Nusa melompat dari atas kasurnya, menari-nari tidak jelas sambil bersenandung dengan nada yang memekakkan telinga. Ya bagaimana tidak senang? Ia berhasil membuat El menyetujui untuk mengajari dirinya belajar matematika, itu adalah sebuah reward yang tak akan pernah terlupakan di dalam hidupnya.
Astaga, walaupun 99,99% persetujuan itu merupakan paksakan dari dirinya, tapi tetap saja El pasti tidak mungkin menolak keinginannya dalam bidang pelajaran karena ia berniat untuk belajar dan bukannya modus seperti kebanyakan cewek.
Modus? Jelas saja tidak, berniat seperti itu saja ia tak ada. Untuk apa dirinya mencari perhatian pada kulkas berjalan? Ia bersungguh-sungguh ingin belajar matematika karena seumur hidup mata pelajaran itu selalu saja menyiksa kinerja otaknya, dan sangat sulit untuk di pahami. Membuat kepulan asap tak kasat mata yang membuat dirinya melambaikan tangan pertanda menyerah.
Iya, bagi sebagian orang, pelajaran matematika adalah malapetaka. Tapi sebagian lagi mungkin suka dengan pelajaran matematika karena sama saja dengan teka-teki untuk mendapatkan jawaban yang benar.
"Na, berisik. Rumah terasa mau rubuh kamu buat, ngapain juga lompat-lompat di kasur. Jebol nanti kakak nyari uangnya harus ekstra loh.."
Nusa menoleh ke sumber suara sambil menghentikan aksi konyolnya dan turun dari kasur. Menghampiri Rehan dengan permukaan wajah yang menampilkan senyuman lebar sambil menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal. "Eh Kak Rehan, ngapain disini?" bukannya menjawab, malah balik bertanya.
"Ngapain ngapain, ayo makan malam. Tuh lihat udah jam berapa? makanya jangan di kamar terus."
Hampir saja Nusa lupa jika jam kini sudah menunjukkan jam delapan malam, ia terlalu asik membayangkan bagaimana caranya mendapatkan persetujuan dari El dan ternyata berhasil. Belum lagi keasyikan dengan rumus matematika yang membuat kepalanya hampir pecah, dirinya lupa belum mengisi energi dengan karbohidrat yang dibutuhkan oleh tubuh pantas saja rasanya tak sanggup berpikir.
"Lupa, peace." ucap Nusa sambil bergelayut di lengan Rehan, ia benar-benar menjadi sosok yang berbeda saat berada di samping laki-laki yang menjadikan alasannya untuk bersandar di setiap kondisi.
Rehan terkekeh kecil melihat tingkah adiknya yang terkadang menjadi manja seperti ini, membuat rasa lelah akibat seharian bekerja langsung menguap ke udara. "Hari ini, menu makan malamnya itu steak ekonomis."
Nusa menaikkan sebelah alisnya. "Ekonomis? kayak sabun cuci baju dengan harga ekonomis!" ucapnya sambil mempraktekkan tubuhnya, bergaya seperti seseorang yang berada pada iklan di televisi yang mengatakan hal serupa dengan apa yang ia katakan mengenai sabun cuci baju.
"Apaan sih kamu, dasar gak jelas." ucap Rehan sambil mengelus lembut puncak kepala Nusa, nada bicaranya lembut pertanda terhibur dengan tingkah sang adik.
Bagaimanapun, Nusa adalah tanggung jawab terbesar dalam hidupnya. Tidak mudah menjadi kepala rumah di saat dirinya merasa selalu kurang untuk menghidupi kehidupan Nusa, bahkan untuk mengatur makan dan keperluan lainnya harus di pikir matang-matang lebih dari seribu kali. Walaupun gajinya selalu cukup bahkan lebih dan berakhir di tabungan masa depan untuk dirinya dan Nusa, tapi tetap saja ia merasa kurang dalam memberikan kasih sayang untuk adiknya.
Kurang memberikan kasih sayang? bahkan Rehan bersikap sangat manis kepada Nusa. Over protective dan juga tegas menambah poin kasih sayang yang sesungguhnya karena tidak ingin terjadi apa-apa pada Nusa.
"Iya, maaf ya Kakak lupa beli daging untuk steak. Jadi pakai dada ayam aja deh, tapi Kakak yakin kok rasanya itu sebelas dua belas sama enaknya."
