Saat ini keluarga Kafeel sedang melangsungkan makan malam bersama. Selama menyantap makan malam tidak ada satu patah kata pun yang terucap kecuali decap kenikmatan dari hidangan terbaik dan tentunya telah dieksekusi oleh Parviz.
Inilah yang selalu Bram da Dreena rindukan. Hasil masakan Parviz selalu memanjakan lidah, bahkan keduanya pun dibuat ketagihan karenanya.
"Mau nambah lagi, Ma?" Tawar Calvino.
Dreena menggeleng.
"Papa, sangat tahu bahwa Mama-mu ini paling menyukai masakan, Parviz." Mendekatkan wajahnya ke arah Calvino berirama dengan bisikan. "Mama-mu hanya gengsi saja, Vin."
Calvino terkekeh kecil.
"Apa saja yang kau katakan pada Putra-ku, hah?" Tanya Dreena dengan suara sedikit meninggi diiringi dengan tatapan sinis.
Bram terlihat menyungging senyuman terbaiknya. "Tidak ada kecuali aku mengatakan padanya bagaimana kalau besok kita makan malam diluar."
Ditatapnya Calvino dengan tatapan menajam seolah memintanya untuk berkata jujur. "Benarkah yang Papa-mu katakan?"
Ah, shitttt kenapa Papa selalu saja mengajariku untuk berbohong. Kesal Calvino.
Mendapati sang putra masih saja memilih diam dengan menutup rapat bibirnya telah memaksa Bram menginjak kaki Calvino seolah memintanya untuk segera berbicara. Bagaimana pun juga Bram paling malas jika dihadapkan pada perdebatan bersama istri tercinta. Menurutnya hanya membuang - buang waktu dan tenaga.
"Sudahlah, Ma. Biarkan Calvino menghabiskan dulu makanannya." Sela Bram.
Ditatapnya Bram dengan ketajaman penuh sebelum melemparkan tatapannya ke arah putra tercinta. "Vin, apa kau tidak mendengar apa yang Mama katakan, hah?" Geramnya.
Calvino langsung mendongakkan wajahnya dengan tatapan menengadah. "Ma, sudahlah. Untuk apa harus membesar - besarlah masalah yang sama sekali tak penting seperti ini." Setelahnya, menguncikan tatapannya ke arah ayah tercinta. "Okay, Pa. Besok kita akan makan malam diluar." Setelahnya, ditatapnya mama tercinta. "Mama, setuju kan?"
"Terserah kau saja yang terpenting tidak sampai menganggu waktu kerja mu."
"Tentu saja tidak. Baiklah, kalau begitu Calvin ke kamar dulu ya, Ma." Mencium kening Dreena, setelah itu beralih ke Bram.
"Kenapa harus buru - buru, Vin? Ini belum terlalu malam. Lebih baik kita ngobrol - ngobrol dulu." Merangkul pundak Calvino membimbingnya menuju ruang santai.
Saat ini keluarga Kafeel sedang terlibat ke dalam perbincangan hangat seputar Calista yang berada di Indonesia. Dan ... berbicara tentang Indonesia tentu saja mengingatkan Calvino pada sesosok wanita yang telah mencuri perhatiannya akhir - akhir ini yaitu Kiara Larasati.
Dihembuskannya nafas berat yang dia buang secara perlahan supaya tidak diketahui olah Dreena atau pun Bram. Sayangnya, semuanya tak pernah lepas dari pengamatan ayah tercinta.
Risih, itulah yang Calvino rasakan atas tatapan sang ayah. Siluet coklatnya menggeliat tak nyaman. Seolah paham dengan yang dirasakan oleh putra tercinta telah membuat Bram melembutkan kembali tatapannya. "Bagaimana dengan perusahaan yang ada di Indonesia?"
"Semua aman terkendali, Pa."
"Lalu, bagaimana dengan rencana pembukaan cabang baru di sana?"
"Untuk itu masih 50%."
Tidak suka dengan sikap Bram yang membebankan semua urusan perusahaan ke pundak putra tercinta telah memaksa Dreena menyahut. "Tidak bisakah kau mengurusnya sendiri. Calvin, juga perlu menata masa depannya. Selama ini waktunya habis untuk mengurus perusahaan. Ingat, diusianya yang sudah matang dia belum juga memiliki kekasih."
Tak ayal kalimat yang baru saja meluncur dari bibir Dreena telah membuat Calvino - Bram tersentak. "Inilah caraku mendidik Putra-ku. Bagaimana pun juga Calvin lah penerusku jadi, dia harus menggelutinya mulai sekarang."
