adalah sosok pria kaya yang sangat bermoral. Karena itulah ia tahu, bahwa tidak mudah bagi suaminya untuk menyetujui ide sewa rahim.

Bik Maneh datang membawa minuman dan kudapan untuk mereka.

"Taruh situ aja, Bik," kata Lady sambil menunjuk meja di depannya.

"Ashiap, Non." Pembantu bertubuh gendut itu menjawab sambil menahan senyum melihat dua majikannya mesra.

Masih kurang kayaknya. Bik Maneh cekikikan dalam hati.

"Ngapain senyum-senyum, Bik? Lagi jatuh cinta?" tanya Kala.

"Buahahaha. Aden mah bisa aja. Suami Bibik mau dikemanain?" Kesempatan baginya untuk melepas tawa tanpa dicurigai majikan.

"Terus kenapa senyum-senyum mesum gitu?" tanya Kala lagi.

"Ah, Aden mah. Bibik teh, seneng aja liat Non sama Aden mesra. Ibarat jaman now, ada konektivitas, sejenis Wifi atau Bluetooth gitu," jawabnya sambil tersipu dan memilin rambut ikalnya.

"Hahaha. Gaul banget sih, Bik. Udah sono, gue mo lanjut mesra. Jangan ngintip, ya." Lady terbahak mendengar jawaban pembantu kesayangannya ini.

"Don't worry be happy, Non. Aman terkendali." Bik Maneh berlalu sambil mengedipkan satu matanya.

"Hahaha. Dasar pembantu satu itu. Tuhan, bersyukur banget bisa jadi hiburan." Kala juga tak mampu menahan tawa melihat kelakuan wanita paruh baya yang masih terlihat energik dan penuh semangat itu.

Mereka kemudian melanjutkan diskusi tentang rencana sewa rahim. Lady akan segera mempersiapkan dokter dan segala sesuatunya, sementara Kala akan meminta Pandu, sekretaris pribadinya, untuk menyiapkan perjanjian bersama tim legal dan mulai mencari kandidat yang sesuai untuk disewa rahim.

"Oke. Fix semua, ya. Makan malam di luar, yuk. Kita rayakan kesepakatan hari ini," kata Kala.

"We have to shower now. Bareng, ya." Lady berucap manja.

Mereka berdua beranjak bangkit dari sofa dan menuju kamar mandi pribadi di ruang tidur.

Berada di bawah shower berdua merupakan salah satu momen favorit. Saling memandang wajah dan mengagumi tubuh, juga memberikan sentuhan-sentuhan kecil. Sesekali bibir bertaut sambil meratakan sabun di tubuh pasangan.

"Not now, Bee. Nanti aja after dinner," cegah Lady melihat Kala mulai bergairah lagi.

"Hahaha, oke. Udah, yuk." Kala mematikan shower, mengambil handuk untuk Lady dan dirinya sendiri.

Mereka menuju ruangan wardrobe. Lady memilih baju terusan selutut berwarna biru dengan dua buah tali kecil di bahu. Sederhana tapi tetap seksi. Melihat istrinya memilih gaun biru, Kala mengambil kaos rajut biru lengan panjang, kemudian mengenakan celana jeans hitam ketat dengan sobekan kecil di kedua lutut.

Kala mengarahkan mobilnya menuju Crown Hotel di kawasan Jakarta Pusat. Tempat kenangan saat masih masa PDKT dulu. Di masa itu, keduanya sering menghabiskan malam di restoran yang menjadi fasilitas hotel bintang lima tersebut. Selain suka dengan pemandangan kota dari ruangan itu, Lady sangat menyukai tuna steak andalan mereka.

Lady dan Kala memilih meja paling ujung, persis bersebelahan dengan dinding kaca bangunan tersebut. Meja itu favorit mereka dari dulu. Sengaja memilihnya supaya bisa berbincang dengan nyaman sambil menikmati pemandangan kota yang penuh lampu gemerlap.

Seorang gadis cantik segera datang menghampiri mereka.

"Tuna Steak 2, Americano Coffee, dan Hot Lychee Tea, please," kata Kala pada gadis itu sambil menolak buku menu yang disodorkan.

"Baik, Pak," jawab pelayan tersebut kemudian menuangkan air putih di gelas mereka.

"Bee, waitress tadi lumayan cantik, loh," ucap Lady setelah pelayan restoran berlalu dari meja mereka.

"Terus? Maksudnya?" Kala tidak mengerti arah pembicaraan istrinya.

"Coba Pandu suruh selidiki dia. I have a good feeling on her," jawab Lady.

Kala memandang waitress itu dari kejauhan. Memang terlihat cukup menarik, walau tak secantik Lady tentunya.

"Kenapa milih dia?" Kala penasaran.

"Sudah beberapa kali tiap ke sini, ngerasa klik aja sama dia. Sepertinya pendiam, tertutup, gadis baik. Gue sering liat sorot matanya yang sedih dan kesepian. Lo tahu kan feeling gue kuat?" kata Lady penuh keyakinan.

Memang, wanita di hadapan Kala ini punya feeling yang kuat dalam menilai seseorang. Sudah sering dibuktikan. Berkali-kali penilaian dia pada partner bisnis ataupun karyawan memang tidak meleset.

"Jadi, besok suruh Pandu mulai selidiki itu cewek. Kalo emang cocok, kita bisa sewa rahimnya." Lady memberikan penegasan.

"Oke," jawab Kala singkat. Ia tidak menyangka secepat ini menemukan kandidat walau masih belum tahu kepastiannya.

Tak selang berapa lama, gadis itu datang membawa minuman ke meja Kala.

"Terima kasih, Mbak ...." Kala sengaja memancing gadis itu menyebutkan nama.

"Embun, Pak. Silahkan, Pak, Bu. Untuk tuna steaknya mohon ditunggu sebentar," jawab gadis itu ramah.

"Terima kasih ya, Mbak Embun," ucap Lady sembari tersenyum.

"Sama-sama, Bu."

"Apa saja yang kita tawarkan pada kandidat sewa rahim?" tanya Kala.

"Uang. Kasih aja satu milyar. Kalo kurang, bisa kita tambah lagi. Selama masa kehamilan sampai melahirkan, semua biaya hidup dan keperluan apapun kita yang tanggung. Dia tinggal di villa kita di Bogor, tidak boleh menemui siapa pun. Kontrak berakhir setelah dia melahirkan. Selebihnya, bicarakan saja pasal demi pasal dengan tim legal." Lady memberikan penjelasan tegas pada suaminya.

Kala mengangguk-anggukkan kepalanya.

Siguiente capítulo