Caroline tidak percaya akan apa yang baru saja dia dengar, tubuhnya membeku mengabaikan adik tirinya yang tengah bermain dengan surainya. Semuanya terasa begitu tidak masuk akal, padahal dia datang untuk meminta maaf pada sang ibu.
Sekarang dia benar-benar menjadi anak yang durhaka, padahal ibunya sangat menyayangi dirinya. Tapi dia menganggap ibunya sama dengan ayahnya, Caroline menutup matanya membiarkan air mata membasahi pipinya.
Dan adik Caroline terus gencar menciumi wajah Caroline, Caroline tidak sadar. Pikirannya tidak berada di tempatnya sekarang sampai adik tirinya mulai berniat mencium bibir Caroline. Tinggal beberapa senti lagi kedua bibir itu bersentuhan sampai terdengar suara pintu yang hancur karena ulah Luis.
Caroline terkejut membulatkan matanya menatap adik tirinya berada tepat di wajahnya. Caroline langsung menendang pria itu membuatnya terjatuh berhadapan dengan Luis. Luis jelas marah melihat sepupunya hampir di lecehkan oleh adik tirinya sendiri.
Ini gila dan dia merasa muak akan keluarga ini sekarang. Dia memukul adik tiri Caroline, Luis tidak peduli jika pria itu mati. Apa yang dia lihat mampu membuatnya marah besar, dan dia jelas melanggar janjinya dengan ibu Caroline.
Sebelum Mate Caroline ada dia harus menjadi tameng bagi Caroline, itulah yang di katakan oleh ibu Caroline. Dan Luis setuju karena dia sudah menyayangi Caroline seperti saudaranya sendiri. Tangan kanannya terus memukul tanpa henti menciptakan tetesan darah yang mengalir di wajah pria itu.
"Mati kau!!" Luis berteriak sampai Caroline mendekat dan memeluk pria itu.
"Cukup!! Kau akan membunuhnya"
Walau adik tirinya berbuat hal buruk padanya tapi Caroline tidak bisa membiarkan Luis membunuhnya. Bukan karena Caroline menyukainya tapi Caroline tidak ingin Luis membunuh orang karena dirinya. Dia bukan Mate Luis dan dia tidak pantas di jadikan alasan untuk Luis melakukan tidakkan buruk seperti ini.
"Tapi Lin!! Apa kau tidak jijik melihat pria brengsek sepertinya?"
Jika di tanya, apakah dia jijik atau tidak? Maka jawabannya adalah iya. Tapi Caroline tidak pernah berharap semua masalah harus di selesaikan dengan kekerasan. Caroline semakin membenamkan wajahnya di dada bidang Luis mengabaikan adik tirinya yang terbatuk.
"Aku takut Luis, sangat takut tapi aku lebih takut jika kau berubah menjadi seperti mereka"
Manik Caroline terpejam mencoba mengatakan apa yang ada di pikirannya sekarang. Dan Luis sadar jika dia sudah kelewatan, tatapan Luis langsung berubah lebih lembut dan membalas pelukan Caroline "maaf.. Lin, harusnya aku bisa menjaga emosiku"
Caroline mengangguk, menatap manik coklat gelap milik Luis yang selalu dia suka. Tidak ada warna manik merah menyala seperti Alpha lain, itulah yang membuat Caroline nyaman dengan Luis.
Manik merah itu selalu membuatnya takut dan selama ini Luis selalu berusaha untuk tidak menujukkan bola mata merah dalam wujud manusianya. Dia hanya tidak ingin Caroline ketakutan olehnya.
"Bagaimana dengan ayah?" tanya Caroline menujukkan wajah marah membuat Luis tertawa singkat.
"Dia pingsan, dan sepertinya adik tirimu juga pingsan" jawaban Luis membuat Caroline ikut tertawa, apakah dia puas dengan apa yang terjadi pada dua orang gila itu.
Tapi sepertinya Caroline memang belum puas akan hal itu, walau begitu dia tidak mau egois dengan menjadikan Luis sebagai pembunuh "kita kembali sekarang atau besok?" tanya Luis menatap Caroline yang tengah mencari sesuatu di kamarnya.
