webnovel

22

***

Hikaru duduk diatas kasurnya, hanya memandangi matahari yang semakin meninggi. hingga suara pintu terbuka, menampilkan sosok bersurai hitam terikat satu dengan pakaian putih khas nya, Psikiater. dia mengucapkan salam dengan senyuman dan duduk di kursi satu-satunya kamar itu, keseharian yang sama. Hikaru merasa bosan dengan semuanya, bertemu psikiater namun mimpi itu akan terus terulang lagi dan lagi membuat Hikaru merasa terbiasa.

"apa kau baik baik saja Hikaru?"

pertanyaan yang biasa.

Hikaru tidak mengerti, mengapa Kazuya sampai bersusah payah untuk mencari psikiater untuknya, mereka hanya menanyakan hal hal biasa, dan sama sekali tidak membantunya. psikiater yang berupa wanita dewasa yang bisa dibilang cukup cantik untuk seusianya.

"tidak.., masih seperti biasa" seru Hikaru, menatap dengan mata hitamnya yang terlihat begitu hampa.

bagi Hikaru, psikiater didepannya hanyalah orang asing yang tidak di kenali nya, Hikaru tidak mau membuka diri dengannya. akan merepotkan.

"apa mimpi itu masih ada?" tanyanya lagi, menulis sesuatu di kertasnya.

"masih, aku masih berada disana setiap malam.." seru Hikaru, menatap ke arah jendela lagi...,"tapi.." jeda Hikaru lagi.

"hm?"

"Kakak datang dalam mimpiku, dan aku menyadari kalau traumaku masih ada dua, aku tidak bisa... melawannya.." seru Hikaru, menatap ke arah bunga yang perlahan mulai berguguran ke tanah, dan sebagian mengikuti hembusan angin dan terjatuh di depan jendelanya.

Hikaru mengambil kelopak bunga, dan menatapnya dalam diam.

sama seperti kehidupannya.

mengikuti arah, dan akan selalu berakhir dalam hal yang sama.

"Kakak..ya?" seru psikiater itu dengan tenang. setelah ini psikiater itu hanya akan mengatakan hal yang serupa, sama sekali tidak membantunya dan akan pergi meninggalkannya sendirian.

Psikiater itu memangku wajahnya dengan satu tangannya di sisi kursinya.

"Apa kau tau tentang kakakmu?" tanya psikiater itu tiba-tiba. Hikaru hanya menatap dalam diam, tidak berkata sepatah katapun. mengingat kenangan yang menurutnya sangat menakutkan.

kalau ayahnya menyakitkan, Hikaru tidak ingin mengingatnya lagi. tubuhnya seakan menderita ketakutan karenanya.

"kakak...dia.. sempurna, semua yang dilakukannya selalu sempurna, dan kakak melampiaskannya padaku.." seru Hikaru, Hikaru tidak mengingat apapun setelahnya Karena baginya kakak dan ayahnya hanyalah bayangan hitam tanpa wujud, dan semuanya hanyalah kenangan masa lalu yang masih berupa potongan kecil dari ingatannya.

tidak sepenuhnya. Hikaru bahkan tidak ingin mengetahui tentang semuanya.

"kau tidak tau ya?" seru psikiater itu, Hikaru membiarkan kelopak bunga yang perlahan berhembus mengikuti angin.

dan perlahan menghilang. entah menuju kemana, Hikaru tidak mengetahuinya.

tidak mau tau juga. Hikaru bahkan tidak berharap, berkeinginan melihatnya lagi.

tidak memperhatikannya sedikitpun.

itu bukanlah urusannya.

"Kau tidak peduli dengan semuanya, tentu saja kau tidak akan pernah bisa menghadapi masa lalu mu.., kau sendiri tidak mengetahui apapun tentang masa lalumu.." lanjutnya lagi, Hikaru balik menatapnya. kenapa..dia bisa tau-?

Hikaru tidak mengatakan apapun.

"kau tau, psikiater....,ada untuk mengetahui kejiwaan seseorang, dan membantu nya untuk menghadapi masalah. kau menanyakan itu kan-?" seru psikiater itu dengan tenang, seraya tersenyum pada Hikaru yang sama sekali tidak ditanggapinya, Hikaru hanya menatap dalam diam. psikiater itu meraih sebuah foto di sakunya, dan juga beberapa majalah lama di sana.

"kau tau ini siapa-?" tanya psikiater itu. Hikaru meraih majalah itu, melihat lekat lekat. seseorang yang mirip dengannya, namun senyumannya terasa...

"menyedihkan Bukan--?" lanjutnya, Psikiater itu menunjuk pria yang sedang memegangi medalinya dan nilai tertinggi yang didapatkannya dalam olimpiade, dari keluarga nya yang sangatlah terkenal dan beberapa deskripsi yang terasa menusuk dalam, kata-kata yang menghancurkan.

meksipun hanya berupa kata-kata.

