webnovel

I'm Into You

Axel begitu panik saat melihat kakaknya yang tiba-tiba muntah begitu saja di wastafel dapur sampai beberapa kali. Setelah membantu dan menyeka bekas air di bibir Honey, Axel kemudian membantu dan mendudukkannya ke kursi meja makan yang sebelumnya.

"Tolong jangan bawa aku ke rumah sakit. Aku benci bau rumah sakit!" ucap Honey masih sedikit terengah. Axel yang separuh berjongkok di sebelah Honey lantas menyeka garis rambut Honey yang mulai berkeringat. Wajahnya juga mulai pucat.

"Honey, ini bukan pertanda baik. Mungkin kamu keracunan makanan!" ujar Axel masih bersikeras. Honey menggelengkan kepalanya.

"Aku mohon, aku hanya butuh teh lemon dan semua akan baik-baik saja. Aku tidak apa-apa Axel. Aku sehat!" tukas Honey masih bersikeras. Axel menggelengkan kepalanya dan sedikit menunduk.

"Kalau begitu akan ku buatkan teh lemon. Tapi jika tidak membaik aku akan membawamu ke klinik!" Honey mengangguk dan membiarkan adiknya membuatkan teh lemon di dapur di belakangnya. Sementara Honey menopang kepala dengan sebelah tangannya sambil mengurut kening.

Entah mengapa Honey jadi ingat waktu datang bulannya. Biasanya ia akan mengalami pusing dan mual menjelang haid. Tapi bulan ini rasanya agak sedikit berlebihan jika ia sampai muntah. Tak lama Axel datang dan memberikan secangkir teh lemon pada Honey.

"Terima kasih!" ucap Honey lalu menyesap teh lemon hangat yang juga diberikan madu sebagai pemanisnya. Honey menghirup wangi teh yang menenangkan sekaligus harum lemon yang menyegarkan. Honey tersenyum sekali lagi pada Axel yang terus mengelus punggungnya.

"Sudah lebih baik?" Honey mengangguk masih tersenyum.

"Aku rasa aku akan datang bulan. Itu sebabnya mengapa tubuhku tak terasa enak. Aku seperti mau demam!" Axel langsung meletakkan telapak tangannya untuk meraba suhu badan Honey.

"Badanmu agak hangat. Sebaiknya kamu naik ke kamarmu dan istirahat. Biar aku saja yang membuat makan malam dan membersihkan rumah," ujar Axel menawarkan bantuannya.

"Tak apa aku masih bisa melakukannya." Axel menggelengkan kepalanya.

"Ayolah, bantu aku tidak khawatir padamu. Pergilah beristirahat. Nanti akan kukatakan pada Daddy kalau kamu tidak enak badan karena PMS." Honey menyengir lalu dengan cepat mencium pipi Axel yang tersenyum padanya.

"Kamu adalah malaikat pelindungku, Axel!" puji Honey untuk adiknya itu. Axel hanya mendengus saja dan membiarkan Honey pergi sambil membawa cangkir tek lemon bersamanya masuk ke dalam kamar.

Rasanya memang belakangan badannya jadi lebih gampang capek dan lelah. Honey jadi ingin tiduran sepanjang hari namun tak mungkin karena menjelang akhir kuliah maka semakin banyak hal yang harus dikerjakan.

Honey memakai satu buah kaos kaki lagi agar tak kedinginan lalu masuk ke balik selimut. Ia ingin tiduran sebentar sebelum makan malam karena perutnya yang tak enak.

BEBERAPA HARI KEMUDIAN

Rei dengan kesal menyortir semua foto-foto peserta yang diberikan oleh Travis Lachey asisten pribadinya. Pada akhirnya semua foto itu berserakan di mejanya dan itu membuatnya kesal.

"Ini sudah satu minggu, masa tidak ada satu pun dari panitia yang tahu siapa gadis itu!" hardik Rei mulai bersuara keras. Direktur teknis acara audisi itu sudah bolak balik puluhan kali membawakan semua foto peserta yang berambut pirang namun tak ada satu pun dari foto-foto itu merupakan gadis yang dimaksudkan oleh Rei.

"Maaf, Pak. Tapi untuk apa mencari gadis itu?" tanya Travis untuk yang ke sekian kalinya. Rei memukul mejanya dan ia langsung berdiri sambil berkacak pinggang. Aura dominan dan seksinya langsung terpancar begitu ia bertindak seperti itu.

"Bukan urusan kalian apa alasanku. Cari gadis berambut pirang dengan mata biru seperti yang ada di dalam foto yang aku berikan. Atau kalian mau dipecat!" ancam Rei makin semena-mena. Ia langsung keluar dari balik kursinya lalu menarik jas yang disangkutkan di balik sandaran kursi dan berjalan keluar dari ruangan. Bukannya takut Travis malah merasa tertantang dengan sikap Rei.

Pulang dari Skylar, Rei harus langsung ke Kim Corporation memimpin rapat yang seharusnya dilakukan ayahnya, Arjoona. Berhubung Arjoona masih di Indonesia, Rei harus menggantikannya sementara.

Seperti biasa, dalam rapat, Rei menerima berbagai laporan dari pada CEO yang bernaung di bawah Kim.

"Kami akan merekrut beberapa pegawai magang dari universitas. Sudah ada beberapa kandidat, jika mereka bisa melakukan pekerjaan enginering mungkin bisa membantu Skylar. Aku dengar kalian kekurangan teknisi!" ujar Blake Thorn yaitu kepala keamanan keluarga Harristian sekaligus CEO Harvey and Thorn Co.

Rei mendengus dan menggelengkan kepalanya. Ia masih diam mengurut kepalanya beberapa saat.

