webnovel

Kesan pertama

Jam dua belas siang, adalah waktu dimana matahari berada tepat di atas kepala kita. Adalah Siang hari dimana sang Surya memancarkan cahaya yang sangat terik. Dan waktu siang hari membuat seorang pria yang belum menyantap makan siang itu, nampak terlihat sangat letih saat sedang mengayuh sepeda unta miliknya. Peluh yang menetes di pelipisnya sesekali Ia usap dengan punggung tangan, disela-selah Ia sedang melajukan sepeda yang sudah terlihat butut itu.

Mas Arya, biasa dia dipanggil oleh remaja-remaja putri yang sudah menjadi pelanggannya.

Arya menyandarkan sepedanya pada tembok musolah, saat Ia akan pulang kerumah setelah menjajakan dagangan miliknya. Arya selalu lebih dulu mengerjakan sholat duhur di musolah sebelum Ia tiba di rumahnya.

Pekerjaanya adalah penjual aksesoris, dan mainan anak-anak di sekolah-sekolah yang letaknya beberapa kilo meter dari rumah. Setelah itu Ia pergi kesawah untuk mengurus tanaman palawija milik orang tuanya. Dan Pekerjaan berat juga keraslah yang sudah membentuk tubuhnya terlihat seperti atletis. Meski sekalipun Ia tidak pernah datang ketempat fitnes, namun bentuk tubuhnya tidak kalah berisi, dari mereka pria-pria yang rajin mengolah tubuh di tempat gym.

Air wudu yang membasuh mukanya sedikit menghilangkan rasa dahaga pada tenggorokan. Wajah-nya pun terlihat berseri dengan sisa-sia tetesan air wudu, yang masih menempel pada jambang dan bewok yang Ia cukur tipis. Air wudu itu juga membuat Bulu-bulu lebat pada betisnya menempel dan menyatu dengan kulit.

Meski keadaan ekonomi tidak bagus. Namun tidak membuat pria berbadan tegap itu, tidak pernah lupa untuk selalu bersyukur. Baginya orang yang paling kaya adalah, orang yang bisa menerima dengan ikhlas dan bersyukur dengan apa yang sudah Tuhan beri. Karena seberapa banyak yang sudah Tuhan beri, kita akan tetap merasa kurang jika tidak bisa mensyukurinya. Dan kekayaan yang sesungguhnya tidak bisa dilihat dari harta yang melimpah. Melainkan dari hati yang selalu bisa menikmati dan mensyukuri. Seberapapun itu.

Sesampainya di rumah, Arya memenyandarkan sepedanya pada dinding rumah yang masih terbuat dari bambu.

"Ayah...!" Rasa lelah Arya seketika langsung hilang, saat telinganya mendengar suara anak kecil, dengan wajah ceria berlari mendekat padanya. Anak laki-laki berusia lima tahun itu adalah penyemangat, juga sumber kekuatan bagi Arya.

Arya sangat menyayangi anaknya, karena rasa sayang itu, membuat pria berusia dua puluh lima tahun ini merasa enggan untuk menikah lagi. Ia akan menikah jika benar-benar sudah menemukan seorang wanita yang tepat. Bisa menerima Ia dan anaknya. Selain itu Ia belum mendapatkan kebenaran secara pasti berita tentang istrinya.

Kemiskinan dalam hidup Arya membuat istrinya nekat menjadi TKI. Sudah beberapa tahun kepergian istrinya Ia tidak pernah mendapatkan kabar. Dan terakhir kali, sekitar setahaun lalu Ia mendengar kabar yang sangat mengejutkan. Arya mendapat informasi dari orang-orang, jika istrinya menikah lagi dengan majikan dimana istrinya bekerja.

"Sudah mam belum nang?" Tanya Arya saat anak kesyanganya sedang memeluk kakinya. "Simbah Mana?" Ia kembali bertanya seraya menggendong 'Adnan' anaknya.

Belum sempat Adnan menjawab, terdengar suara mengalun penuh keibuan dari balik tubuhnya. "Sudah pulang le?" Ibu Sumi bertanya pada Arya saat Ia baru keluar dari pintu Rumah-nya. "Lho dagananmu kenapa? Kok berantakan sekali?" Wanita yang dipanggil Ibu oleh Arya kembali bertanya.

Wajah kerpiutnya sedikit mengambarkan keterkejutan, saat melihat dagangan anaknya tidak tersusun rapih. Berantakan.

"Oh itu! Tadi anak sekolah bawa mobil nggak sengaja numbur dari belakang" jawab Arya seraya mencium pipi gembil Adnan. "Masak apa bu laper?" Imbuh Arya bertanya untuk mengalihkan pembicaraan soal musibah kecil yang menimpanya.

Arya terkadang suka malas menanggapi rasa kehawatiran berlebihan, dari wanita yang sudah lanjut usia itu. Biasa ibu-ibu suka bawel.

