webnovel

LIU | 04

Ia mulai bekerja, memasak nasi goreng ala kadarnya saja. Enak tidak enak ia harus memakannya bukan? Sayang kalau di buang, pikirnya. Lagi pula wajar saja tidak enak mengingat itu masakan pertamanya.

Sampai pada akhirnya ia menyelesaikan masakannya setelah beberapa menit dan memindahkannya ke atas piring. Tidak lupa juga ia menambah hiasan seperti tomat, timun, daun selada dan telur sesuai apa yang ia ingat.

Sepertinya itu sangat enak melihat dari tampilannya, namun kita tidak bisa menilainya dari tampilannya saja bukan?

Kau harus mencobanya terlebih dahulu untuk menilai apakah makanan itu enak atau tidak.

Gray yang lapar menuju ke meja makan untuk mencoba hasil masakannya. Kelihatannya begitu lezat, itu yang ada dalam benaknya.

Saat ia hendak meletakkan piring yang berisi nasi goreng itu, piringnya jatuh hingga membuat suara yang cukup berisik.

Sepertinya ia salah memprediksi dalam meletakkan piring itu. Ia pikir piringnya akan mendarat mulus di atas meja, namun piringnya hanya mendarat setengah di atas meja dan setengahnya lagi mengambang. Maksudnya setengah ada di atas meja dan setengahnya berada di pinggir meja dimana hal tersebut membuat piring itu tidak seimbang yang membuat piring tersebut jatuh.

"Nasi goreng ku." Lirihnya meratapi nasi gorengnya yang berserakan bersama kepingan piring yang menjadi tempat untuk nasi goreng itu.

Saat ia hendak meraih kepingan piring itu untuk membersihkannya--

"Aku ikut!"

--ia mendengar suara seseorang yang membuatnya urung untuk membersihkan kekacauan yang ia buat.

Ia melihat ke sekelilingnya dan menemukan ada dua orang di sana yang berjalan menuju ke arahnya. Ia tidak bodoh untuk mengenali siapa kedua orang itu karna ia pernah bertemu dengan mereka beberapa kali secara tidak langsung mengingat ia selalu berada di mansion itu.

Ia tahu siapa aja yang sering keluar masuk mansion orang tuanya itu, namun tidak ada seorangpun yang tahu kalau ia berada di mansion itu. Layaknya hantu, lebih tepatnya seakan ia hidup di dunia lain yang tidak seorangpun mengetahui keberadaannya.

Ia panik. Tidak ada tempat persembunyian yang dekat di situ. Kalaupun ada, itu pasti cukup jauh dan itu harus melewati ke dua orang itu sampai ia menemukan sebuah ruangan. Lebih tepatnya itu ruang serba guna.

Tidak, maksudnya itu ruangan tempat bahan-bahan makanan yang mentah seperti sayuran salah satunya. Kalau cemilan itu tempatnya beda lagi.

Gray yang tidak punya pilihan lain pun akhirnya melangkahkan kakinya ke sana dengan cepat.

°Lost Story END°

"Tidak ada yang paman sembunyikan darimu ataupun dari keluarga kita yang lainnya. Mungkin kau salah lihat."

"Paman tahu betul bagaimana aku." Gavin tidak bodoh untuk mengetahui maksud dari perkataan sang paman.

"Ayah, ayo." Terdengar suara sang anak memanggilnya, sepertinya mereka akan memulai hari mereka di sana.

"Sebentar-- Paman harus pergi, nanti kita bicara lagi."

"Paman berhutang penjelasan padaku." katanya lalu mematikan telepon itu dan memberikan handphone tersebut pada sang adik.

Menatap sebentar ke arah pintu yang ada di depannya itu dan membalikkan badannya --

"Tidurlah duluan."

--bermaksud menyuruh adiknya itu untuk tidur duluan mengingat ini sudah larut malam.

"Temani!" Kata sang adik masih dilanda rasa takut dengan kejadian yang baru saja ia alami.

Gavin mendelik mendengar perkataan sang adik.

Hell!

Mereka itu sudah besar! Masa iya tidur sama. Lagi pula Gavin itu paling tidak suka berbagi kamar pada siapapun termasuk keluarganya. Baginya kamar itu adalah tempat yang paling privasi. Tidak ada yang boleh memasukinya sekalipun itu kedua orang tuanya.

