Siapa?
Rafael melirik hany yang sejak tadi tersenyum dengan ponselnya. Rasanya ingin sekali bertanya dan mencaritahu apa yang membuat gadis disampingnya itu tersenyum manis.
Ahh.. Senyumnya benar-benar manis. Sampai membuat Rafael ingin mencicipi bibir yang pasti rasanya manis juga.
Tapi Rafael mengurungkan niatnya. Dia butuh hany hanya untuk mengandung dan melahirkan anaknya, tidak main perasaan. Rafael langsung menepis pikirannya.
Apa ini yang disebut cemburu?
Gila. Rafael merasa dirinya mungkin sudah gila karena ini, bisa-bisanya dia cemburu pada gadis yang tak sengaja dia kenal, baru saja dia kenal. Tapi hany artinya akan menjadi ibu dari anak Rafael, seperti mama dan dia papanya, seperti sang ayah.
Bukannya mama dan papanya saling mencintai, lalu Rafael dan Bisma hidup bahagia. Lalu kalau nanti anaknya lahir dan Rafael menyuruh hany pergi, akankah anaknya bahagia.
Ahkk...
Pemikiran Rafael sudah terlalu jauh. Rafael mencoba mengakhiri. Sampai supir Rafael mengatakan kalau mereka sudah sampai di klinik.
"Tuan, sudah sampai di klinik." kata hany yang terpaksa menyentuh lengan Rafael
Sejak tadi supir Rafael sudah mencoba menyadarkan Rafael dari lamunannya. Dia menatap keluar jendela tapi Rafael sama sekali tak merespon.
"Ahh.. Iya."
Baru setelah hany menyentuh dan menepuk tangan Rafael, dia baru tersadar.
Ouwhh..
Hany terkejut dibalik setelan kemeja kerja Rafael, ternyata tersembunyi lengan kekar Rafael. Hany tadi menepuk pundaknya tak sengaja mengenai sedikit lengan kekarnya.
Sangat kekar.
Hany suka. Hany langsung membuyarkan lamunannya. Hany tak bolah jatuh hati pada pria disampingnya. Hany hanya ingin membalas kebaikannya. Iya. Hanya balas budi. Tidak lebih.
Rafael turun dari mobil begitu juga dengan hany. Mereka masuk ke klinik dan menemui dokter kandungan yang sebelumnya rafael sudah membuat janji dengan dokternya.
Sesampainya didalam ruangan dokternya, Rafael langsung meminta hany untuk melakukan pemeriksaan. Dokter dan seorang suster pun langsung membawa hany ke ruang pemeriksaan.
"Semuanya baik, nona dalam kondisi siap hamil." Kata sang dokter yang kembali setelah memeriksa hany. Dia menemui Rafael. Rafael senang.
"Lakukan secepatnya dok." kata Rafyawl tak sabar, dia ingin segara menggendong anaknya. Anak kecil yang sangat dia suka dan menggemaskan.
"Baik tuan."
Tanpa membuang waktu, dokter itu langsung melakukan apa yang Rafael mau. Sebelumnya Rafael sudah melakukan pemeriksaan dan juga diminta untuk menyediakan spermanya. Giliran ini tinggal dokter yang menyuntikan sperma Rafael agar bisa mauk ke rahim hany.
Hany sedikit terkejut dengan rasa aneh yang dia terima. Dia berbaring dengan kaki yang terbuka lebar. Dibawah sana dokter menyuntikan sesuatu diarea privasi hany.
"Tahan sedikit rasanya memang sedikit sakit." kata sang dokter membuat hany terkesiap.
Ternyata rasanya sakit. Hany kira tidak. Hany diam dan merasakan suntikan itu. Setelah selesai disuntik malah perutnya yang terasa tak nyaman, keram dan sakit. Seperti nyeri kalau dia akan datang bulan tapi ini sedikit lebih sakit.
"Sudah selesai. Pastikan nona tidak terlaku kecapean dan menjaga kesehatan juga makanannya dengan baik dan teratur." kata sang dokter pada Rafael.
"Tentu dokter."
Rafael sangat menjamin, dia yang sangat ingin. Rafael akan mengajak hany pulang, dia mendekati hany yang masih beristirahat diatas ranjang periksa tadi. Hany masih merasakan perutnya yang terasa keram dan kencang.
"Ayo pulang." kata Rafael tak perduli dengan rasa sakit yang sedang hany rasakan.
"Tunggu tuan, ini masih sedikit sakit. Tunggu beberapa menit, tolong." kata hany pada Rafael. Hany sedikit meremas baju diperutnya.
Kenapa rasanya sakit?
Rafael melirik hany yang kesakitan. Rafael juga tak tau kalau proses ini sakit, dia sedikit khawatir melihat hany yang tadi fresh dengan make upnya tapi kini bibirnya jadi pucat.