"Goreng tempe, sayur asem, sama sambel terasi kesukaanmu" jawab Ibu Sumi yang jago memijit. Namun wajahnya masih menatap sedih pada dagangan anaknya yang berantakan tidak karuan. "Sana makan dulu, biar Adnan Ibu gendong!" Imbuh Ibu Sumi seraya tangannya menggulur pada Adnan, yang sedang di gendong oleh Arya.

Lalu dengan mengendong Adnan, Ibu Sumi masuk kedalam Rumah diikuti oleh Arya dari belakang. Arya tinggal satu Rumah dengan ibu dan anaknya. Rumah yang masih berdinding bilik bambu itu adalah warisan peninggalan mendiang Ayahnya. Sedangkan sawah yang tidak seberapa luas adalah warisan dari nenek untuk ibunya. Namun Arya-lah yang mengurusnya.

===

Kantin Sekolah..

"Sayang!" Bagas sedang hanyut dalam lamunan, sehingga Ia tidak mendengar ada seseorang yang memanggil dirinya. "Gas! Bagas sayang..!" Ia baru tersadar dari lamunannya, ketika telapak tangan sorang wanita, mengibas tepat di depan wajahnya.

Bagas sedikit tersentak dan. "Eh.. Kamu!" suara Bagas terdengar pelan. Dan wajahnya pun datar menoleh pada gadis Ayu yang bernama Anggun. Lalu kepalanya menoleh pada segelas jus jeruk yang ada di hadapanya. Setelah Ia meminum sedikit jus melalui sedotan, bayangan wajah pria gagah itu kembali muncul dalam benaknya. Dan Ia kembali melamun. Sudah sering Ia melihat sosok pria itu namun baru tadi pagi Ia ber'intetraksi langsung dengannya. Senyum pria itu, suara pria itu, dan tengan kasar pria itu saat bersalaman, membuat hatis bagas berdesir.

Dan anehnya desiran itu tidak Ia rasakan pada gadis yang ada didekatnya. Gadis Ayu yang sudah menyatakan cinta untuknya, dan terpaksa Ia terima untuk menutupi dan mencoba menghilangkan rasa aneh pada dirinya.

Namun rasa aneh itu kembali menguat saat Ia melihat mahluk pria seperti Arya.

"Sayang! kamu kenapa sih?" Anggun sedikit kesal pada remaja yang belum lama sudah menjadi pacarnya itu. "Di kelas saya liat juga kamu ngelamun aja!" Imbuh Anggun seraya mendudukan bokongnya di kursi kantin. Di samping Bagas.

"Oh .. enggak! Ngak papa!" Jawab Bagas sedikit gugup. "Eh nggun!" Bagas memanggil Anggun. Meski sudah menjadi pacarnya namun sangat berat mulutnya untuk memanggil Anggun dengan kata 'sayang'.

Bagas hendak menanyakan sesuatu namun Anggun terlihat sudah memasang wajah juteknya.

"Huft" Anggun mendengus. "Kamu itu nggak ada romantis-romantisnya ya! Emang enggak bisa ya? Panggil saya itu baby kek! dearling kek! Boro-boro sayang!" ucap Anggun merasa kesal.

"Hee..!" Bagas meringis hingga memamerkan gigi-nya yang putih dan terawat. "Iya.. Saaayang!" ucap Bagas. Namun kata sayang itu cuma terucap di mulutnya saja, dan tidak berasal dari hati. Hanya untuk membuat Anggun merasa senang.

"Kamu tau Mas-Mas penjual aksesoris yang suka dagang di deket gerbang sekolah kita?" Tanya Bagas.

"Oh...Mas Arya!" Jawab Anggun dengan cepat, karena Ia sering menemani teman-temannya membeli Aksesoris pada Arya. Anggun cukup mengenal Arya karena hampir semua teman wanita yang satu kalas dengannya, selalu menggoda pria gagah itu saat sedang berbelanja Aksesorisnya. "Kenapa?" tanya Anggun seraya meminum Es teh manis yang baru saja Ia pesan.

"Tadi saya nubruk sepeda-nya!" ucap Bagas dengan nada santai.

"HAH!" Anggun sedikit terkejut. "Terus?" tanya Anggun penuh dengan penasaran.

"Ya.. sudah minta maaf! Baik banget orangnya!" jawab Bagas memuji Arya. "Cuma... bamper mobil-ku bagian depan ancur soalnya saya banting setir trus nabrak pager!" imbuh Bagas. Dan keningnya berkerut. "Ibu-ku pasti marah besar! Dan saya pasti nggak boleh bawa mobil lagi!"

"Mas Arya-nya gimana?"

"Nggak papa! Cuma numbur dikit, saya langsung banting setir! Tapi ya itu dagangannya banyak yang rusak!"

Anggun hanya manggut-manggut, lalu tidak lama setelah itu bell tanda masuk sekolah-pun berdering. Bagas dan Anggun segera beranjak dari kursi kantin, dan kembali kekelas berjalan berdampingan.

