webnovel

Dendam Amara

Yunxi hanya bisa geleng-geleng kepala ketika melihat atasannya kini tengah melamun di balik meja kerjanya. Senyumnya tidak memudar sedetik pun, membuat Yunxi bertanya-tanya, apakah CEO-nya ini sudah mulai gila karena tidak kunjung mendapatkan jodoh di usia yang sudah matang itu.

"Menurutmu … warna sepatu apa yang cocok diberikan sebagai hadiah?" tanya Sean tiba-tiba.

Yunxi menoleh, melihat Sean yang sekarang menatapnya dengan serius. "Memangnya siapa yang ingin kamu berikan, Tuan?"

"Kamu ingat dengan karyawan baru bernama Sarah, kan? Yang sekarang saya tempatkan di divisi desain di Gedung Vermillion Jade?"

Yunxi tampak terkejut, walau agak berlebihan. "Tuan benar-benar menyukainya?"

Sean memalingkan wajah. "Saya pikir … iya. Karena saya tidak bisa lepas memikirkan dia," akunya. "Jadi menurutmu … bagaimana?"

Yunxi mulai menimang-nimang jawabannya. Ia harus memberikan usulan terbaik, karena ini menyangkut kebahagiaan atasannya juga yang akhirnya menemukan sang tambatan hati. "Jika Tuan ingin melihat kakinya terlihat seksi, warna merah pilihan yang tepat. Tetapi jika Tuan warna lebih kalem maka warna coklat adalah pilihan yang bagus juga."

Sean menganggukan kepala mengerti. "Kalau begitu tolong belikan dua warna itu, dan pilih model sesuai seleramu. Karena saya pikir, seleramu sangat baik," ucapnya seraya menyerahkan kartu berwarna hitam di atas meja. "Dan jangan lupa sekalian kamu berikan ke Sarah."

"Baik, Tuan."

****

Hari pertama Sarah mulai bekerja, hari pertama pula Sarah tidak melihat pemandangan langit sore yang biasa menyapanya dengan hangat. Karena kini Sarah harus bertemu dengan langit malam dan kesunyian akibat menyelesaikan beberapa tugas pekerjaan yang menumpuk dari Amara.

Sedangkan wanita itu sudah pulang kantor sejak sore tadi, membiarkan Sarah kelelahan sendiri. Benar-benar Amara tidak membiarkannya meninggalkan meja kerja sejak pagi tadi. Padahal bisa saja Sarah melapor kepada Pak Budi, tetapi tidak dia lakukan. Dia tidak ingin masalahnya dengan Amara semakin berlarut-larut, jadi dia hanya bisa mengusap dada saja melihat perlakuan buruk Amara kepadanya.

Kini wanita itu sedang berdiri sendirian di sebuah halte yang jaraknya tidak jauh dari kantor. Sudah sekitar lima belas menit dia menunggu sebuah bis yang menuju rumahnya, tapi tidak kunjung dia temukan.

Hingga akhirnya sebuah mobil sedang berwarna hitam berhenti di depan halte, membuat Sarah mengernyit karena cahaya silau dari lampu kendaraan itu. Dan seorang pria turun dari sana, dengan kemeja berwarna hitam yang sangat pas ditubuhnya, membuat lelaki itu tampak lebih tampan dari biasanya.

"Sarah?" Pria itu mendekat, di detik itu juga Sarah tersadar dari lamunannya tentang lelaki yang selalu mempesona di hatinya itu. "Sedang apa kamu di sini?"

"Aku sedang menunggu bis di sini," jawab Sarah dengan senyum mengembang.

"Memangnya kamu habis dari mana? Malam-malam begini baru mau pulang ke rumah? Kamu tahu kan kalau malam sangat tidak bersahabat dengan para wanita?"

Sarah terkekeh menanggapinya. "Aku baru pulang kerja."

"Kerja?"

"Ya, aku hari ini sudah resmi menjadi karyawan di Perusahaan Star Aurora."

Pria itu mengerjap. "Maksudmu … perusahaan milik Sean D'Angelo?"

"Aaaaa … tepat sekali."

