webnovel

Cinta dan nafsu

"Kenapa diem dek?" Tanya Arya karena ia melihat Bagas masih merundukan kepala. "Ini kan yang kamu pingin? Bukan cuma sama mas, perasaan nafsu sesama jenismu akan dateng kalau kamu lihat laki-laki telanjang seperti ini."

Bagas mengkerucutkan wajahnya, matanya merapat dan membuat air matanya kembali menetes. Kata-kata itu seperti tamparan, bahkan lebih sakit dari sebuah tamparan. Serendah itukah Arya memandang perasaan cinta Bagas padanya?

"Mas nggak percaya sama perasaan cinta kamu dek, kamu sudah dewasa. Kamu harusnya bisa membedakan, seperti apa itu cinta? Dan seperti apa itu nafsu? Mas cuma pingin kamu sadar dek, alat kelamin kita itu sama." Arya berjalan semakin dekat, tubuhnya yang gagah dan tidak tertutup busana itu ia perlihatkan, agar Bagas sadar dan mengerti jika itu hanya nafsu. "Sekarang kalau kamu sudah lihat mas begini, apa yang mau kamu lakukan? Kamu juga pasti akan melakukan hal yang sama pada semua laki-laki. iya kan? Nggak ada cinta dalam hubungan sesama jenis dek." Imbuh Arya memperkuat keyakinannya.

Secara perlahan Bagas mendongakan kepala, bola matanya yang berkaca menatap nanar wajah Arya. Hatinya benar-benar terluka oleh kalimat itu.

"Mas..." Bagas membuka suara dengan mulut yang bergetar. "Aku memang mengiginkan tubuh kamu, aku nggak mau munafik, aku pingin tubuh kamu. Tapi enggak dengan cara begini. Mungkin aku khilaf tadi malam, tapi apa yang mas lakukin sekarang itu udah merendahkanku mas. Aku sakit." Bagas terdiam, ia kembali terisak dan pungunggnya naik turun. Sebenarnya ia sudah sangat tidak sanggup untuk bersuara. Tapi itu harus ia paksakan suapaya Arya bisa mengerti dan memahami perasaan cintanya.

Dalam cinta pasti akan selalu ada hawa nafsu, tapi dalam nafsu belum tentu ada perasaan cinta. Yang dirasakan oleh Bagas pada Arya adalah cinta, bukan sekedar nafsu semata. Banyak alasan kenapa Bagas bisa sampai jatuh cinta pada Arya.

"Awalnya aku juga ngerasa seperti apa yang mas bilang tadi. Aku cuma bernafsu sama mas, aku udah lama suka dan ngliatin mas, sampai akhirnya kita bisa kenal. Bisa deket, bahkan aku tinggal di rumah mas. Dari situ aku jadi tahu siapa mas Arya sebenarnya. Mas Arya dewasa, sopan, sederhana, baik. Semua sikap mas Arya aku suka, yang awalnya aku cuma sebatas kagum, sebatas nafsu, sekarang aku jadi jatuh cinta sama mas." Bagas menyeka air mata yang membasahi pipinya. Suara isak tangisnya sedikit meredah. Ia juga merasa legah sudah mengungkapkan semua isi hatinya. Ia sudah tidak perduli lagi dengan apa yang Arya lakukan padanya.

"Mas nggak salah, aku memang menginginkan tubuhmu, tapi enggak mau dengan jalan seperti ini. Aku punya harga diri mas. Tolong mas jangan salah nilai, aku nggak akan ke goda sama semua laki-laki yang telanjang seperti mas di depanku. Aku nggak seperti yang mas pikirkan." Bagas menatap tajam pada Arya. Kemudian ia berdiri karena sudah capek mendongakan kepalanya.

Sedangkan Arya terdiam memikirkan kata-kata Bagas, ia tertegun memandang wajah Bagas yang sudah kusut. "Tapi kamu sudah salah dek, kamu kan tahu mas ini laki-laki, kamu juga sama. Apa kamu nggak coba buang perasaan itu?" Arya menurunkan nada suranya. Kali ini ia berbicara dengan sangat lembut.

"Aku tahu mas, aku laki-laki, mas juga laki-laki. Aku juga udah berusaha menolak mas. Tapi semakin aku nolak aku semakin kesiksa. Tapi pas aku nyerah dan mengakui perasaan itu aku legah mas, aku tenang. Seandainya aku bisa mas, aku juga nggak mau jatuh cinta sama mas Arya. Tapi mau gimana lagi? Aku nggak bisa mas." Bagas kembali terseguk. Tangis yang tadinya sudah meredah kini kembali menguat.