===

Seperti biasa Arya selalu bangun subuh. Setelah melakukan semua kegiatannya termasuk Sholat. Setelah mencium kening Adnan yang masih nyenyak dalam tidur, pagi-pagi sekali Ia pergi ke kota untuk belanja asesoris di tokok grosir. Lalu kemudian dengan sepeda unta miliknya, Ia menuju ke beberpa sekolah yang ada di kota Purworejo. Jawa tengah.

Saat sedang dalam perjalanan menuju sala satu Sekolah. Arya harus mengerem sepedanya secara mendadak, karena ada sebuah mobil pajero berhenti dan menghadang laju sepeda-nya.

Lalu tidak lama setelah itu, keluar dari pintu mobil bagian tengah sorang remaja yang mempunyai postur tubuh bongsor berjalan mendekat padanya.

"Mas Arya..!" Sapa remaja Itu saat sudah berada di belakang sepeda Arya.

Arya menatap datar dan tersenyum tipis pada remaja itu . "Kamu..! Dek..?" ucap Arya seraya mengacung-acungkan telunjuknya pada keningnya. Nampak Arya sedang mengingat nama remaja ganteng yang ada di belakang sepedenya.

Lalu remaja cakep itu tersenyum meringis kemudian. "Bagas.. Mas!" Sambar Bagas mengingatkan namanya. "Yang kemaren nyenggol sepeda Mas Arya!" Imbuhnya mengingatkan.

"Oh...Iya Dek Bagas!" ucap Arya, dan kemudian senyum meringis terbit dari bibirnya. "Ada apa dek?" Arya bertanya bingung, dengan maksud Bagas menghadang sepeda-nya.

Lalu Bagas terlihat merogoh sesuatu dari saku seragam-nya. "Ini Mas!" ucap Bagas seraya menyodorkan amplop berwarna putih yang baru saja Ia ambil dari dalam saku-nya.

"Apa itu dek?" tanya Arya dengan wajah bingung, dan tidak menerima amplop itu.

"Ini Mas! Buat ganti rugi yang kemaren!" jawab Bagas.

"Wah nggak usah dek!" Arya menolak seraya melambaikan telapak tangan-nya.

"Nggak papa Mas terima saja!" Bagas sedikit memaksa.

Meski Bagas terus memaksa untuk memberi amplop yang berisi uang itu, namun Arya berusaha untuk menolaknya. Hingga terjadi aksi saling ulur dan dorong pada amplop yang ada di tangan bagas.

Kemudian di sela-selah adegan saling dorong dan ulur itu terdengar suara.

Jebreet!

Suara pintu mobil Bagas bagian kemudi ditutup oleh seseorang. Lalu dari pintu mobil itu keluar seorang wanita berusia sekitar empat puluan, berjalan mendekati Arya dan bagas.

"Terima saja Mas!" Ucap wanita yang masih terlihat cantik, dengan pakaian bak orang kantoran itu. Saat sudah di hadapan mereka.

Aura karismatik yang ada pada Arya, membuat wanita elegan itu merasa tertarik untuk melihat lebih dekat, pria gagah yang sedari tadi Ia pandang dari dalam mobilnya.

Lalu Arya yang masih duduk berdiri di atas sepeda, manik matanya melirik pada wanita yang terlihat lebih tua dari-nya, namun memiliki tubuh yang masih terlihat segar dan menggoda.

Kemudian wanita yang pandai meng mix and match, pakaian itu membuka kacamata hitam besar yang menutupi matanya. Senyum simpul terbit dari wanita yang dipanggil ibu oleh Bagas, setelah Ia membuka kaca matanya. Dan manik matanya menatap intenes pada raut wajah Arya.

Terlihat bagas mengkerutkan keningnya saat melihat tangan mulus ibunya mengulur, untuk berjabat tangan dengan Arya.

"Saya Ibu-nya bagas!" Suara lembut mengalun dari mulutnya serya tangan Ia ulurkan pada Arya.

Lalu Bagas menoleh pada Arya yang sedang mengelap telapak tangan di bajunya, sebelum meraih tangan ibunya.

Dan saat bersalaman Arya hanya mengangguk takjim, dan tidak menyebutkan namanya.

Bagas diam seribu bahasa saat melihat tangan kekar Arya meremas tangan lembut Ibu-nya. Lalu Ia mengkerutkan wajah, saat melihat senyum ibunya mengembang saat berpandangan dengan Arya.

Meski usianya baru delapan belas, namun Bagas sudah bisa menilai akan arti dari tatapan mata ibu-nya pada Arya. Bagas menangkap Atsmofir berbeda dalam diri ibunya.

Sementara Arya laki-laki normal yang sedikit terkagum, dengan mahluk wanita yang sudah berumur namun masih terlihat segar dan menggoda.

Dan tentu saja Arya tidak mengerti, di dalam sana ada hati yang sedang menghangat saat bersentuhan tangan dengannya.

Selain itu Arya juga tidak merasakan, ada hati lain yang merasa terusik saat melihat ibu-nya yang memang menyandang setatus single parent, tidak kunjung melepaskan genggaman tangannya pada Arya.   

Siguiente capítulo