Pria itu tampak tidak ingin membahasnya lebih lanjut, niatnya berhenti dan menghampiri Sarah karena ingin mengantarkannya pulang, dan niatnya itu sedari tadi belum sempat diucapkan. "Kalau begitu lebih baik kamu aku antar pulang, ya? Naik kendaraan umum malam-malam begini sangat bahaya dan tidak disarankan, lho."

Sebenarnya Sarah ingin langsung menyetujui tawaran itu, tapi dia juga tidak ingin merepotkannya, jadi Sarah memutuskan untuk menggelengkan kepala. "Tidak usah, nanti aku merepotkanmu."

"Kamu tidak pernah merepotkanku, Sarah." Tanpa meminta izin lebih dulu, pria itu menarik tangan Sarah, kemudian membukakan pintu mobil dan menyuruh Sarah untuk masuk ke dalam. "Aku tidak menerima penolakan, lho."

Sarah hanya bisa pasrah dan memilih masuk ke dalam mobil mewah itu.

Pria yang kini sudah masuk ke dalam mobil dan melajukannya itu adalah Agustaf D'Lucifer. Dia adalah teman pria Sarah sejak SMA karena mereka berdua satu sekolah. Dan semenjak Sarah duduk di bangku SMA pula, dia menyukai Agustaf, hingga kini, perasaannya masih terpendam hingga dalam, tidak berani mengungkapkan.

Alasan utama Sarah tidak berani mengatakannya karena Agustaf sangat berbeda dalam segala hal. Dia pria tampan dari keluarga terhormat, semua orang mengenalnya. Dia memiliki usaha di berbagai bidang, sungguh sempurna hidupnya. Sedangkan Sarah? Dia hanya perempuan biasa yang sedang berusaha mengubah takdir di dalam hidupnya agar menjadi lebih baik, membahagiakan Nenek serta Bibinya yang tidak pernah meninggalkannya dikala dia terpuruk dan mendapatkan masalah akibat Ibu kandungnya sendiri.

Sarah cukup sadar diri untuk tidak ingin lebih dekat dengan Agustaf, walau tidak rela juga jika pria itu jauh. Ditambah lagi, Agustaf sangat perhatian terhadapnya.

****

Amara membanting tasnya kesal ke kasur. Niat hati ingin mengerjai Sarah agar pulang malam dan bertemu pria jahat di jalan, tapi yang dilihat Amara justru pria tampan yang datang menghampirinya bak superhero. Agustaf mengantar Sarah pulang adalah pemandangan yang sangat memuakkan untuk Amara.

Mengapa Sarah selalu dikelilingi oleh pria-pria tampan yang baik hati. Dia selalu bahagia, di atas penderitaannya.

Seharusnya Sarah dan Ibunya tidak pantas merasakan kebahagiaan, sama seperti Amara. Dia tidak terima jika harus selalu kalah dari Sarah.

Amara melirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul setengah sebelas malam. Dia sekarang tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan gerakan cepat, wanita itu melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum menjalankan misinya malam ini.

Amara hanya membutuhkan waktu lima belas menit di dalam kamar mandi, dia sangat terburu, bahkan kini saat dia memilih pakaiannya dengan tegesa dan menggunakannya cepat.

Amara memilih boluse berwarna merah, blouse itu tidak terlalu panjang, berada tepat di atas paha, memperlihatkan pahanya yang mulus itu. Dibagian pundak hingga punggung belakang gadis itu juga terlihat, benar-benar pakaian sexy yang biasa dia kenakan saat akan ke acara pesta atau hiburan malam. Seperti saat ini, wanita itu akan menuju ke sebuah bar yang berada di pusat kota, bar yang lumayan besar dan terkenal.

Bukan tidak ada alasan Amara datang ke tempat itu saat tubuhnya bahkan lelah bekerja. Bar itu adalah milik Agustaf. Walau tidak terlalu sering pergi ke sana, Amara selalu menemukan pria itu berada di sana. Dan ini adalah kesempatan emas untuk Amara memulai misi menaklukan pria itu. Sarah harus merasakan, bagaimana perasaan sakit karena seseorang yang berada di sekitarnya direnggut dengan paksa oleh orang lain.

Amara melangkah keluar seraya tersenyum miring dengan sepatu heels yang membuat kaki jenjangnya terlihat menawan. Dia berangkat ke sana sendiri mengendarai mobilnya.

Siguiente capítulo