webnovel

Pergi 2

Pada akhirnya Ravi berakhir di sebuah rumah sewaan pada kota lain jauh dari rumah sebelumnya. Dia tahu merasa bersalah pergi tanpa melihat ayah dan juga ibunya, tetapi sekali lagi Ravi menyadarkan dirinya sendiri bahwa mereka bukanlah keluarganya. Tidak tahu dari mana Ravi sebenarnya atau bahkan siapa dirinya, semua terlihat gelap di dalam pikirannya sendiri. Tidak ada satu hal pun yang mampu Ravi ingat perihal masa lalunya.

Ravi mungkin akan memulai hidup barunya di sini, sebagai orang baru.

"Ravi?" panggil Raymond di sebelahnya menyadarkan Ravi dari lamunannya.

Kepalanya menoleh ke arah Raymond yang alisnya berkerut menatap Ravi khawatir. Ravi hanya bergumam asal sebagai tanggapan.

"Bolehkah aku menyembuhkan, Ravi?" tanya Raymond menunjuk bibir Ravi yang terluka sebelumnya.

Ravi bergeser mundur bersandar ke kepala ranjang karena Raymond tiba-tiba bergerak mendekat ke arahnya. Ravi menahan napasnya tanpa sadar ketika Raymond menembakkan aroma cokelat gila-gilaan ke penciuman Ravi yang terasa seperti sebuah penyiksaan.

Tangan Raymond terangkat di depan wajah Ravi, jemarinya yang besar mengarah padanya dan mendekat tepat di depan bibir Ravi. Dia memperhatikan bagaimana mata Raymond tertuju pada bibirnya dan hal itu terasa salah bagi Ravi.

Sentuhan yang Ravi terima di bibirnya langsung menciptakan sebuah siraman air es ke sekujur tubuhnya bersamaan menghilangnya denyut menyakitkan dari bibir hingg tubuhnya yang semula pun terasa sakit.

Dia baik-baik saja.

Lewat sentuhan yang diberikan oleh Raymond, Ravi merasakan bahwa semua yang di alami tubuhnya kembali seperti semula. Rasa sakit itu menghilang, tetapi dia meringis tatkala menyadari bahwa hatinya masih sama, sakit. Raymond tidak bisa menyentuh di sana.

Tangan Raymond tetap berada di sana, menekan halus permukaan bibir Ravi membuat pria itu semakin menciptakan aroma cokelat pekat menghantam Ravi tanpa ampun di jarak terdekat seperti ini. Ravi terengah-engah di setiap sentuhan yang Raymond buat, mata Ravi berkedip saat Raymond meletakkan fokusnya kali ini tepat pada mata Ravi yang tengah melihat bagaimana sebelah mata emas Raymond yang bersinar dengan perlahan.

Tubuh Ravi semakin condong ke arah Raymond, apalagi saat salah satu tangan besar Raymond telah berpindah ke pipinya. Sentuhan itu tidak membuat Ravi meringis kembali, karena bekas tamparan Daniel yang telah disembuhkan Raymond dengan sempurna.

"Ravi?" Suara Raymond memberat membelai pendengaran Ravi hingga dia secara otomatis merapatkan kakinya.

"Jangan melihat ke sana," ucap Ravi ketika mata Raymond bergulir ke bawah. Dia tahu bahwa Raymond sekarang memandangnya dengan mata itu maka dia benar-benar terlihat tanpa benang di mata Raymond sekarang.

"Aku benar-benar ingin mencium, Ravi." Suara Raymond yang berat berbayang di depan wajah Ravi. Dia seolah ditekan oleh badan Raymond yang semakin mendekat ke arahnya hingga Ravi bisa merasakan bagaimana lutut Raymond sekarang telah berada di antara pangkal paha Ravi sekarang.

Tangan Ravi terentang di dada Raymond menahannya untuk tidak semakin mendekat atau kaki Raymond bisa saja menyentuh 'miliknya'.

"Satu kali, hanya satu kali."

Raymond bahkan tidak memberikan kesempatan bagi Ravi untuk bersiap ketika benda lunak milik Raymond telah menghantam mulut Ravi. Ravi mendongak mencengkeram lengan Raymond erat, dia menutup matanya ketika Raymond menghisap bibirnya kemudian memasukkan lidahnya di dalam mulut Ravi sehingga Raymond bisa bermain-main di sana. Ravi kewalahan, dia belum pernah berciuman seperti ini sebelumnya dan dia tidak tahu bagaimana caranya membalas dan dia menyadari betapa Raymond tampaknya lebih ahli mengenai ini.

