webnovel

Perang Kelas

"Tet, tet, tet!"

Bunyi bel yang aneh itu terdengar begitu kuat hingga membuat anak-anak terbangun. Mereka memasang wajah bingung dan saling melempar tatap ke arah teman lainnya.

"Eh, Lu tertidur juga?"

"Iya, kok bisa tertidur yah, padahal tadi aku lagi dengari musik."

"Iya, aku juga. Padahal tadi aku lagi baca buku. Kok bisa ketiduran begini kita ya," gumam para anak-anak yang merasa bingung sendiri.

"Eh, Dit. Tuh Riki dan Riko kok belum sampai juga?" tanya Andin kembali.

Dito mendadak merasa kesal. Ia bangkit dengan wajah memerah. Meraih tas dan melemparkannya ke arah Andin. Namun sayang, tas berat itu justru mengenai gadis yang ada di belakang Andin.

"Aduh!"

Teriak gadis itu membuat banyak mata melirik ke arah Dito. Seorang pria yang menyukai gadis itu pun menjadi berang. Ia bangkit dan dengan segera melayangkan tinju ke arah Dito. Anak-anak yang lain juga memasang tatapan kebencian. Terlebih Dito, Riki, dan Riko merupakan geng bandal yang ada di sekolah. Seakan menyimpan dendam, tiga orang anak lelaki mendekati Dito yang masih berdiri setelah menerima bogem mentah dari lelaki gemuk sebelumnya.

Ketiga anak tadi dengan sengaja memegangi tubuh Dito dan membiarkan pemuda gemuk itu melanjutkan aksinya untuk memukuli Dito. Andin yang merasa iba akan posisi Dito berusaha menolong, namun ia tak memiliki kekuatan lebih.

"Tolong Dito! Kumohon tolong dia!" ucap Andin yang kini mulai meminta bantuan anak-anak lainnya.

Semua anak hanya diam dan mengacuhkan Andin. Ada yang tak perduli sama sekali seakan tak terjadi apa-apa. Ada pula yang tersenyum puas menikmati penderitaan Dito. Ada pula yang asik berdandan dengan mulut terus mencibir ke arah Dito.

Seorang lelaki culun bangkit. Ia dengan wajah tertekan berteriak, "Hentikan!"

Semua berhenti, namun hanya sesaat. Lalu kemudian melanjutkan kegiatan mereka kembali tanpa rasa perduli.

Lelaki culun yang bernama Beni itu merasa kesal. Wajahnya memerah dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Selama ini ia diangkat menjadi ketua kelas untuk dijadikan kambing hitam saja. Membuat laporan dan membersihkan kelas. Dirinya sama sekali tak dihargai. Meskipun begitu, ia suka berada di kelas XV C. Baginya kelas ini menyenangkan meski ia terus diabaikan.

"Brak!"

Beni memukul meja dengan kedua kepalan tangan. Meja itu menjadi jebol dan ini berhasil membuat anak-anak lainnya menatap bingung ke arahnya.

"Diam atau aku akan menghajar kalian!" ancam Beni dengan suara lantang.

Semua anak tertawa, seorang gadis bernama Jessy menghampiri dirinya dan ini sudah membuat Beni menelan ludah karena takut. Jessy anak salah satu anak anggota yayasan, terkenal sok cantik dengan panggilan Princess. Ia tidak bisa dilawan, lebih tepatnya tak ada yang berani melawan karena statusnya sebagai anak investor terkaya.

"Lu udah berani ya, sekarang?" tanya Jessy dengan senyum penuh keangkuhan.

"Aku ketua kelas! Aku berhak menenangkan kelas!" ucap Beni dengan kedua kaki gemetar.

"Ha?" ucap Jessy yang kemudian diikuti tawa anak lainnya. Dito yang sedari tadi dibekap erat jadi memiliki kesempatan untuk melawan. Meskipun Dito bertubuh kecil, namun ia dikenal dengan kelincahan dan kecepatannya.

Dengan penuh pertimbangan, Dito menendang kursi yang ada di kanan dan kirinya hingga mengenai tulang dengkul lawan. Lalu menghempaskan kepala dengan kasarnya ke arah belakang, hingga menabrak anak yang ada di belakangnya. Ketiganya merasa kesakitan hingga bergerak reflek melepas pegangan pada tubuh Dito.

Dito terlepas dan ia dengan segera melompat ke atas meja berniat melompat menuju pintu. Namun sayang, pemuda gemuk yang sedari tadi melawannya dengan sigap menahan kedua kakinya. Hingga Dito gagal melompat menjauhi meja belajarnya.