"Tidur sendiri! Kau bukan anak kecil lagi." Jawabnya jengah berlalu meninggalkan sang adik begitu saja di depan pintu itu dan melupakan fakta bahwa di dalam sana ada orang asing yang bisa saja berbahaya bagi mereka.

"Yak! Kak tunggu aku!" Panggilnya melihat sebentar ke arah pintu yang ada di depannya dan bergidik ngeri.

Setelahnya ia langsung berlari menyusul sang kakak.

Tunggu, tunggu dulu, ini bukan cerita horor. Kenapa ceritanya jadi sedikit horor?

Sesungguhnya cerita ini tidak horor hanya saja karena Yervant pemain kita ini penakut yang dimana hanya dia saja yang beranggapan bahwa cerita ini berubah menjadi horor.

°LIU°

Di kamarnya, Gavin sedang berpikir keras siapa saja sebenarnya yang selama ini menempati mansion pamannya itu.

Setelah perdebatan yang cukup panjang dengan adiknya itu, akhirnya Gavin bisa tidur sendirian di dalam kamar yang memang sudah disediakan khusus sama paman nya itu.

Ya lebih tepatnya ia mengunci adiknya dari dalam agar tidak masuk ke kamar nya dan tentu saja ia mendapatkan gedoran dari luar. Siapa lagi pelakunya kalau bukan adiknya?

Gedoran terhadap pintu kamar nya yang dilakukan oleh adik nya itu tidak berlangsung lama. Mungkin adik nya itu lelah atau malah sebaliknya?

Gavin tidak tahu saja kalau adik nya itu ketakutan, jadi dia memutuskan untuk pergi ke kamar nya berharap orang yang ada di ruangan tadi tidak menemukannya.

Sementara itu, Gavin masih berpikir siapa gerangan orang yang ada di ruangan tadi.

Ia tahu betul siapa saja dan berapa saja jumlah para pekerja yang di pekerjakan pamannya itu. Ia juga tahu betul bagaimana sifat pamannya itu terhadap para pekerjanya.

Bibi nya?

Tidak mungkin, ia tahu persis paman nya itu selalu membawa sang bibi kemanapun ia pergi.

Anak nya?

Anak nya itu cuma satu dan paman nya itu juga selalu mengajak anak nya pergi bersamanya. Ia juga tahu betul bahwa paman nya itu punya satu anak.

Lalu siapa?

Ia terus berpikir--

"Aarrggghh! Kalau begini terus aku tidak akan pernah mendapatkan jawabannya!"

--sampai akhirnya ia memutuskan untuk pergi melihat orang yang ada di ruangan tadi. Ia kesal sendiri jadinya.

Di sisi lain orang yang sedari tadi membuat Gavin berpikir keras dan membuat Yervant ketakutan sedang terduduk di balik pintu yang masih ia kunci dari dalam.

Sungguh, ia kelaparan.

Mau keluar, takut kalau sepupunya itu menemukan keberadaannya. Ia melihat ke arah jam yang ada tergantung di sana. Dapat ia lihat bahwa ini belum jam tidur sepupunya itu, jadi ia tidak berani untuk keluar.

Sudah aku katakan bukan kalau ia tahu segalanya, hanya saja ia tidak bisa menampakkan wujudnya pada siapapun yang secara tidak langsung itu bisa mempengaruhi mentalnya.

"Ray lapar." Lirihnya memegang perutnya yang sedari tadi sudah bunyi minta di isi.

TOK TOK TOK

Suara ketukan dari luar yang secara tiba-tiba itu membuatnya terkejut. Ada rasa takut juga yang tersirat di sana membuatnya merangkak menjauh dari pintu itu.

"Aku tahu kau masih ada di dalam." Katanya seraya mengetok pintu itu. "Aku membawakan makanan untukmu." Lanjutnya.

Itu Gavin. Sebelum ia pergi untuk mencari tahu siapa orang yang membuatnya penasaran itu, ia berpikir apa yang harus ia lakukan untuk membuat orang yang ada di dalam sana keluar. Sampai pada akhirnya ia mengingat nasi goreng yang berserakan di meja makan tadi.

Ia tidak bodoh untuk memahami bahwa orang yang ada di dalam sana sedang kelaparan. Jadi, ia berinisiatif untuk membawakan orang itu makanan. Bukan nasi, melainkan kue rasa stroberi. Makanan yang sempat ia beli bersama sang adik.

Siguiente capítulo