Ravi mendorong Raymond menjauh saat dia membutuhkan oksigen lebih banyak lagi. "Aku perlu bernapas."

"Ravi, bolehkah aku mencium Ravi lagi?" Ravi tidak salah mendengar bahwa Raymond setengah merengek padanya dan Ravi seperti merasa kacau karena ciuman ini. Wajah Raymond tepat di depan wajah Ravi sendiri sehingga jika Ravi maju sedikit saja maka bibir mereka akan bertemu kembali. Ravi baru menyadari bahwa kedua tangan hangat Raymond sekarang telah menangkup wajahnya. "Ravi, bolehkah?"

Dia pikir hanya dengan beberapa ciuman tidak akan membuat Ravi menjadi gay. "Ini yang terakhir."

Tidak perlu mengatakannya kembali, Raymond sekali lagi mencium Ravi, tetapi kali ini lebih pelan dan lembut tidak terburu-buru seperti sebelumnya. Ravi secara otomatis membalas ciuman itu walau gerakkannya terasa kaku. Raymond lebih dahulu melepas ciumannya hingga Ravi membuka matanya merasa kehilangan sentuhan di mulutnya.

"Dari mana kamu belajar itu?" tanya Ravi penasaran berusaha mengabaikan bagaimana mata Raymond sesekali melirik ke bawah pada tubuh Ravi.

"Aku tidak sengaja melihat di benda bersinar di kamar Ravi, ketika Ravi tertidur," kata Raymond yang suaranya semakin mengecil seolah dia merasa bersalah karena itu.

Ravi terperangah ketika dia baru menyadari kesalahannya. Dia tak menyadari bahwa dirinya ketahuan menonton film dewasa oleh Raymond dan tidak tahu kapan itu semua terjadi. Namun, Ravi hanya memang menontonnya satu kali setelah kedatangan Raymond karena rasa jenuh. Ravi menjadi malu mendengar pengakuan itu.

"Itu dilakukan di antara pria dan juga wanita," ucap Ravi tersentak ke belakang ketika Raymond sepertinya tidak sengaja menyentuh di bawah sana dengan lututnya.

"Ravi sangat cantik. Sampai aku ingin mencium Ravi terus." Raymond berkata seperti itu tanpa malu-malu.

"Aku pria. Kita sama-sama pria, itu tidak normal." Ravi tidak pernah suka jika seseorang mengatakan dengan kata sifat seperti dia adalah seorang perempuan. Dia adalah pria. Pria tidak seharusnya cantik.

Ravi tak bisa lagi bergerak mundur, di bawah tatapan Raymond serta aromanya yang bahkan lebih pekat dari sebelumnya Ravi sudah tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menggeliat.

"Mengapa Ravi? Aku menyukai Ravi."

Mendengar pertanyaan itu, Ravi tidak bisa menjawabnya. Dia merasa dirinya kacau dalam posisi seperti ini. Ravi hendak meraih bantal di sebelahnya untuk menutupi pandangan Raymond yang sesekali mengarah ke bawah, tetapi Raymond datang lebih cepat dengan menekan bantal itu dengan tangannya.

"Ravi, bisakah aku mencium Ravi lagi?" tanya Raymond dengan lutut Raymond telah menyentuh milik Ravi membuat Ravi menutup matanya lebih erat. Dia tidak tahu apakah Raymond sengaja melakukannya ataupun tidak, tetapi Ravi tak bisa pergi melepaskan diri.

"Tidak. Kamu tidak bisa melakukannya." Ravi membuka matanya hanya untuk menyesali ketika dia melihat mata Raymond yang berbinar memohon padanya. Seharusnya Ravi tidak mengizinkannya sejak awal.

Ravi tersentak ketika Raymond tiba-tiba menunjuk dengan ujung jarinya pada celana Ravi. "Saat aku melihatnya di kamar Ravi, mereka memasukkan itu ke dalam mulut. Apakah aku bisa mencobanya juga Ravi?"

Siguiente capítulo