webnovel

Pertengkaran (I)

Siji tak pernah menyangka ini sebelumnya. Ia berada di tengah-tengah kubu yang saling berselisih. Siji duduk di kursi antara Yuji dan Reiji. Mereka sedang sarapan pagi bersama. Atmosfer kecanggungan menyelimuti mereka.

Siji tak suka situasi ini. Ia lebih rela kalau kedua adik laknatnya itu membicarakan dia saja daripada seperti ini. Siji tidak tahu jelas penyebab pertengkaran kedua adiknya. Padahal tadi pagi, mereka baik-baik saja. Bahkan mereka sangat kompak dalam merawat tupai peliharaan mereka.

Ketika kedua orang tua mereka pergi, semua pertikaian itu dimulai. Siji tidak tahu sebabnya. Apa mungkin sebenarnya kedua adiknya itu hanya rukun di saat-saat tertentu saja? Sebenarnya, kedua saudaranya itu tengah berselisih. Ah, Siji pusing rasanya memikirkan kedua adik kembarnya itu.

"Bang Siji, Rei ambilkan roti dan selainya, ya? Rasa nanas kan kesukaannya Bang Siji?" Rei berucap.

Siji hanya mengangguk. Sebenarnya kesukaan dia itu selai rasa coklat. Nanas itu selai favoritnya Yuji padahal. Pasti yang Reiji ingat hanya tentang Yuji.

"Ji, gue aja ya yang ngambil-in. Gue tau kok lu lebih seneng selai coklat, 'kan? Ck! Heran gue sama yang enggak ngerti selera lu, padahal udah tinggal bareng dari lahir." Yuji menarik sudut kanan bibirnya. Ia melirik Reiji dengan tatapan meremehkan.

Reiji mengernyit. Ia tak suka melihat tatapan meremehkan dari Yuji. Ia tak akan mengalah secepat ini. Ia menyuapi Siji dengan selai nanas yang ia buat baru saja. "Buka mulutnya, Bang Siji! Bilang 'aaaa'!"

Siji menurutinya. Kapan lagi coba dimanjain seperti ini. Rasanya tak buruk juga. Dengan begini, Siji dapat merasakan menjadi seorang kakak yang sebenarnya. Sosok kakak yang selalu dimanja oleh adiknya.

"Makan ini juga, Siji!" Yuji tak mau kalah. Ia juga ikut menyuapi Siji. Kali ini rotinya jauh lebih besar dari yang diberikan Reiji tadi.

Reiji tak dapat membiarkan ini, dengan sigap ia juga memberi Siji lagi roti selai nanas buatannya tadi. Yuji juga memberi Siji roti selai coklat miliknya. Begitu seterusnya hingga mulut Siji penuh dengan makanan.

"Apa-apaan sih, Yu! Kamu pengen bikin Bang Siji-ku tersedak apa, hah?" bentak Reiji. Kini ia sambil berdiri.

"Bukannya Lo yang kayak gitu, hah? Udah tahu Siji nggak suka nanas, kenapa malah Lo kasih dia roti selai nanas, eum?"

"Siapa bilang? Bang Siji suka kok. Coba aja tanya!"

"Oke!" Yuji mendekat ke arah Siji. Ia menatap lekat netra kelam milik Siji. "Siji, gue ini adek lo, kan? Pasti Lo lebih suka roti selai cokelat bikinan gue, kan?"

Siji mengangguk. Mulut masih penuh dengan roti. Ia kesulitan mengunyah.

Reiji menarik bahu Siji untuk menghadap ke arahnya. "Bang Siji, roti selai nanas bikinan Reiji yang lebih enak, kan?"

Siji mengangguk juga.

"Jangan plin-plan kayak gitu dong, Ji! Lo harus bijak. Jadi roti siapa yang lebih enak, hah?"

"Kamu jangan bentak-bentak Bang Siji-ku dong, Yu! Biarin dia milih sendiri, jangan dipaksa!" Reiji mencengkeram erat kedua lengan Siji. "Pilih yang bener, Bang! Kamu lebih suka roti bikinan Rei apa roti bikinan makhluk hidup yang ada di samping kamu itu?"

Sumpah, Reiji itu kalau lagi marah nyeremin. Bahkan ia enggan menyebut nama Yuji saat ini.