Nusa mengangguk senang. "Gak masalah kok, apapun masakan yang Kak Rehan buat, tetep enak!" Ia menarik tangan Rehan untuk keluar dari kamarnya, ia benar-benar tidak sabar untuk mengisi perutnya yang sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu secara tak sadar.
Rehan dengan senang hati mengekori Nusa dari belakang. Hidup berdua dengan Nusa bukanlah suatu hal yang merepotkan, mengingat cewek itu yang tidak terlalu memikirkan hal tentang barang branded seperti apa yang dipakai teman-teman sekolah seusianya. Bahkan Nusa tidak terlalu narsis dan modis, katanya kalau apa-apa mengikuti tranding dunia pasti tak akan ada habisnya.
Kini mereka sudah berada di meja makan, duduk manis dengan Nusa yang mengambil satu porsi steak di hadapannya. "Keliatannya enak nih, baunya juga bikin lapar." ucapnya sambil meraih sebuah garpu dan pisau.
Rehan tersenyum hangat. "Habisin ya, Kakak udah luangin waktu untuk masak makan malam buat kamu." ucapnya.
"Iya, Kak Rehan paling top deh! Yang lain mah beng-beng, beda cerita kalau Bara dia tuh es batu bukan top ataupun beng-beng."
"Bara?"
"Iya Kak, cowok yang paling jarang ngomong di kelas. Mukanya datar banget, jutek juga kadang. Mana sebangku sama aku, rasanya tuh kayak duduk sama angin."
Merasa mengenali ciri-ciri yang di sebutkan oleh Nusa, Rehan sedikit mengelus dagunya. "Elbara maksud kamu?" tanyanya untuk memastikan.
Belum sempat menyuapkan steak ke dalam mulutnya, Nusa mengurungkan niatnya. "Kok Kak Rehan kenal? jangan-jangan Kak Rehan jadi mata-mata ya di sekolah aku?" tanyanya dengan mata menyipit, seperti tengah mencari jawaban namun tak kunjung bisa menebak.
"Emangnya siapa yang gak kenal penerus keluarga Adalard? Kakak juga malas kali mata-matai kamu, mendingan kerja dapat uang buat hidup wle!"
"Iya juga sih, nyebelin banget sih Kakak habisnya El terkenal banget ya keren tapi gak jadi keren deh orangnya dingin."
Rehan memutuskan untuk tidak memberitahu Nusa jika kedai tempat kerja yang ditempati sekarang adalah milik uncle-nya El. Lebih seru jika cewek itu tau sendiri, bukan?
"Gimana sekolah kamu?"
Sebelum membalas ucapan Rehan, Nusa mengunyah sepotong kecil steak ayam yang berada di dalam mulutnya, lalu meminum air mineral dingin untuk menghilangkan rasa serat di tenggorokan. "Baik-baik aja, Kak. Gak ada masalah apapun, lagian juga Nusa kan anaknya malas cari perhatian jadi gak ada yang aneh-aneh juga kok."
"Bagus, kalau ada apa-apa, bilang Kakak aja ya."
Nusa terkekeh kecil. "Mulai deh sifat protektifnya, aku kayak anak TK yang baru masuk sekolah."
"Harus dong, biar semua orang tau kalau kamu adik dari seorang Rehan yang tentu aja gak pernah ngebiarin adiknya kenapa-napa."
"Kak Rehan, gak usah lebay deh jadi hambar nih rasa steak ayamnya."
Mereka tertawa bersama. Di dalam rumah yang cukup besar ini, hanya ada dua orang pemilik rumah dan dua orang ART saja yang menghuninya. Tapi tidak pernah kekosongan menyapa mereka. Selalu aja ada tingkah Nusa yang mengerjai Rehan, ataupun Rehan yang selalu memberi perhatian penuh pada Nusa.
Jika orang yang tidak kenal dengan hidup mereka, maka sudah dipastikan banyak orang yang menilai buruk tentang kedekatan mereka. Adik kakak terlihat seperti sepasang kekasih, itu sudah biasa.
Eh tapi, apa kakak cowok kalian juga bersikap selembut El dan juga Rehan? Pasti boro-boro akur, berantem mulu pasti. Tapi tetap saja kakak laki-laki itu sosok yang sangat penyayang!
