webnovel

34. Mimpi

"Aku serius dengan tidak menyuruhnya kembali ke rumah," Almira menjawab pertanyaan dari salah satu sahabatnya itu.

Almira benar-benar tidak ingin melihat sang adik di hari-hari menjelang pernikahannya sebab itu bisa membuatnya merasa kesal dan kehilangan kebahagiaannya. Dan tidak ada yang tahu apa yang apa yang sudah dilakukan olehnya pada sang adik.

Salah satu sahabatnya hanya bisa menggelengkan kepala karena melihat tingkah Almira yang bisa jahat pada sang adik lalu dia berkata, "Sudahlah jangan membahas itu lebih baik kita bersenang-senang."

"Iya. Lebih baik kita melakukan hal yang menyenangkan sebelum hari pernikahanmu," timpal seorang sahabat lainnya.

Di sisi lain Fahira yang sedang berada di dalam kamarnya masih berusaha untuk melatih kedua kakinya agar benar-benar bisa berjalan seperti semula. Banyak yang harus dia kerjakan dan juga dia tidak ingin selalu bergantung pada kedua mertuanya dan juga selalu duduk di kursi rodanya.

Setelah kedatangan umi tadi untuk mengantarkan makan malam dan dia juga sudah meminta izin untuk bekerja kembali setelah kedua kakinya bisa berjalan lagi. Sekarang yang dia pikirkan adalah bagaimana caranya untuk meminta izin pada suaminya sebab selama ini dia tidak pernah menghubungi Azmi terlebih dahulu.

Fahira pun tidak mau mengganggu pekerjaan suaminya, ditambah lagi dia tidak tahu pekerjaan yang dilakukan oleh suaminya. Yang dia tahu dari cerita sang umi jika Azmi bekerja sebagai salah satu dosen di sebuah universitas. Namun, dia tidak bertanya lebih lanjut lagi tentang dosen apa dan di universitas mana.

"Mengapa aku ingin tahu tentang dirinya?" gumam Fahira.

Namun, rasa ingin tahunya semakin besar dan dia pun mulai mencari tahu siapa suaminya itu. Dia mulai membuka ponselnya dan mencari semua informasi tentang suaminya itu. Fahira menemukan semua data tentang kegiatan sang suami tetapi itu hanya sedikit saja dan yang ada hanya profil pendidikan dan pekerjaan saat ini.

Akan tetapi, Fahira merasa ada yang aneh saja dengan apa yang dia temukan itu, tidak ada pekerjaan sampingan lainnya yang mengatakan tentang sang suami yang mengharuskan pergi ke luar negeri. Fahira menghempaskan pikiran itu lalu dia menyimpan ponselnya di atas nakas lalu dia memadamkan lampu kamar. Dia merebahkan tubuhnya dan mulai memejamkan kedua matanya.

"Cepat selamatkan dia," teriak seorang wanita yang melihat ke arah Fahira dengan darah yang ada di wajahnya.

Fahira tidak mengerti dengan apa yang terjadi, dia terus melihat sekeliling begitu banyak korban yang tergeletak di atas lantai dan darah di mana-mana. Dia berusaha untuk mencari tahu apa yang sudah terjadi mengapa begitu banyak mayat dan darah di hadapannya.

Dia berusaha untuk berdiri tetapi tidak bisa dan wanita itu masih saja berteriak untuk meminta bantuan dan menyelamatkan seseorang sembari menunjuk ke arah yang ada di samping Fahira. Perlahan kedua mata Fahira mengikuti tangan wanita itu dan dia melihat seseorang yang sedang ditodong senjata api tepat di kepalanya.

Namun, Fahira tidak bisa melihat wajah dari orang itu dan kembali dia melihat dan mendengar teriakan wanita yang berusaha untuk meminta bantuan. Wanita itu berusaha untuk berdiri meski sekujur tubuhnya sudah penuh dengan luka tetapi dia masih saja berusaha untuk bangkit dan meminta bantuan.