"Dokter ini?"
Rafael langsung menemui dokter dan bertanya tentang itu. Dokter pun menjelaskan keadaan hany.
"Ini wajar. Apa dengan proses normal tak bisa dilakukan. Karena proses seperti ini memang akan sedikit sakit dan rentan, tunggu selama sepuluh menit rasaya akan lebih baik." kata dokter menjelaskan.
"Pegang tangan istri anda tuan. Itu akan memberinya dukungan. Setidaknya anda juga harus merasakan sakitnya. Saling berbagi rasa sakit, kata orang tua dulu bilang itu akan menambah rasa cinta dan membuat hubungan lebih langgeng." kata sang dokter yang akhirnya pamit.
"Apa sangat sakit?"
Rafael pada dasaranya adalah laki-laki yang baik. Bahkan bisa dibilang anak mama, sangat mencintai dan menyayangi mamanya dan melihat hany kesakitan Rafael jadi tak tega. Tanpa gensi dia mendekat begitu saja, meraih tangan hany, menggenggam tangan hany agar dia juga bisa merasakannya..
"Jangan tuan, kuku saya panjang." kata hany menarik tangan dari genggaman Rafael. Hany takut mencakar tangan Rafael. Padahal dia takut makin jatuh cinta hanya karena tangan kekarnya.
"Itu anak saya." tegas Rafael membuat hany kaget. Tidak menyentak, tapi kata-katanya langsung dan sangat jujur.
Rafael kembali meraih tangan hany dan membiarkan hany melampiaskan sedikit kesakitannya dengan Rafael. Rafael terkejut hany benar mentemat tangannya dengan kuat.
Hah..
Hany dapat bernafas lega. Setelah sepuluh menit rasa sakitnya benar-benar reda. Dokter sudah memberikan resep agar pembuahannya berhasil. Termasuk susu yang harus hany minum untuk memperlancar programnya.
"Terimakasih dokter."
Rafael pun pamit pada dokter. Dia menggandeng hany yang masih pucat. Ahh, Rafael baru ingat hany belum sarapan. Begognya dia, kalau soal bisnis sih nomer satu tapi kalau sudah menyangkut keinginan, keras kepala sampai tak perduli dengan kondisi hany yang belum makan.
Ketika hany berjalan, hany benar-benar merasa lemas. Hany hampir lunglai, kakinya sangat lemas, mungkin karena dia juga pelum makan, lalu kepalanya jadi terasa pusing.
"Tuan, berhenti dulu. Kepala saya pusing, mungkin karena belum makan."
Hany menarik baju Rafael untuk meminta berhenti. Rafael yang tinggi dengan kaki yang panjang, sekali melangkah saja sudah membuat hany ngos-ngosan untuk mengimbanginya. Ditambah kondisi hany yang baru melakukan suntikan itu. Dibagian bawahnya masih sakit, tak bisa berjalan cepat.
"Iya duduk saja."
Anehnya si tegas didepan hany tiba-tiba cara bicaranya terdengar lembut. Rafael menuntun hany untuk duduk. Sementara dia berjongkok didepan hany dan memegang tangan hany.
Masih? Hany tak percaya Rafael masih memegang tangannya. Manis sekali.
"Maaf karena tidak membiarkan kamu sarapan dulu." katanya menatap hany yang menunduk lemas.
"Gak apa-apa tuan. Salah saya karena saya kira hampir melewatkan jam janjian dengan dokter." kata hany dengan nada lirih..
Tanpa basa-basi Rafael menggendong hany sampai membuat hany terkejut. Rafael membopongnya keluar rumah sakit hingga ke parkiran. Hany yang takut jatuh mengalungkan tangannya ke leher Rafael.
Rasanya nyaman.
Jauh lebih nyaman dibanding hany tinggal dengan keluarganya yang cuma gila uang hingga banyak hutang.
Hany yang memang lemas akhirnya menyandarkan kepalanya kedada bispact Rafael. Hany makin suka, bukan hanya tangan yang kekar dugaan hany tentang badan Rafael yang lain benar.
Hany yang sebenarnya suka film dan novel romantis sangat bermimpi ada seorang pangeran tampan, dengan badan kekar, bisa menyelamatkan hidupnya dari keluarga tirinya yang gila harta dan kini-
Mimpinya terwujudkan?
Kalau ini benar mimpi. Hany rela hidup di dunia mimpi dan tak pernah bangun dari tidurnya. Hany bahkan tertidur digendongan Rafael.
"Aku menyukaimu tuan." kata hany yang mengigau digendongan Rafael. Rafael erkejur mendengarnya.
Menyukai dia?
Perasaan Rafael bukan perasaan sepihak.
Tapi Rafael takut dia hanya memanfaatkan kekayaan, untuk membayar hutang yang lain mungkin.