Andin yang merasa kesal akan keadaan kelas dengan segera meraih tas Dito yang begitu berat, lalu melemparkannya ke arah pemuda gemuk. Usaha ini berhasil, tubuh pria gemuk terdorong hingga melepas pegangannya. Kini Dito segera memasang ancang-ancang untuk melompat dan melewati ruang kelasnya. Sedangkan Andin kini dipegangi anak perempuan yang sempat terkena lemparan tas Dito.

"Lepaskan!" ucap Andin dengan wajah kesal. Mereka hanya tersenyum, lalu mengambil botol berisi air dan dengan sengaja menuangkan air itu ke rambut Andin.

Dito yang melihat hal ini awalnya merasa enggan menolong, karena Andin terus mempertanyakan kedua saudara kembar itu. Sebenarnya Dito menyukai Andin sejak dulu, namun Andin justru terlihat lebih dekat dengan Riki dan Riko. Hal ini yang membuat Dito merasa kecewa dan memilih membiarkan Andin dikeroyok anak perempuan lainnya.

Pemuda gemuk yang tadi terdorong kini sengaja mendekati Andin. Dengan buasnya ia berkata, "Berikan Andin padaku, biar dia kita jadikan umpan!"

Anak perempuan lain menurut dan mereka membiarkan Andin dipeluk pemuda gemuk. Sedangkan Dito gagal keluar kelas karena pintu terkunci. Keberadaan Dito membuat ia melihat Andin yang terus menangis dalam pelukan pemuda Gemuk.

"Sialan kau!" teriak Dito yang kini mendekati pemuda gemuk itu. Melayangkan kaki dan tangannya tepat di wajah dan tubuhnya, namun pemuda gemuk itu terlalu kuat. Pukulan dan tendangan Dito tak berarti apa-apa.

Beni kembali berteriak, "Apakah kalian ingin mati di kelas ini? Mengapa kalian membiarkan semua kehancuran ini?" tanya Beni dengan napas yang menderu.

Lagi-lagi mereka tak perduli dan masih asik dengan kegiatan masing-masing. Beni yang merasa lelah tak kunjung dihargai kini memilih berdiri di atas meja dan menghentakkan kakinya hingga dua kali. Namun, masih saja mereka mengabaikan peringatan Beni. Malah dengan isengnya enam anak lelaki menarik paksa tubuh Beni hingga kini ia terduduk di atas lantai.

Sambil tertawa senang, mereka menatap ketidak berdayaan Beni. Beni hanya terdiam dan menatap satu per satu wajah mereka dengan tatapan kebencian.

"Akan kuingat sampai mati wajah-wajah kalian!" teriaknya dengan urat berurat yang timbul di kepala.

Mereka masih menertawakan Beni. Dengan napas yang menderu, Beni kembali bangkit dan mencoba naik ke atas meja. Namun, lagi-lagi digagalkan. Kelima pemuda yang nyaris tak berguna di kelas itu menarik paksa celana Beni hingga memperlihatkan celana dalamnya. Semua anak perempuan menertawakan keadaan Beni. Namun tidak dengan Andin dan Dito yang merasa marah akan sikap mereka yang semena-mena kepada Beni.

Dito yang tak memiliki tenaga lebih hanya bisa mengandalkan sesuatu untuk bisa mengalahkan pemuda gemuk. Ia mengambil bola basket milik Lili dan melempar dengan keras tepat ke wajah pemuda Gemuk itu. Pemuda itu meringis dan terdorong, kali ini sampai terbaring di atas lantai.

Andin terlepas, kini Dito berniat menolong Beni yang menjadi pusat bulian. Andin mengambil sapu dan mulai memukul-mukul ke arah kelima anak. Namun, dengan segera Dito merampas sapu dari tangan Andin dan mulai menyerang mereka. Menyodok kuat bagian perut hingga ia terjatuh kesakitan. Namun, anak yang lain justru membantu menahan tubuh Dito. Andin tidak tinggal diam. Ia dengan segera memukul mereka dengan tas berat milik Dito. Seorang anak terjatuh dengan pipi membiru, dua orang pingsan karena kena hantaman tas berat di bagian kepala. Seorang lagi terjatuh setelah kepalanya menabrak ujung meja.

Andin dengan segera membantu Beni untuk bangun dan menyerahkan kembali celananya. Tetapi anak-anak lain justru memilih menyerang mereka.

"Heh! Kalian jangan sok jadi pahlawan ya?" ucap mereka serempak.

"Biar saja Beni jadi tontonan!"

"Emang kalian Emak Bapaknya, sok bela-bela?"

Semua anak serempak menyalahkan Andin dan Dito. Membuat Beni geram dan segera bangkit.

"Kalian akan menyesal!" teriak Beni yang kemudian menghentakkan kakinya kembali.

Seketika terjadi goncangan dahsyat. Semua bergetar, seakan ada sesuatu yang hendak keluar dari lantai.

Siguiente capítulo