webnovel

Si Venusa Angelica

"Hai, nama aku Venusa Angelica. Kalian bisa panggil aku Nusa."

El kini sedang sibuk menggambar sketsa abstrak di halaman buku tulisnya yang paling belakang, ia sama sekali tidak tertarik dengan pengumuman Bu Victor mengenai anak baru yang akan menghuni kelasnya. Dan ya, si anak baru itu kini tengah memperkenalkan dirinya dengan nada bicara yang terdengar... sangat lemah lembut?

"Ada lagi yang ingin kalian tanyakan dengan anak baru ini?" tanya Bu Victor sambil membenarkan letak rambutnya yang jatuh menjuntai, menatap sekeliling ruangan dengan kedua bola matanya yang menunjukkan sorot penuh ketegasan.

"Boleh minta nomor teleponnya Nusa, Bu?"

"Kalau nanya alamat rumahnya boleh banget kan ya, Bu?"

"Jangan nomor deh, kita DM-an aja di Instagram, gimana? username kamu apa nanti kita berteman."

"Nanti pulang bareng gue ya? gue sih biasanya gak nerima penolakan dalam bentuk apapun,"

Bu Victor menatap seisi kelas dengan tajam, semua pertanyaan aneh itu pun mulai bersahutan satu sama lain yang justru keluar dari topik pembicaraan. "Tolong berikan pertanyaan yang lebih berbobot, pertanyaan kalian seperti pemuda yang kasmaran saja."

Dengan semangat, Mario mengangkat tangannya ke udara. Ia merasa akan bertanya hal yang paling berbobot, membuat Bu Victor menatap malas ke arah cowok itu.

"Duduk di samping gue, mau gak?" tanya Mario sambil menaik turunkan alis menggoda cewek yang masih setia berdiri di depan sana bersama dengan guru yang sebelas dua belas dengan seekor singa.

Sontak perkataan Mario membuat Reza membelalakkan kedua bola matanya, ia tidak terima dengan ucapan Mario. "Lah gue nanti pindah kemana? duduk di samping El? udah jelas gue ogah banget!"

"Sekali-kali napa si gue pengen banget duduk sama cewek cantik, sama lo mulu nanti di kata homo." ucap Mario dengan cengirannya.

"Yaelah, lo gak pernah mau duduk tuh sama gue yang jelas-jelas jauh lebih cantik daripada Nusa." sambar Priska sambil menggulung-gulung rambutnya dengan pulpen yang ia genggam, ia tidak merasa kalau ucapannya barusan sangat kelewat percaya diri.

Mario membuat ekspresi seperti mual membuat murid di kelas ini tertawa. Mereka semua tau jika kubu Priska dengan kubu El memiliki masalah pertemanan, ah ini semua hanya karena rasa tidak suka Mario dan Reza ke Priska.

"Pengen banget apa lo? muka dulu tuh benerin, kasar kayak semen kering aja belaga banget mau duduk sama cogan kayak gue!"

Baru saja Priska ingin membalas hinaan Mario, Bu Victor langsung memukul papan tulis dengan penghapus papan di tangannya. "Kalian berdua mau saya hukum? kerjaannya cuma bisa buat gaduh saja."

Kelas kembali hening. El dalam diam mendengarkan apa yang terjadi di kelas ini, tapi tatapannya masih tetap terarah pada buku tulis.

"Yasudah Nusa, kamu bisa duduk di samping Elbara. Sepertinya hanya itu bangku kosong yang tersisa," ucap Bu Victor dengan senyuman manisnya. "Elbara! Kamu angkat tangan."

Dengan malas, El mendongakkan kepala dan mulai menatap ke arah Bu Victor yang kini sudah berdiri bersama cewek asing di sampingnya. Tanpa ingin banyak bicara, ia mengangkat tangan kanannya, setelah itu ia kembali menurunkannya kembali dan terfokus pada buku tulis.

"Nah kamu bisa duduk di samping Elbara, hati-hati dia sangat dingin dengan orang lain." ucap Bu Victor sambil memelankan nada bicara di akhir percakapannya.