"Uncle Blake ... bisa tolong kirimkan berkas-berkas beberapa mahasiswa itu untuk magang di Skylar. Aku rasa kamu benar, aku memang butuh teknisi!" Blake mengangguk pada permintaan Rei dan tersenyum lalu mendekat.

"Aku dengar Tuan Harristian akan membawa pengawal baru?" Rei mengangguk.

"Baguslah, akhirnya Nyonya Winthrop mendengarkanku!"

"Jadi Uncle yang membujuk Mommy untuk menjadikan itu sebagai syarat agar orang tuaku kembali rujuk?" Blake sedikit menaikkan ujung bibirnya dan tersenyum.

"Soal itu aku tidak tahu menahu sama sekali. Itu rencana Ibumu saja!" Rei makin mengernyitkan keningnya.

"Sampai jumpa, Rei. Terima kasih untuk hari ini, kamu memimpin rapat dengan baik!" puji Blake dan Rei hanya bisa menghempaskan tubuh ke sandaran kursi.

Pulang ke apartemennya yang sepi, Rei belum mengantuk meski ia sebenarnya sudah lelah. Rei mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan dan rasa sepi mulai menghinggapi hatinya. Ia mulai bosan pacaran di sana sini dan disukai oleh banyak orang. Baik wanita maupun pria, semua ingin bersamanya. Sementara ia mulai memiliki keinginan untuk memiliki satu kekasih saja.

Keesokan harinya, Travis memberikan kabar jika ia sudah mendapatkan gadis yang dimaksudkan oleh Rei. Rei langsung bergegas ke kantor untuk mengetahui identitas gadis tersebut.

Di dalam ruangannya Travis sudah menunggu dan duduk di sofa tamu dengan senyuman manis dan sejumlah foto di tangannya. Rei pun tanpa curiga langsung duduk di sebelah Travis hendak melihat apa yang ia dapatkan.

"Ini adalah lima gadis yang kamu cari, Pak!" Rei langsung merebut foto-foto itu dari tangan Travis dan mengeceknya. Tapi kening Rei mengernyit, fotonya cuma ada empat bukan lima.

"Ini hanya empat!" ujar Rei menoleh pada Travis. Travis menyengir menggoda lalu menunjukkan sebuah foto yang ia pegang. Rei agak sedikit curiga tapi ia menepis dan hendak mengambil foto itu dari Travis. Namun Travis malah menjauhkan foto itu. Rei jadi makin mengernyitkan keningnya.

"Apa yang kamu lakukan?" geram Rei merasa dipermainkan. Sebelah tangan Travis lantas menyentuh dan membelai dari lutut sampai paha Rei. Rei jadi terkesiap jadi malah melihat tangan Travis yang semakin lama semakin mendekati selangkangannya. Ketika ia menoleh, wajah Travis sudah sangat dekat dengannya.

"Aku sudah begitu lama menginginkanmu," bisik Travis dengan tangan yang semakin naik ke atas. Rei semakin mengernyitkan kening tapi ia hanya mematung. Otaknya sedang memproses apa yang terjadi. Ketika tangannya hampir sampai di bagian tengah, Rei langsung menangkap tangan itu.

"Jangan coba-coba denganku!" ancam Rei dengan nada rendah. Posisinya masih belum berubah. Travis makin tersenyum dan memainkan foto di tangan sebelahnya di depan Rei. Rei mulai emosi tapi masih menjaga imagenya.

"Aku ingin sekali duduk di pangkuanmu dan menggigit bibirmu itu, melumatnya semalaman dan merasakan gairah dari pria dominan sepertimu!" desah Travis makin dekat dengan wajah Rei. Jika seseorang masuk mereka pasti mengira Rei tengah berciuman.

"Aku bukan gay!" guman Rei menggeram. Travis tersenyum jahat dan menggeleng.

"Oh ya? Aku rasa kamu hanya tak mau mengaku!" Travis sedikit memiringkan wajahnya dan bibir mereka hendak bersentuhan saat ujung mata Rei melihat salah satu pegawai wanita ternyata sudah ada di sana terpaku melihat adegan mesra di antara bos mereka dan asisten prianya. Dengan cepat, Rei mendorong tubuh Travis sehingga sedikit terpental ke belakang lalu ia dengan cepat bangun.

Mata Rei menatap pengawai wanita yang awalnya berniat membawakan laporannya. Pegawai itu langsung berbalik dan pergi dengan terburu-buru.

"Shit ..." umpat Rei benar-benar kesal. Matanya lalu menatap Travis yang tak lagi dengan ekspresi menggoda, wajahnya datar.

"Kamu dipecat! Pergi dari sini, aku tidak mau melihat wajahmu lagi!" tunjuk Rei dengan geram. Travis jadi kadung malu karena ia yakin jika Rei adalah seorang pria homoseksual.

"Kenapa kamu tidak mengaku saja? Aku bisa menyembunyikan hubungan kita. Untuk apa malah mencari seorang gadis!" Rei jadi makin menggeram kesal.

"Pergi dari sini sebelum aku menyuruh seseorang untuk menyeretmu keluar!" ancam Rei lagi. Kali ini darahnya benar-benar mendidih marah. Travis pun berdiri dan berbalik pergi.

"Tunggu!" Travis berhenti dan menyengir mengira Rei memanggilnya kembali. Ia pun berbalik dan tersenyum tapi Rei meminta foto yang bawa.

"Berikan foto itu padaku!" Travis dengan kesal sambil mengentakkan kakinya memberikan foto itu pada Rei lalu langsung keluar. Sementara Rei jadi makin kesal dan langsung meremas foto itu karena berisi gadis berambut hitam bukan pirang.

Siguiente capítulo