"Kalau nilai kamu, baik-baik aja? pelajarannya gimana? Ada yang beda gak dengan yang di pelajari di sekolah sebelumnya?"
Nusa menggeleng kecil. "Masalahnya masih sama kak, matematika." ucapnya sambil mengerucutkan bibir dengan sebal. Ia sudah berusaha mati-matian mencari darimana asalnya angka-angka itu berasal, tapi tetap saja tidak ketemu. Menyulitkan.
Rehan berdehem. "Sepertinya kamu harus les deh." ucapnya yang memutuskan hal itu.
"Les? gak, Nusa gak mau. Buang-buang duit aja, mending uangnya buat beliin Nusa 10 box es krim karena itu lebih berguna daripada matematika."
"Kakak lagi serius, Nusa sayang. Matematika juga sampai jenjang sekolah berikutnya masih terpakai loh.."
"Emang aku bercanda? toh emang benar es krim lebih enak daripada matematika."
Rehan mengangguk mengiyakan saja. Daripada meneruskan topik ini, bisa-bisa membuat suasana hati Nusa menjadi buruk dan berakhir cewek itu berhenti makan dengan tiba-tiba juga langsung masuk kamar dan mengunci pintunya. Tidak, ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Nusa merogoh saku celananya, lalu mengambil ponsel dengan casing bunga-bunga di belakangnya. Ia mulai membuka aplikasi yang gemar di buka banyak orang, lalu mengetik satu username di kolom pencarian.
@alvirabara
Satu nama di Instagram yang berhasil menyita perhatian dirinya karena di dasari oleh nama 'Bara' di belakangnya.
"Ini mereka ada hubungan apa sih? sampai username Alvira aja ada nama Bara loh." gumamnya sambil melihat beberapa postingan yang menunjukkan wajah Alvira bersama dengan El. Ada story highlight khusus bersama dengan El juga. Rasa penasaran Nusa semakin besar saat Reza dengan racunnya memberi tau akun Alvira yang katanya pengikut cewek itu hampir setara dengan pengikut El di Instagram. Ibaratnya si cowok penguasa sekolah dan si cewek primadona sekolah.
Astaga kini ia berpikir mereka adalah pasangan yang sangat serasi. Bahkan ia menjadi sedikit minder dengan Alvira, jangan sampai pikirannya berkelana lebih jauh lagi.
Rehan yang mendengar ucapan Nusa pun hanya terkekeh kecil. Bagaimana bisa adiknya ini tidak mengetahui status Alvira sebagai adiknya El? sungguh sang adik sangat cuek dengan lingkungan sekitar.
"Kamu kenapa sih penasaran banget sama tuh cewek? dia hits di sekolah apa gimana?" tanya Rehan pura-pura tidak tau. Ia sangat menyukai ekspresi kebingungan yang ditunjukkan Nusa saat cewek itu mulai penasaran dengan sesuatu. Berbohong dan menyembunyikan sedikit kebenaran tidak masalah kan?
Nusa memakan kentang gorengnya, lalu menatap Rehan dengan raut wajah yang sulit di artikan. "Dia tuh ya deket banget sama si Bara, mereka lucu aja gitu kak."
"Lucu?"
"Iya, lucu. Kadang pulang bareng, Bara juga sifatnya jadi manis cuma buat Alvira. Coba aja kalau aku yang ada di samping tuh cowok, pasti dicuekin habis-habisan."
"Masa sih?" Rehan terkekeh kecil. Kalau Nusa tau yang sebenarnya, pasti dia akan malu dengan ucapannya saat ini. Alvira dan El terlihat serasi? mengundang tawa sekali pernyataan itu karena bertentangan dari fakta.
"Kok Kak Rehan malah ketawa sih?"
"Gak apa-apa." ucap Rehan sambil melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda. Ia tidak mempedulikan tatapan mencurigakan yang di layangkan Nusa pada dirinya.
"Dasar kakak yang paling nyebelin!"
"Tapi sayang gak?"
"Enggak."
"Oh bagus deh jadi besok gak ada ya yang namanya tambahan uang jajan."
Nusa membelalakkan kedua bola mata. Bisa-bisanya hak asasi dirinya sebagai adik yang selalu nurut pada Rehan tercabut sudah. "KAK REHAN CURANG, NYEBELIN! MASA MENGANCAM UANG JAJAN SIH, PELANGGARAN DONG KAK!"
...
Next chapter