webnovel

Balasan untuk penjahat

Detik demi detik terasa sangat lama untuk Suri yang masih berada diatas ranjang hotel, meski dia sudah terlepas dari semua ikatan yang dibuat Osbert sebelumnya namun Suri masih belum terbebas karena sang penolong tetap memintanya untuk duduk diatas ranjang. Karena tidak punya pilihan lain akhirnya Suri mematuhi perintah yang diberikan untuknya.

Seluruh tubuh Suri mendadak kaku ketika mendengar suara roda koper yang berhenti tepat di depan pintu, kedua matanya kembali berkaca-kaca.

"No, jangan menangis. Dia tidak akan bisa macam-macam," ucap Zwetta yang sudah menjadi malaikat penolong Suri dengan lembut, dia meminta Suri untuk tetap tenang.

Suri mengangguk pelan, berusaha untuk tetap tenang meskipun dia sangat ketakutan. Dengan kedua mata yang sudah dipenuhi air mata Suri menatap tajam ke arah pintu yang perlahan terbuka dari luar. Sesosok pria berbadan tambun berjalan dengan tengah-tengah sembari menyeret koper besarnya ke dalam kamar, tujuannya adalah ranjang dimana Suri berada.

"Oh kau benar-benar cantik anak manis, ternyata yang dikatakannya Osbert benar. Kau benar-benar luar biasa," ucap pria bernama Mr Yamada itu dengan bahasa Inggris yang tidak begitu lancar. "Kemarilah, layani aku. Cepat buka pakaianmu dan aarrgghhh…"

Tubuh pria berbadan tambun itu terjatuh ke ranjang saat sebuah pukulan mendarat di tengkuk belakangnya, Suri yang sudah ketakutan menjerit keras saat lelaki itu ambruk di depan matanya.

"Pulang hiks… aku mau pulang. Tolong lepaskan aku huhu…" tangis Suri dengan air mata yang menganak sungai.

Zwetta yang masih mengenakan masker hitamnya tersenyum mendengar perkataan Suri.

"Aku mau pulang…"

"Tenang saja, kau pasti akan pulang. Aku tidak punya niat jahat padamu, Nona. Setelah aku mengurus dua bajingan ini aku akan mengantarmu ke bawah, tapi sebelum itu kau harus membantuku."

Suri menyeka air matanya dengan cepat. "Membantumu?"

"Iya, bantu aku mengikat dua bajingan ini. Kita harus mengikat mereka dengan kuat supaya tidak bisa melarikan diri, interpol yang sudah aku hubungi masih ada dijalan," jawab Zwetta dengan lembut, sorot matanya menatap hangat pada Suri.

Kedua manik biru Suri berbinar mendengar perkataan sang penyelamatnya. "Interpol? Jadi mereka akan diserahkan pada polisi internasional? Kau tidak membunuhnya?"

"Belum saatnya mereka mati, mereka harus membayar kejahatannya terlebih dahulu sebelum bertemu malaikat maut."

Suri bergidik ngeri mendengar perkataan sang penyelamat yang masih belum mau melepaskan masternya.

"Ayo turun, bantu aku. Lebih cepat kita mengikat mereka maka lebih cepat juga kita keluar dari hotel ini."

Suri mengangguk penuh semangat, tanpa diperintah dua kali Suri bergegas turun dari ranjang dan membantu penyelamatnya mengikat tubuh Mr Yamada menggunakan tali yang sudah disiapkan sebelumnya. Setelah berhasil mengikat tubuh tambun pria berdarah Jepang itu, kedua gadis yang belum saling mengenal itu lantas bekerja sama menyeret tubuh Mr Yamada ke arah sofa bergabung dengan Osbert yang masih belum sadarkan diri.

Ketika sudah berhasil mendapatkan buruannya, Zwetta yang masih menyembunyikan wajahnya dari Suri mengeluarkan sebuah alat suntik dari dalam tas kecil yang dibawanya dengan hati-hati.

"Cairan itu?" tanya Suri penasaran.

Zwetta tersenyum. "Ini adalah balasan untuk lelaki bajingan ini yang sudah banyak merusak anak gadis yang tidak bersalah."

Suri yang tidak mengerti kemana arah pembicaraan Zwetta nampak memiringkan kepalanya, memberikan isyarat pada Zwetta kalau dia ingin mendapatkan penjelasan lebih.

"Cairan ini berisi virus HIV Aids."

Suri langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

Dari balik maskernya Zwetta tersenyum melihat ekspresi yang ditunjukkan Suri. "Lelaki ini, orang yang sudah menculikmu adalah seorang mucikari dan angel Hunter paling terkenal di timur tengah."

"Angel Hunter, apa itu Angel Hunter?"

"Orang yang bertugas mencari gadis-gadis polos tidak berdosa untuk dijual, sama seperti yang dia lakukan padamu," jawab Zwetta tenang seraya memasang sarung tangan tambahan ke tangannya yang sudah memakai sarung tangan, Zwetta harus hati-hati dengan cairan yang dibawanya saat ini.

"Jesus…"

"Karena itu aku harus menghukumnya," imbuh Zwetta kembali, sembari mengarahkan jarum suntik ditangannya ke arah Osbert.

Pada saat ujung jarum itu nyaris mengenai kulit Osbert tiba-tiba Suri menahan tangan Zwetta.

