webnovel

GERALD:EUWY|| Berubah

Sesuai dengan apa yang dikatakannya kemarin pada Gerald, Gina benar-benar menyerah untuk mendapatkan cinta cowok itu. Ide demi ide dan usaha demi usaha sudah tidak ada gunanya lagi.

Saat ini gadis itu berada di balkon kamarnya,  sebelum pulang sekolah tadi, gadis itu menyempatkan dirinya untuk bercerita kepada kedua sahabatnya di kafe biasa mereka nongkrong.

Keduanya menyetujui apa yang Gina pilih, pasalnya Dinda dan Riri sudah gondok pada Gerald yang semakin hari semakin cuek dan tidak tersentuh.

Gina menghela nafas panjang, jika perjuangannya sia-sia untuk apa lagi ia bertahan. Bahkan kata-kata Gerald waktu itu sepertinya sudah tidak berlaku lagi bagi Gina.

Gadis itu memegang dadanya yang sesak, ia tidak menyangka kisah cintanya yang sangat miris, ia kira cerita cintanya seperti di novel-novel romantis yang mengisahkan seorang gadis mengerjar sang pujaan hati dengan akhir cerita yang manis, tapi tidak untuk Gina.

Cinta mengajarkan jika mencintai seseorang itu tidak harus untuk dimiliki, tapi untuk dirasakan rasa sakitnya. Gina hanya mencintai Gerald, tapi tidak dengan Gerald, cowok itu selalu tidak peduli dan acuh akan keberadaan Gina dan membuat gadis itu tertampar sekarang.

"Andai gue tau akhirnya kayak gini, mungkin gue lebih milih gak jatuh cinta terlalu dalam sama Gerald," ujarnya pelan.

Jatuh cinta tidak ada yang tau kapan dan kepada siapa dia berlabuh kan? Jadi jangan salahkan Gina kalau ia mencintai seorang cowok bernama Gerald itu.

Bosan karena terlalu lama di balkon, Gina memutuskan untuk kembali kedalam kamar dan berbaring di atas kasur empuknya.

Gadis itu menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Pikirannya selalu tertuju pada cowok bodoh yang menyia-nyiakan cintanya itu.

Gina terkekeh, "coba aja Lo sehari jadi gue ya Ger, pasti Lo bakal rasain apa yang gue rasakan. Ngelupain Lo itu gak mudah, setelah berjuang dapetin Lo, bahkan sekarang gue juga lagi berjuang buat ngelupain Lo."

Dia seperti gunung, yang tak sampai ketika dipeluk, dia seperti kupu-kupu, yang akan ditangkap namun pergi, dan dia seperti Gerald, yang dicintai Gina namun acuh dan tidak peduli.

"Jadi jika besok gue gak recokin Lo jangan cari gue ya, sebab gue udah gak butuh Lo lagi dalam hidup gue," lanjutnya lalu mencoba tidur.

Besok, iya besok, Gina akan bertransformasi menjadi bunga mawar, ia tidak mau terluka lagi, namun ia akan berusaha melindungi dirinya agar tidak terluka. Apapun itu, bagaimanapun itu, Ia harus menyiapkan hati dan mental bajanya untuk melawan rasa sakit yang kemungkinan bertubi-tubi akan datang.

***

Pagi hari esoknya benar-benar cerah tapi tidak secerah hati Gina, gadis itu bahkan banyak diam dan murung. Dan ketika jam istirahat Ia tidak pergi ke kantin ketika Dinda dan Riri mengajaknya dan ketika pulang menunggu sekolah benar-benar sepi.

"Lo kenapa sih Gin? Dari kemarin Lo murung, sesudah itu kah Lo buat move on?" tanya Dinda ikutan sedih.

"Lo terlalu lebay tau gak Gin?! Boleh Lo sedih, boleh Lo kecewa, tapi jangan kayak gini! Bukan Lo banget tau!" tambah Riri.

Gina menghela nafas berat, "kalian gak bakal pernah tau rasa sakitnya kayak apa, kalian mungkin gak bakal pernah rasain," ujarnya.

"Rasa sakit kayak gimana yang gak gue rasain? Patah hati gue udah rasain, cuma di anggep temen juga gue udah rasain, rasa sakit apa lagi cobak? Menyerah untuk dapetin orang yang Lo suka maksud Lo?" sahut Dinda sedikit tidak terima perkataan Gina barusan.

