Dhika merasa terpojok, keluarganya tidak mendukungnya sama sekali, tapi kalo di pikir-pikir ada benarnya mereka nggak dukung, sebab Dhika dulu Dakjal kali, otaknya bebal. Lebih milih perempuan gila daripada keluarga.
"Aku setuju," ucap Bagas, kemudian menambahkan , "saat ingin mengambil keputusan sepihak, aku melihat binar cinta di mata mereka masih sangat besar, ada keinginan kuat untuk memperbaiki hubungan. Sebagai orangtua bukankah kita tidak boleh egois? Salah Dhika tidak ringan, minta maaf saja tidak akan cukup membuatku mempercayakan lagi putriku padanya. Oleh karena itu, dia harus membuktikannya seumur hidup."
"Tentu," ucap Dhika dengan yakin dan tegas.
Tuan besar menatapnya tajam, "sekali lagi kau berani menyakiti cucu mantuku! Dengar! Aku akan melupakan bahwa darahku mengalir dalam darahmu. Bukan lagi ayah mertuamu yang bertindak tapi aku, dan ingat! Kali ini aku tidak akan memandang apapun."
Cia merinding dengarnya, kok horor kali.
"Ya!" jawab Dhika tak gentar.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com