webnovel

Miss Adaline dan Sebuah Janji

Usai Pangeran Rhysand mengatakan itu padanya. Audrey cepat-cepat undur diri dari hadapan Pangeran Rhysand. Ia tidak mau kalau harus berlama-lama di depan lelaki itu.

"Saya berada di depan ruangan Pangeran, jika Pangeran membutuhkan."

"Tidak, kembali saja ke tempatmu." tutur Pangeran Rhysand padanya.

Betapa senang Audrey saat ia kembali ke ruang bawah tanah, tempat di mana para maid berada. Ternyata, saat sore hari, para maid sudah banyak yang kembali.

Ruang bawah tanah yang dipakai oleh para maid berisikan banyak sekali tempat tidur maid. Mereka disatukan dalam satu ruangan. Audrey tidak tahu dan malas menghitung berapa banyak maid yang berada di ruang bawah tanah ini. Yang jelas, lebih dari lima puluh. Tampaknya.

Di depan mata Audrey, ia melihat beberapa maid baru yang mematutkan pakaian. Mereka yang sangat cantik itu tampak begitu senang dengan pakaian maid kerajaan Atalaric ini.

"Kamu tidak mau mencoba pakaianmu juga?" tanya Miss Adaline kepada Audrey.

Audrey terkejut saat mendengar suara Miss Adaline dari belakangnya. Yang disebut, malah tersenyum tanpa dosa padanya. Dasar wanita tua. Meskipun Audrey masih muda, dia bisa saja jantungan, tahu!

"Ah, tidak." jawab Audrey menyembunyikan sungutannya itu.

"Wah, sayang sekali. Padahal, aku penasaran kalau kau memakai pakaian-pakaian itu."

Miss Adaline mengerling, melihat buntalan yang diberikan Hugo sewaktu pertama kali ia ke sini.

Audrey melirik ke arah buntalan itu. Benar saja, buntalan itu berwarna-warni. Hari ini ia memakai warna hitam. Besok warna apa, ya?

Audrey penasaran dengan itu.

"Bagaimana diskusimu, melihat wajahmu yang berbinar, tampaknya lancar?" tanya Miss Adaline sembari duduk di ranjang Audrey.

Audrey turut duduk di sampingnya, "Untunglah aku tidak terlambat."

"Aku ikut senang untukmu. Oh, ya, aku dengar desas-desus di dapur, ada maid baru yang tidak bisa membaca, lho."

Audrey terkejut bukan main saat Miss Adaline mengatakan itu. Tepat di depannya.

Ya ampun! Para maid di sini memang benar-benar, ya. Satu kabar kecil saja, bisa menyebar luas. Pasti ada yang menyebarkan rumor tentang ketidak mampuan Audrey membaca dan menulis.

Cih, sial. Gadis mana yang berani menyebarkan itu? Rasanya ingin Audrey sumpal dengan pakaian baru mereka.

"Aku tidak tahu, tapi kurasa... Kurasa dia akan kesusahan beradaptasi di sini. Semuanya, membutuhkan bacaan."

Audrey mengangguk. Dari awal, buku maid yang super tebal itu semuanya berisikan aturan. Yang mana, Audrey tak mampu membacanya.

Ah... Sungguh menyulitkan!

Audrey membuka bibirnya, "Miss Adaline, maukah kau membantuku belajar?"

Miss Adaline sedikit mengernyit. Terlihat jelas, Miss Adaline sulit mengetahui maksud dari Audrey.

"Miss Adaline, akulah gadis yang tidak bisa membaca itu."

*

Belum genap Miss Adaline merampungkan keterkejutannya, Mademoiselle Edeva datang di hadapan mereka.

Gadis itu datang dengan kipasnya. Besertaan sikap angkuhnya, ia menjajaki ruang bawah tanah. Walaupun Mademoiselle Edeva merupakan maid, tetapi ia mendapatkan tempat yang jauh lebih baik. Sebuah ruangan pribadi yang bersisian dengan Tuan Mallory, kepala chef dan juga Hugo. Walaupun Hugo lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berjaga di depan kamar Pangeran Rhysand.

"Selamat datang para maid baru." cetus Mademoiselle Edeva kepada maid baru, walaupun di sana juga ada maid senior, seperti Miss Adaline.

"Saya Mademoiselle Edeva mengucapkan selamat kepada kalian."

Sontak, ruangan bawah tanah itu diisi dengan tepuk tangan yang sangat meriah. Mademoiselle Edeva tersenyum bengis nan licik.

Ia kembali menambahkan, "Ingat, pelajari semua peraturan yang tercantum di dalam buku. Lakukan seluruh jadwal itu tanpa kesalahan. Dan juga, jangan lupakan topeng kalian. Kalian tahu bukan, apa konsekuensi yang harus ditanggung jika melanggar aturan?"

Audrey mendengus. Dasar, siluman. Semuanya tahu konsekuensi melawan Pangeran Rhysand serta seluruh jajarannya. Yakni, menggadaikan nyawanya sendiri kepada orang itu.

*

"Kau yakin tidak bisa membaca dan menulis?" tanya Miss Adaline kepada Audrey setelah mereka duduk mengambil makanan di ruang makan.

Audrey mengangguk, "Aku kurang beruntung."

Ia menenggak minuman yang disediakan. Matanya melirik seluruh selak-beluk ruang makan ini.

Ini pertama kalinya Audrey menjejakkan diri di ruang makan. Sebab, sedari tadi siang, bayi besar yang diasuhnya sama sekali tidak mau ditinggal. Ia membiarkan perutnya kosong.

Ternyata, ruang makan mereka itu sangat besar. Sayangnya, juga sedikit berdebu dengan plester abu-abu. Tentunya, tidak ada cahaya matahari yang masuk. Karena masih berada di ruang bawah tanah.

Audrey melirik makanan di depannya. Ia menyendokkan makanan itu.

Oh my God! Baru kali ini, Audrey merasakan roti yang begitu nikmat. Setelah sekian lamanya ia makan roti keras, roti berjamur, yang tersedia di rumahnya.

Ternyata, inilah!! Inilah cita rasa roti yang sesungguhnya. Empuk, diisi dengan daging panggang yang melumer.

Boleh tidak, ia memasukkan roti-roti ini untuk dibawa pulang? Pasti Pruistine dan Nissim akan sangat menyukainya!

Wajah Audrey yang berkilat-kilat ditangkap oleh Miss Adaline, "Baru pernah mencobanya?"

"Miss Adaline tahu sendiri, rakyat jelata seperti ku hanya bisa makan roti gandum keras sisa bangsawan."

"Aku pernah merasakannya dulu. Tetapi, roti ini masih kalah jauh dengan makanan milik Sang Pangeran atau Raja Atalaric. Mereka bisa makan daging berbumbu yang nikmat sekali,"

Mata Audrey membeliak. Daging lumer? Oh ya ampun... Mendengarnya saja air liurnya sudah menetes.

"Apakah aku bisa mencobanya suatu saat?"

"Entahlah, aku saja baru sekali seumur hidup, itu pun sembunyi-sembunyi." Miss Adaline berbisik.

Audrey tertawa karenanya, "Mungkin aku harus banyak berguru padamu, Miss Adaline."

"Ya, termasuk belajar membaca dan menulis?" Miss Adaline menyodorkan gelasnya.

Audrey mendekatkan gelasnya. "tentu saja."

Mereka tertawa lalu bersulang dengan air putih yang hambar.

*

Siguiente capítulo