Fahira melihat ada seseorang yang menggunakan penutup kepala dan berjalan mendekat dan orang itu memegang senjata api di tangan kanan. Orang itu semakin dekat dan berhenti tepat di depannya lalu senjata itu di arahkan pada wanita yang meminta tolong itu. Letupan senjata api pun terdengar begitu jelas dan peluru pun bersarang di kepala wanita itu.

Fahira terkejut dengan apa yang terjadi dan orang itu pun kembali berjalan menuju seseorang yang tadi ditunjukkan oleh wanita itu. Sekarang dia pun melihat ke arah orang itu berjalan.

"Bunuh dia sekarang juga sehingga kita bisa terbebas," ucap orang yang tadi baru saja membunuh wanita yang berada di dekat Fahira.

Fahira berusaha untuk melihat siapa orang yang hendak dibunuh itu, dia yakin jika orang itu adalah orang yang sangat penting sehingga harus dibunuh. Dia berusaha untuk berjalan tetapi tidak bisa, Fahira hanya bisa menggunakan kedua tangannya dan menarik tubuhnya agar bisa mendekat ke arah orang yang akan dibunuh itu.

Perlahan orang itu pun membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah orang yang menggunakan penutup kepala itu. Betapa terkejutnya Fahira saat melihat orang yang akan di bunuh oleh para penjahat itu.

"Tidak," teriak Fahira sembari berusaha untuk berdiri dan menyelamatkan orang yang ada di depannya itu.

Fahira tidak ingin melihat orang itu mati begitu saja tanpa ada perlawanan, dia berusaha untuk berdiri dengan kedua kakinya lalu berlari menyelamatkan orang itu. Dia terus berusaha dengan sekuat tenaga untuk berdiri meski itu terasa menyakitkan tetapi dia tidak ingin melihat orang itu mati terbunuh.

Dia melihat ke arah orang itu sembari terus berusaha untuk berdiri, Fahira melihat orang itu tersenyum ke arahnya. Fahira tidak mengerti dengan orang itu mengapa memberikan senyum padanya. Padahal saat ini nyawanya berada di ujung kematian.

"Aku tidak boleh membiarkannya mati," gumam Fahira lalu dia mulai mengeluarkan semua tenaganya untuk berdiri.

Dia pun berhasil berdiri dan berlari ke arah orang itu tetapi waktunya tidak cukup karena terdengar letupan senjata api dan orang itu pun terjatuh ke atas lantai. "Tidak."

Fahira langsung terbangun dan tubuhnya sudah basah oleh keringat dan napasnya pun tidak beraturan, "Ini hanya mimpi."

Dia berusaha untuk menenangkan dirinya lalu dia menyalakan lampu yang dekat di nakas, dia mengambi; segelas air putih lalu meminumnya. Fahira tidak tahu mengapa mimpinya bisa seburuk itu dan dia berharap jika mimpinya itu tidak menjadi kenyataan, dia tidak ingin kehilangan orang-orang yang ada di dekatnya baik itu saudara atau keempat anggota tim lainnya.

"Aku harap mereka berempat dalam keadaan baik-baik saja dan dia juga," Fahira berkata lalu dia menyimpan gelas di atas nakas.

Dia pun mematikan lampunya lagi dan berusaha untuk tenang dan kembali tertidur tetapi dia tidak bisa kembali tidur karena masih terpikirkan mimpinya itu. Dia akhirnya berdoa untuk menenangkan dirinya dan akhirnya dia pun terlelap.

Belum saja dia tertidur, ponselnya berdering dan itu membuatnya kembali terbangun. Fahira langsung mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menghubunginya tengah malam begini. Dia melihat nomor yang tidak dikenalnya, dia sedikit ragu untuk mengangkatnya tetapi dia takut jika yang menghubunginya adalah orang yang dia kenal dan membutuhkan bantuannya.

"Halo," ucap Fahira setelah dia mengangkat teleponnya.

Dia mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang yang ada di seberang teleponnya lalu dia berkata, "Kau bisa mengulur waktu sampai aku bisa tiba di sana?"

Siguiente capítulo