""dari Keluarga **** yang terkenal, tentu saja mereka adalah keluarga yang sangatlah pintar dan lagi lagi mereka mendapatkan hasil tertinggi disini!!""

Tekanan. Hikaru bisa melihatnya betapa besar tekanan dalam sebuah tulisan itu.

keluarga yang sempurna.

anak anak yang juga harus sempurna.

Hikaru terdiam. banyaknya foto tentang kakaknya yang dimuat, namun tidak ada satupun ditemani oleh yang lainnya.

Kakaknya hanya sendirian.

"saat otopsi jenazah kakakmu, banyak sekali luka yang permanen di tubuhnya, bahkan jauh lebih banyak darimu. mungkin saja kakak mu, sebelum kau lahir jauh lebih menderita darimu.." seru psikiater itu. menderita-?, benar..., kakaknya tidak pernah mengatakan apapun, dan selalu sendirian, bahkan Hikaru sama sekali tidak mempedulikan nya, hingga kakak pada suatu waktu merasa bahwa kewarasannya terebut.

kakak kehilangan sisi kemanusiaannya.

Hikaru meremas majalah itu, mengingat kenangan masa lalu dimana kakaknya menari-nari. kakaknya tidak terlihat menikmatinya, kakaknya kesakitan dan berusaha mencari cara untuk menutupi kesakitan nya itu, Hikaru sama sekali tidak mau tahu dan hanya peduli dengan dirinya sendiri, bahkan saat kakaknya selama ini terus tersenyum di depan keluarganya dan juga dirinya.

rasanya begitu menyakitkan.

Hikaru tidak mengetahuinya.

dan lagi lagi kakak hanya sendirian.

"Hikaru..di kamar kakakmu, terdapat banyak sekali bekas darah di atas piagam dan penghargaan yang diterima kakakmu. itu semua... karena kakakmu merasa tidak membutuhkan semuanya, kakakmu merasa terpuruk, dan hingga akhir hayatnya tidak ada yang pernah mengetahui dan bahkan membantunya, kakakmu selalu sendirian.." seru psikiater itu. rasa kebencian dan ketakutan yang menyelimuti Hikaru mendadak menghilang, tergantikan dengan sebuah perasaan yang aneh.

kakaknya sama seperti dirinya.

kenapa... rasanya menyakitkan-?

Hikaru bahkan tidak merasakan kebencian yang selama ini menyelimuti nya, karena Ternyata kakaknya jauh lebih menderita karenanya, kakak yang lebih membutuhkan kebahagiaan dari nya. namun, kakaknya selalu sendirian.

dan Hikaru ketakutan karenanya.

Hikaru menjauh darinya. membuat kakak menjadi semakin terpuruk, dan perlahan hancur dari dalamnya.

"kau masih beruntung Hikaru, kau mempunyai Kazuya yang mau tau tentang dirimu. seseorang yang peduli untuk orang berstatus tinggi seperti mu susah, tidak akan ada yang peduli dan harus bertahan seorang diri.."

Bertahan seorang diri...itulah yang selalu dilakukan oleh kakaknya, dan Hikaru tidak pernah tau merasakan kalau dia paling menderita di dunia ini, dan bersembunyi dalam dunianya sendiri. padahal kakaknya sedang berusaha bertahan seorang diri disana, dan kakaknya perlahan menyerah.

"Kazuya berasal dari keluarga tinggi, namun dia memperhatikan mu. karena itu kau bisa diselamatkan Hikaru.."

diselamatkan, benar Hikaru bisa di selamatkan karena Kazuya yang memperhatikannya, dari dunia yang gelap itu. seharusnya Hikaru tidak ketakutan dan bersembunyi darinya, Hikaru harus bisa merangkul nya, dan berjalan bersama dengannya. karena mereka berdua adalah saudara, Apa Hikaru bisa melakukannya...-?

"apa...aku bisa?" tanya Hikaru untuk pertama kalinya. psikiater itu tersenyum hangat pada Hikaru.

"pasti...kau setidaknya harus menyelamatkannya Hikaru, agar dia yang ada disana bisa merasakan kehangatan dari seseorang yang memperhatikannya.." seru psikiater itu.

Hikaru mengangguk, akhirnya Hikaru menemukan jalan tengahnya.

Hikaru membaringkan diri, menatap ke arah matahari yang masih bersinar.

sama seperti namanya. 'Hikaru', setidaknya Hikaru harus menyelamatkan kakaknya meksipun dalam mimpi belaka.

setidaknya Hikaru sudah berusaha.

***

Siguiente capítulo