"Hei…"

"Jangan, biarkan polisi yang menghukumnya. Kita tidak perlu memberikan hukuman padanya," ucap Suri lirih, dia tidak tega melihat ada orang sehat diberi suntikan virus mematikan yang sampai detik ini belum ada obatnya.

Zwetta tersenyum. "Lelaki ini sudah membuat seorang gadis dibawah umur mati tragis dengan cara melompat dari kamar hotel beberapa tahun yang lalu, itu baru satu dari sekian banyak gadis tidak berdosa yang menjadi korbannya, Nona. Dan aku tidak bisa membiarkan dia masuk penjara begitu saja tanpa memberikan dia pelajaran, uang dan koneksi lelaki ini banyak Nona. Dengan mudah dia bisa kelaur dari penjara dan setelah dia dibebaskan maka kau bisa tebak apa yang akan dilakukan pria ini lagi, kau masih ingat bukan beberapa saat yang lalu kau juga hampir menjadi korbannya?"

Bibir Suri langsung kaku, dia tidak bisa menjawab perkataan malaikat penolongnya yang baru saja mengatakan sedikit kejahatan Osbert yang sudah menculiknya.

Karena Suri sudah tidak menahan tangannya lagi, Zwetta kemudian menyuntikkan cairan pemberain Ruben ke paha kiri Osbert. "Ini adalah hukuman atas semua kejahatan yang kau lakukan selama ini, Osbert."

Setelah melakukan tugasnya Zwetta kemudian memasukkan kembali alat suntiknya kedalam tas, dia juga membuka sarung tangan doublenya untuk dibuang.

"Lepaskan sarung tanganmu," ucap Zwetta pelan.

Suri mengangkat wajahnya ke arah Zwetta yang sudah berdiri. "Kenapa harus dilepas?"

"Kau tidak mau meninggalkan jejak, bukan?" tanya balik Zwetta dengan lembut.

Perkataan Zwetta sontak membuat Suri melepaskan sarung tangan yang sebelumnya diberitakan Zwetta dengan cepat, setelah berhasil melepaskan sarung tangannya Suri memberikannya pada Zwetta yang sudah mengulurkan tangan kepadanya.

"Kita tidak boleh meninggalkan sedikitpun jejak, karena itu tadi aku memintamu memakai sarung tangan sebelum membantuku mengikat pria Jepang ini," ucap Zwetta menjelaskan alasannya memberikan sarung tangan pada Suri sebelumnya.

"Oh jadi begitu," gumam Suri lirih.

Zwetta mengangguk pelan, perlahan Zwetta meninggalkan sebuah flashdisk diatas ranjang yang sudah kusut masai dengan hati-hati.

"Semua bukti kejahatan Osbert dan transaksi jual beli wanita yang dijalankannya selama ini tersimpan di flashdisk ini," ucap Zwetta pelan.

"Lalu lelaki Jepang ini?"

"Bukti keterlibatannya juga sudah aku gabungkan jadi satu di flashdisk itu, ya sudah ayo kita pergi. Sepertinya pada interpol itu sudah sampai di lobby hotel ini sekarang."

Suri mengangguk cepat, tanpa berani membantah Suri lantas mengikuti langkah Zwetta keluar dari kamar hotel meninggalkan Osbert dan Mr Yamada yang masih belum sadarkan diri. Sebelum keluar, tadi Zwetta sempat menyelipkan sebuah catatan untuk Osbert. Catatan kecil yang ditulis diatas kertas putih itu berisi pemberitahuan untuk Osbert tentang keberadaan virus HIV Aids di tubuhnya, Zwetta sengaja memberitahukan hal itu pada Osbert sebagai hadiah tambahan untuknya. Zwetta ingin membuat Osbert menderita dengan tahu kalau umurnya tidak akan lama lagi.

Ketika Suri keluar dari kamar, Zwetta kemudian bergegas menutup pintu kamar hotel dan langsung mengajak Suri menuju tangga darurat yang berada di ujung lorong. Karena belum makan sejak kemarin langkah Suri tidak bisa sigap, dia bahkan terlihat beberapa kali menghentikan langkahnya karena tidak bisa mengimbangi langkah malaikat penolongnya.

"Kau kenapa? Sakit?" tanya Zwetta pelan saat menyadari ada yang salah dengan Suri. "Bajingan itu belum sempat menyentuhmu, bukan?"

"Aku lapar, sejak kemarin aku belum makan," jawab Suri jujur, tidak pernah telat makan membuat perut Suri terasa sangat sakit saat ini.

"Lapar?"

Suri mengangguk pelan. "Sangat lapar."

"Oh astaga...ok tunggu sebentar aku cari jalan keluar terlebih dahulu," ucap Zwetta pelan sembari melihat keadaan disekitarnya, bibirnya langsung melengkung saat berhasil menemukan jalan keluar atas masalah Suri. "Ayo ikut aku," ajak Zwetta penuh semangat pada Suri.

"Kemana?"

"Ke kamar yang memiliki banyak makanan," jawab Zwetta singkat, detik selanjutnya Zwetta menarik tangan Suri kembali menuju kamar yang baru saja dimasuki petugas hotel yang mengantarkan makanan.

Kedua gadis itu tidak tahu kalau orang yang berada di kamar itu adalah orang penting, seorang lelaki yang merupakan ahli waris dari keluarga bangsawan ternama di Auckland.

Bersambung

Siguiente capítulo