Siji terdiam sejenak dan mulai mengunyah roti di mulutnya. Ia harus menyelesaikan ini sekarang juga. Siji melingkarkan lengan kirinya ke leher Reiji, dan lengan kanannya ke leher Yuji. "Kalian tahu? Ada yang pernah bilang kalian ini bagai dua sisi mata koin yang berbeda, kan? Iya, begitulah kalian. Saling terkait. Apabila satu sisi di atas, maka sisi lain akan di bawah. Begitu juga sebaliknya. Jadi, jangan pernah merasa kalian lebih unggul atau lebih lemah dari yang lain. Karena kita ini sebenarnya satu. Satu perasaan. Jadi, jangan biarkan ego masing-masing memecah kekompakan kita, mengerti?

Reiji dan Yuji mengangguk. Walau sebenarnya ia tak begitu paham apa maksud Siji sebenarnya.

"Jadi, apa keputusanmu? Lebih enak roti bikinan Reiji apa Yuji?" Mereka berucap bersamaan.

Siji mengusap wajahnya, kasar. Gagal sudah ia terlihat bijaksana di depan kedua adiknya. Siji menyerah untuk saat ini. Mungkin lain kali mereka bisa didamaikan.

***

Sekolah sedang ada rapat guru hari ini, jadi sekolahan mereka diliburkan. Setelah sarapan, Siji duduk di teras dengan gitar kesayangannya. Ia menyanyikan beberapa lagu dari genre pop, rock, rege, keroncong hingga dangdut.

Reiji menemui Siji yang berada di teras. Ia membawa segelas teh panas untuk Abang tersayangnya itu. Iya, Reiji mengklaim bahwa Siji adalah Abang tersayangnya sejak tadi subuh. "Bang Siji, ini Reiji sudah buatin teh panas. Cuacanya masih dingin nih, Bang. Diminum ya, Bang!"

"Nggak usah, Siji!" Yuji tiba-tiba berada di belakang mereka, ia juga membawa sesuatu. "Pagi-pagi kayak gini lebih enak minum susu panas aja!" Yuji menyerahkan susu panas yang baru ia buat kepada Siji. "Nih!"

Siji menatap bergantian kedua saudaranya itu. Kalau milih teh panas, nanti Yuji protes. Kalau ia milih susu panas, nanti Reiji juga ngambek lagi. Siji harus bagaimana, Ya Tuhan? jerit Siji dalam hati.

"Apaan sih kamu, Yu? Gak kreatif amat! Aku buat minuman, kamu ikut-ikutan buat minuman. Tadi pas sarapan aku buat roti, kamu ikut-ikutan juga. Nggak bisa berinovasi, gitu ya?" ejek Reiji. Ia masih memegang teh panas yang akan ia serahkan ke Siji.

"Kok Lo malah nyolot sih, Rei? Punya masalah apa sih Lo sebenernya sama gue, hah? Bikin emosi aja dari tadi subuh!" bentak Yuji.

"Masalahku hanya satu, aku nggak bisa menemukan kekuranganku tuh." Dengan sombongnya Reiji berucap seperti itu, membuat Yuji semakin emosi.

Reiji menyerahkan kembali teh panasnya ke pangkuan Siji. "Ini minum dulu lah, Bang! Pegel tau Rei meganginnya."

"Gak usah, Ji! Mending minum susu panas buatan gue aja. Nih!" Yuji juga meletakkan susu panasnya di pangkuan Siji.

"Minum punya Rei aja, Bang Siji!"

"Punya gue duluan!"

"Punya Rei aja lebih enak!"

"Jangan, Ji! Teh itu ngandung kafein! Susu aja lebih sehat!

"Jangan mau, Bang Siji! Itu susu kuda liar bukan susu sapi!"

Reiji dan Yuji berebutan untuk mendapat perhatian Siji. Mereka berdua sama-sama meletakkan gelas mereka ke pangkuan Siji. Hingga ...

Pyar!

"Huwaakkkhh panasss!!" jerit Siji saat kedua minuman panas tadi tumpah ke pangkuannya.

"Oopps, maaf!" Yuji dan Reiji berucap bersamaan.

Siji berlari ke kamar kecil untuk mendinginkan pahanya yang mungkin memerah setelah ini. Kan Siji tadi cuma pakai celana pendek. Lalu, diguyur pakai teh panas dan susu panas lagi. Tercapai sudah keingingan Siji untuk memperoleh kehangatan dari kedua saudaranya.

Bersambung ....

Siguiente capítulo