"Sepatah hati itu kah Lo Gin? Sampe Lo berbicara seolah Lo yang paling menderita disini?" sambar Riri dengan ucapan pedasnya.

"Percuma gue jelasin, toh sama aja, semua gak bakal bisa balik lagi seperti semula. Lo sih enak Ri, pacar Lo setia banget, dan Lo Din, Lo mungkin udah lama banget mendam perasaan Lo sama Vian, dan saat Lo ungkapin Vian responnya baik banget, dia bahkan masih mau temanan sama Lo, lah gua? Ah udah lah, males gue jelasin. Lama-lama dibilang egois gue nya," papar Gina lalu bangkit berdiri dari duduknya dan pergi keluar kelas meninggalkan Dinda dan Riri yang termenung karena ucapan gadis itu

Berbeda tempat, Gina berada di toilet cewek. Gadis itu membasuh wajahnya yang kusut. Ketika sudah membasuh Gina memegang ujung wastafel dengan menatap bayangan wajah dan sebagain tubuhnya.

"Gue tau gue itu seburuk apa, tapi seburuk itu kah gue sampai cinta tulus dari gue di percumain gitu aja?" tanyanya pada pantulan bayangannya.

Saat ini detik ini, Gina benar-benar berubah menjadi dirinya sendiri yang tidak memakai topeng apapun. Mau disekolah mau pun di rumah sama saja, Gina selalu merasa hampa dan sunyi, se berisik apapun tidak pernah sama sekali membuat Gina terganggu.

Meskipun ayahnya dan Gina sudah baikan, bukan berarti Gina baik-baik saja, gadis itu semakin kesepian.

Sesulit itukah untuknya berbahagia? "Gue penasaran dosa apa yang gue perbuat dimasa lalu sampai dimasa sekarang pun gue selalu menderita," ujarnya bermonolog.

Helaan kecil dari mulutnya, ia tidak mau memakai topeng lagi, sudah cukup untuk dirinya membohongi orang lain dan juga membohongi dirinya sendiri. Gina tidak mau membuat sebuah kebohongan lain untuk mendapatkan kebohongan lain lagi.

Inilah dirinya, Gina yang pendiam dan Introvert bukan Gina yang ceria dan banyak omong, ia tidak bisa memaksakan dirinya lagi untuk terlihat baik-baik saja. Enough!

Ia memilih keluar dari toilet untuk kembali ke kelas, saat diperjalanan melewati koridor, ia tidak sengaja melihat orang yang sudah ia perjuangkan mati-matian untuk mendapatkan cintanya. Gerald Mahendra, cinta pertamanya, benar kata orang, cinta pertama tidak akan pernah selalu berhasil, contohnya adalah cinta Gina.

Gadis itu lalu memutuskan kontak mata dengan cowok itu dan berjalan melewatinya begitu saja, tidak ada sapaan ataupun godaan yang keluar dari mulutnya.

Alder dan Vian yang ikut serta bersama Gerald memandang Gina heran. Jadi ucapannya benar toh kemarin.

"Gue harap Lo bener-bener nyesel nantinya Ger, orang yang Lo perjuangin udah nyerah," celetuk Alder.

Gerald diam, dari lubuk hatinya yang paling dalam, ada perasaan tidak terima dengan tindakan Gina tadi. Entah kenapa seolah ada yang hilang dari hidupnya, gadis itu biasanya merecoki Gerald, tapi sekarang? Gadis itu malah menyerah dan tidak mau berjuang lagi.

'segitu aja perjuangan Lo? Lemah banget?!' batin Gerald.

Cowok jangkung itu menyungging  senyuman kemudian berkata, "yang benar-benar tulus seharusnya gak akan pernah nyerah."

Vian menoleh ke arah Gerald, apa kata cowok itu? Hah! Bullshit! "Dan yang benar-benar egois seharusnya sadar diri!" sambar Vian lalu melajukan langkahnya meninggalkan Gerald dan Alder yang tiba-tiba terdiam mematung akibat ucapan cowok itu.

Skakmat, itulah yang Gerald rasakan. Bahkan berkutik pun tidak bisa.

"Mampus kan Lo Ger?" Alder

Siguiente capítulo