"Aku tahu tapi, tidak dengan-"
"Sudahlah, Ma. Kau tidak akan pernah paham dengan urusan laki - laki." Potong Bram cepat. Setelah itu ditatapnya kembali putra tercinta. "Perbincangan kita tadi sampai mana, Vin?"
Kini, keduanya kembali terlibat ke dalam perbincangan seputar perusahaan dan tentu saja hal tersebut membuat Dreena muak sehingga menyela kembali dengan melemparkan kata - kata sarkastik. "Tidak bisakah kalian ini tidak membahas masalah kantor di-"
"Memang seperti inilah perbincangan antara lelaki." Potong Bram cepat.
"Kalian berdua kompak sekali." Mencondongkan wajahnya ke depan. "Kalau begitu kembalikan Putri-ku padaku!" Nada suaranya terdengar tajam, setajam tatapan yang dia lemparkan ke arah suami tercinta.
Dan tentu saja hal tersebut membuat Calvino tersentak dengan pemandangan tak biasa yang tersaji didepan mata. "Apa maksud perkataan, Mama?"
Ditatapnya Calvino dengan tatapan penuh kesedihan "Kembalikan Adik-mu ke pelukan, Mama. Kau tentu tahu bagaimana penderitaan seorang Ibu yang dijauhkan dari Putri kandungnya sendiri kan."
Bermanjakan perbincangan Dreena - Calvino yang akan meruncing ke dalam perdebatan sengit, Bram langsung menyahut. "Sudahlah, bukankah kau tahu betul alasan dibalik semua ini. Masalah ini sudah pernah kita bahas jadi, tidak perlu untuk dibahas berulang kali."
Terlalu muak dengan sikap keras kepala Bram yang berpendirian teguh pada alasan klasik telah mengikis habis kesabaran Dreena sehingga memutuskan melenggang dari sana.
"Papa, juga sih. Tuh kan Pa, Mama jadi marah."
Bram seperti tak perduli dengan apa pun yang Calvino katakan sehingga memilih mencondongkan wajahnya ke depan. "Kau belum menjelaskan kepada, Papa."
Siluet coklat membeliak seketika, bersamaan dengan itu menegakkan duduknya. "Apa maksud, Papa."
"Jangan pura - pura bodoh, Vin. Apa terjadi sesuatu selama perjalanan mu ke Indonesia? Maksud Papa apa sesuatu yang buruk sudah menimpa Adik-mu?"
"Earl, baik - baik saja. Papa, tidak perlu khawatir akan hal itu."
"Lalu?" Berpadukan dengan tatapan menelisik pada wajah tampan.
"Lalu, apa Pa?" Desah lelah Calvino.
"Jika bukan masalah Earl, atau pun perusahaan berarti masalah ini berhubungan dengan wanita."
Kalimat yang baru saja menyentak pendengaran telah membuat Calvino terperenyak sehingga terpaksa menelan kasar saliva. Tak ayal umpatan demi umpatan telah mengiringi pergerakan bibirnya disuguhi akan interogasi sang ayah.
Entah Bram benar - benar tahu akan masalah pelik yang sedang dihadapi oleh putra tercinta atau sekedar menebak - nebak saja. Yang jelas perbincangan demi perbincangan telah mengarah ke permasalahan seputar wanita.
"Bagaimana hubungan mu dengan siapa itu wanita yang sedang dekat dengan mu saat ini?"
"Calvin, sedang tidak dekat siapa pun, Pa."
Tatapan Bram memicing hingga keningnya berkerut. "Tidak dekat dengan siapa pun?"
"Ya sudah kalau begitu Calvin ke kamar dulu ya, Pa." Langsung beranjak dari duduknya, melenggang begitu saja tanpa memperdulikan tatapan sang ayah yang menghujaninya dengan tatapan nanar.
Dasar Anak muda. Batin Bram sembari menyesap minuman kesukaan. Setelah itu langsung melenggang ke dalam kamar menyusul istri tercinta.
Ketika pintu terbuka dihembuskannya nafas berat yang dia buang secara perlahan bermanjakan punggung ringkih yang terlihat bergetar hebat.
Meskipun tidak terdengar suara isak tangis, akan tetapi Bram sangat yakin bahwa istri nya sedang berteman dengan air mata dan tentu saja hal tersebut berpusat pada putri mereka yaitu, Calista Earle Kafeel.
Tidak tega disuguhi kesedihan istri tercinta dia pun memutuskan untuk keluar kamar dengan menutup pintunya perlahan.
🍁🍁🍁
Next chapter ...
Hai, guys!! Terima kasih ya masih setia menunggu kelanjutan dari cerita Calvino. Dukung selalu dengan memberikan power stone atau komentar, karena itu sangat berarti untuk kelanjutan dari cerita ini. Peluk cium for all my readers. HAPPY READING !!