"Kita kembali sekarang saja, aku tidak mau melihat mereka lagi"
Luis tertawa mendengar jawaban Caroline, tapi dia akhirnya mengangguk dan duduk tenang di atas tempat tidur Caroline dulu. Suasana di kamar itu masih sama dan Luis jadi merindukan masa kecil mereka, mereka yang selalu bermain bersama membuat Luis tersenyum. Ternyata waktu berjalan begitu cepat.
Dia tidak menyangka Caroline tumbuh sebagai gadis cantik dan pintar, sepupu yang dia anggap seperti adik itu akan dia jaga sampai Matenya muncul. Hanya sampai itu dan dia akan bisa tenang meninggalkan Caroline nanti. Luis akan lebih fokus pada Matenya nanti tapi dia tidak akan melupakan persahabatannya dengan Caroline.
"Ayo pergi.." ucap Caroline menatap Luis yang mengangguk setuju.
Keduanya keluar dari rumah itu, menatap penuh amarah pada rumah yang tidak bisa di katakan sebagai rumah lagi. Itu seperti neraka yang siap membuat siapa saja menjadi sengsara. Tapi mereka juga merasa senang mengingat masa kecil mereka yang begitu menyenangkan.
Mungkin ada rasa sakit di sana tapi ada setitik kebahagiaan yang menyelimuti mereka berdua dulu. Kali ini mereka akan melupakan rasa sakit itu dan hidup baik dengan mengingat kebahagiaan mereka saja. Mungkin ini akan menjadi pelajaran bagi mereka berdua untuk tidak lagi mengaharapkan hal yang tidak pernah bisa terwujud.
Caroline tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya dan Luis hanya di jadikan sebagai alat untuk nama keluarga. Sangat tidak masuk akal dan mereka langsung tertawa mengingat hal itu. Tubuh Luis terus berlari dengan Caroline yang berada di atas punggungnya.
Langkah mereka yang menjauh dari rumah sama saja dengan mereka yang menjauh dari masa lalu yang buruk. Mereka akan melangkah ke depan di mana hanya ada kebahagiaan yang menunggu mereka. Mungkin akan sulit mencari kebahagiaan itu tapi Caroline siap dengan resikonya.
Waktu terus berjalan, fajar mulai datang dan keduanya baru saja tiba di tempat mereka sebelum pergi sore tadi. Luis sudah merubah wujudnya menjadi manusia lagi dan dia langsung menatap Caroline yang terlihat sendu. Apakah ada hal yang Caroline pikiran sekarang, entah kenapa Luis menjadi khawatir.
"Ada apa?" tanya Luis menatap manik biru terang Caroline.
"Tidak hanya saja aku merindukan ibu" ucap Caroline, dia tidak bisa mendatangi makam ibunya tadi karena waktu yang sudah sangat malam.
Jika mereka nekat pergi, mereka akan kembali di pagi hari dan pasti mereka akan ketahuan jika kabur. Sampai Caroline ingat jika Sena melihatnya saat pergi "tunggu!! Sepertinya kita akan ketahuan"
Seperti mengalihkan pembicaraan tapi Caroline bukan mengalihkan pembicaraan dia hanya baru menyadari apa yang akan terjadi di dalam sana. Dan Luis menghembuskan nafas kasar, dia mengangguk menatap Caroline yang merasa bersalah sekarang.
"Bukankah kau tidak akan peduli dengan resikonya pagi tadi?"
Luis hanya ingin mengejek Caroline tapi Caroline malah cemberut dan langsung masuk ke dalam lubang kecil itu. Luis tertawa kecil, mengikuti Caroline dari belakang. Mereka berjalan beriringan melewati setiap jalan yang masih gelap.
Entah kenapa Caroline merasa bahwa mereka akan mendapatkan hukuman yang berat sekarang sampai sebuah suara membuat keduanya membeku "kalian habis dari mana!!!"
Itu jelas suara sang Alpha Berdine dan keduanya hanya pasrah dengan tawa canggung milik mereka.