Arya termenung, ia menatap ibah pada Bagas. Ada perasaan bersalah muncul di hatinya. Perlahan ia mengulurkan tangannya, kemudian menarik tengkuk kepala Bagas dan menidurkannya di dadanya yang masih telanjang. "Maafin mas dek."

Tentu saja perlakuan Arya membuat Bagas semakin terseduh-seduh. Dan lagi-lagi air matanya membanjiri wajahnya.

"Tapi  maaf mas nggak bisa membalas cinta kamu dek," Arya memejamkan mata dan tetesan air mata menjatuhi pipinya. "Kamu bakalan sakit kalo terus-terusan begini. Mas udah anggap kamu adek." Imbuh Arya. Kemudian ia mencium puncak kepala Bagas.

Bagas menggigit bibir bawahnya, kemudian ia memper 'erat pelukannya. Keputusan Arya membuat dadanya terasa sangat sesak. Bagas sudah tahu pasti akan sesakit ini jika mencintai seorang pria normal. Awalnya ia juga sudah mempersiapkan hatinya agar tidak terlalu tersiksa. Namun setelah merasakan kenyataan yang ada, tetap saja ia tidak kuat.

"Mas nggak mau nyakitin kamu dek, tolong jangan lakukan itu sama mas," Arya mendongakan kepala dan mengkerjap-kerjapkan mata, menahan agar air matanya tidak sampai mengalir. "Mas sayang sama kamu, tapi mas nggak mungkin jatuh cinta sama kamu, mas nggak bisa."

Secara perlahan Bagas melepaskan pelukannya. Ia harus mengangkat wajahnya untuk melihat wajah Arya yang lebih tinggi darinya. "Emangnya kenapa mas? Apa aku nggak berhak bahagia? Apa aku harus tersiksa karena mas nggak bisa cinta sama aku?"

Kemudian Bagas melepasakan pelukannya pada Arya. Lalu ia berjalan mudur sambil menjatuhkan bokongnya di kasur. "Kenapa sih aku kaya gini?" Ucap Bagas dengan kepala yang merunduk.

Sedangkan Arya, dengan wajah yang datar ia mengambil kembali semua pakaiannya yang ia jatuhkan di lantai. Setelah itu Arya kembali memakai semua pakaian satu demi satu. Setelah tubuhnya sudah tertutup dengan pakaian lengkap ia juga duduk di sisi ranjang. Berdampingan dengan Bagas.

Menarik napas dalam-dalam kemudian Arya hembuskan secara perlahan. Ia menatap Bagas dengan tatapan yang datar.

Sejujurnya di hati Arya merasakan perasan yang sangat sulit diungkapkan. Bagaimana tidak, remaja yang sudah ia gagahi itu, ternyata secara terang-terangan mengungkapkan perasaan cinta padanya. Apa mungkin ia harus membalas perasaan cinta karena merasa bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia lakukan. Tidak, Arya tidak pernah berfikir untuk menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Namun apa yang sudah terjadi tidak merubah kenyataan yang ada. Arya juga bukan seorang pria pengecut lepas dari tanggung jawab. Seandainya Bagas wanita mungkin ia akan bisa bertanggung jawab. Bahkan mungkin menikahinya. Tapi Bagas adalah laki-laki, mana mungkin ia menikah dengannya.

Tapi melihat Bagas, ia tidak mungkin tega menyakiti hatinya. Arya bukan type pria yang dengan mudahnya dan seenak jidatnya menyakiti perasaan orang.

Arya benar-benar bingung. Dan yang semakin membuat ia bingung adalah, sikap ibu Ratna padanya. Arya sudah dewasa dan Arya sudah sangat mengerti bagaimana mana seorang wanita yang sedang menyukai seorang pria. Dan itu Arya bisa melihat dari sikap ibu Ratna padanya.

Karena meskipun ibu Ratna tidak mengungkapkan secara langsung. Tapi kata 'kangen' yang ibu Ratna sampaikan lewat telfon sebelum Bagas datang, itu sudah bisa membuat Arya mengambil mesimpulan jika ibu Ratna mungkin jatuh cinta padanya.

Dan perasaan kangen yang dirasakan ibu Ratna membuat ibu Ratna ingin pulang lebih cepat, dari waktu yang sudah ditentukan.

Arya menghela napas untuk melegakan hatinya. Ia sangat bingung dan merasa serba salah. Seandainya kata kangen itu ia dengar sebelum ia bercinta dengan Bagas, dan sebelum ia mendengar pengakuan Bagas, mungkin Arya tidak akan sebingung ini.

Arya hanya berharap, semoga ibu Ratna tidak pernah mengungkapkan cinta padanya. Karena bagaimanapun keduanya orang baik bagi Arya. Dan sangat tidak mungkin bagi Arya untuk menyakiti keduanya.

Siguiente capítulo