webnovel

Lho..?

Jogja, akhir 90-an

Mbak Juliet, pacar Mas Romeo, melemparkan senyum manisnya padaku sore itu saat ia berjalan melewatiku yang sedang asyik duduk merokok di depan kamar kosku.

Aroma harum parfum tercium berbarengan suara langkah anggunnya, kemudian menghilang berganti suara daun pintu kamar Mas Romeo yang terbuka dan tertutup kembali.

Ayune kowe, Mbak…

Aku meneruskan kegiatanku melamun menatap ikan berenang meliuk-liuk dalam kolam di taman depan kamar sembari mengutuki kegagalanku mendapatkan gadis kampus sebelah, Di.

"Maaf, Mas. Aku nggak bisa. Kita sahabatan aja, ya," jawab Di siang tadi setelah sehari sebelumnya aku memberikan sepucuk surat penembakan yang kutulis di atas kertas Harvest yang harumnya mengalahkan parfum mbak-mbak pelayan toko tempat aku membelinya.

"Nggo sopo, Mas? Nggo nyurati aku, ya?" goda Mbak itu ketika aku hendak membayar.

"Mbak nya mau?" jawabku iseng.

"Tenane, Mas? Mau.."

Duh...

Klang..!

Bunyi logam beradu pertanda daun pintu gerbang kos-kosan terbuka terdengar keras mengejutkanku dari lamunan.

"Sendiri aja, Yos?" sapa Mas Romeo berjalan mendekatiku.

"Eh, i-iya, Mas," jawabku terbata.

"Lho, Mas dari mana?" sambungku.

Ia menunjukkan tas kresek hitam di tangannya. "Beli makan di Babarsari."

"Mas, jahat ih, ninggalin..." Suara merdu Mbak Juliet tiba-tiba terdengar di belakang Mas Romeo diikuti langkahnya masuk ke halaman kos. Bulir-bulir keringat di keningnya tak dapat menyembunyikan kecantikan wajahnya.

Mas Romeo tergelak menyambut gadisnya itu. "Kamu kelamaan ngobrol sama Sinta, sih"

Lho..?!

Aku terkesiap melihat kedua sejoli di hadapanku ini.

"Mbak Juliet..? Kok.."

"Kenapa, Yos?" tanyanya bingung.

Mas Romeo turut menampakkan raut wajah serupa.

"Mmm. Mbak bukannya tadi barusan masuk?" sambungku.

"He? Masuk kemana? Ini baru kesini bareng Mas Romeo," jawab Mbak Juliet heran.

What..?

Berarti...yang tadi senyum dan wangi itu....?!

₡ ₡ ₡

Masih pada ingat dengan si Ab..? Yang minjem CD itu lho...hehe.

Nah, mumpung ingat, saya bagikan kisah lain yang dialami si Ab ya.

"Ab.. Njemur..?" sapaku pada si Ab malam itu sepulang dari mengantar Di, pacar baruku, ke terminal. Oh ya, setelah sekian banyak penolakan akhirnya si Di luluh juga. Hihihi...

Si Ab melirik sekilas padaku dari podium di lantai dua yang difungsikan sebagai ruang jemuran pakaian anak-anak kos.

"Iya, baju habis lagi," jawabnya sembari memeras lalu mengibaskan pakaian basah di tangannya.

"Nggak kapok malem-malem nyuci..?" godaku dari bawah undakan tangga penghubung halaman lantai dasar dan ruang jemuran.

Masih teringat jelas ekspresi ketakutannya ketika itu. Aku juga takut sih...hehe.

"Huss..wis ah, ojo meden-medeni. Kalau nggak terpaksa aku juga nggak mau nyuci malem-malem."

"Yo wis, terusin. Tinggal njemur doang, kan? Lagian masih rame di bawah," jawabku sembari berlalu menuju kamar.

Suara anak-anak kos yang sedang bermain karambol di ruang tengah, tidak jauh dari tempat si Ab menjemur pakaian, terdengar riuh dari dalam kamarku, diselingi suara kegiatan si Ab memeras dan menjemur pakaian.

Tidak seperti biasanya, malam itu malas sekali rasanya untuk bergabung bermain karambol dengan mereka. Kuliah dan asistensi tugas sepanjang hari tadi benar-benar menyita tenaga dan pikiranku.

Ditambah lagi, si Di yang mesti kembali ke kampungnya selama beberapa hari untuk acara pernikahan keluarganya. Baru aja jadian, udah ditinggal pulang. Hiks...

Alunan musik milik grup Casiopea yang kuputar mengalun membuai hingga aku jatuh terlelap.

Keesokan paginya,

"Wah, enak banget ya tidurnya?" Si Ab menyapa dengan nada meledek saat bersamaan mengantri kamar mandi.

"Iya, teler. Capek banget.." jawabku cengengesan.

Ia melirik kearah kamarku di belakang kami duduk mengantri lalu berbisik, "Capek apa capek..? Kan ada yang mijitin.."

"He..? Maksude opo, sih?" tukasku bingung.

"Halaah, jangan belagak bego gitu. Tenang, rahasia terjaga," jawabnya masih berbisik. Tangan kanannya didekatkan ke bibirnya dengan gerakan seperti mengunci pintu.

Ngapain sih ini anak..? pikirku gemas.

"Kowe iki ngomong opo to, Ab?" tanyaku penasaran.

"Wis, tenang ae, Yos. Aman.."

"Eh, ntar dulu. Kamu dari tadi itu ngomong apaan, aku nggak ngerti."

Ia menatapku dengan pandangan geli. "Udah pulang belum? Hati-hati, nanti Ibu Kos tahu..repot kita semua."

"Pulang..? Ibu Kos..? Memang kenapa sih, Ab?" Aku semakin bingung dengan maksud dan arah kalimatnya.

Telunjuknya mengarah ke kamarku. "Aku tahu kok, semalem si Di masuk kamarmu."

Deg..!

Si Di..?

"Apa..? Si Di masuk kamarku..?" tanyaku terperanjat.

"Udah deh. Nggak usah pura-pura gitu. Aku lihat kok.."

"Lihat apa?"

"Si Di, lah. Emang siapa lagi..?!"

Wah.. Iniii...

"Kapan kamu lihatnya?"

"Nggak lama habis kamu masuk kamar. Aku kan masih njemur di sini, Yos."

Memang posisi kamarku terlihat jelas dari ruang jemuran itu.

"Ta' tunggu-tunggu kok nggak keluar-keluar. Ya udah, aku turun. Hehehe.." sambungnya cengengesan.

Resmi sudah..! Si Ab "kena" lagi...

Aku pun merinding seketika.

Kuseret ia ke depan kamarku. "Ab, sini ta' bilangin. Semalem itu aku habis nganterin si Di ke terminal. Bocahe kuwi mulih kampung, ono sedulure sing nikahan."

"He..? Ojo guyon, Yos.."

Aku membuka pintu kamarku lebar-lebar "Tuh, lihat...ada nggak orangnya di dalem?"

"Lho..tapi...tapi..." ucapnya kebingungan.

"Berarti...itu...."

"Mbuh lah, Ab..."

Siguiente capítulo