Nusa hanya mengangguk kecil lalu berjalan ke arah kursi yang di tempati El, tanpa mengambil pusing perkataan Bu Victor karena ia bisa mengajak cowok bernama El itu berbicara. "Boleh geser gak? aku mau duduk di kursi yang sedang kamu duduki itu," ucapnya begitu melihat El yang menguasai kedua bangkunya seolah-olah fasilitas sekolah.

El mendongakkan kepalanya saat mendengar ucapan cewek itu dan tentu saja semua mata melihat ke arah mereka berdua --kecuali Bu Victor yang sedang mencari materi di buku paket miliknya-- seakan-akan ucapan Nusa saat ini adalah sesuatu yang sangat langka karena ingin duduk di kursi kekuasaan milik El, si cowok penguasa sekolah.

"Permisi, Bara."

Lagi dan lagi, mereka semua menunggu kelanjutan apa yang mungkin akan terjadi. Karena pada dasarnya, El akan selalu memaki siapapun yang memanggil dirinya dengan sebutan Bara. Baginya, hanya orang-orang yang sangat dekat dengan dirinya saja yang diperbolehkan memanggilnya dengan nama 'Bara'.

"Duduk." ucap El singkat sambil menggeser tubuhnya ke kursi kosong yang berada di sampingnya, wajahnya masih terlihat datar benar-benar tanpa ekspresi.

Semua orang terkejut termasuk Mario dan Reza, apalagi Priska cewek itu seperti siap mengepulkan asap tebal dari kepalanya karena selama dirinya bersekolah disini dan selalu satu kelas dengan cowok itu, El tidak pernah mengizinkan dirinya untuk duduk tepat di sampingnya. Mereka benar-benar tidak menyangka kenapa Nusa bisa dengan mudahnya mendapatkan akses dari cowok super duper dingin itu, padahal mereka baru bertemu dan belum sempat berkenalan langsung.

"Makasih ya, Bara." ucap Nusa sambil duduk di kursi yang beberapa detik lalu di tempati oleh El. Ia melepaskan tasnya dan mulai mengambil peralatan yang di perlukan untuk belajar hari ini.

Hari pertama di sekolah baru, ah yang Nusa harapkan adalah bisa mendapatkan banyak teman dan mudah berbaur satu sama lain.

El kembali larut dalam sketsa yang kini sudah setengah jadi, memang sosok yang tidak pernah peduli dengan apapun di sekitarnya.

"Baiklah, hari ini kita akan memulai pelajaran. Tolong fokus, terutama untuk Mario dan Reza yang memang tukang buat onar dan ribut."

Mario mendongakkan kepalanya, merasa terpanggil saat namanya disebut-sebut. "Loh kok saya lagi, Bu? kayaknya saya diem aja tetep salah di mata ibu." ucapnya dengan sorot mata yang di buat sesedih mungkin, merasa ternistakan.

"Iya, Bu. Serba salah kayak Raisa," sambung Reza ikutan berekspresi seperti yang Mario lakukan. Dasar pemain teater abal-abal, tapi sialnya mereka berhasil menghibur banyak orang dengan bakat tersembunyi.

"Sudah, wajah kalian jangan dibuat melas, bukannya tambah ganteng seperti Elbara yang ada kalian terlihat seperti papan kayu penggilas pakaian alias gak banget."

Satu kelas tertawa mendengar ucapan Bu Victor, membuat Mario dan Reza dengan kompak menekuk senyumnya.

Seperti yang lainnya, Nusa juga tertawa ringan dengan keadaan kelasnya yang seperti ini. Baginya, masuk ke dalam kelas 12 IPS 2 adalah hal yang paling menyenangkan. Karena menurut rumor ada dua penghuni kelas yang akan selalu menghibur mereka. Siapa lagi kalau bukan Mario dan Reza? membuat siapapun yang masuk ke kelas ini merasa nyaman karena disini juga persaingan belajarnya yang tidak terlalu ketat.

Tawa Nusa terhenti kala melirik ke arah El yang tidak ikut tertawa sedikitpun, wajahnya masih se-datar garis lurus. "Bara, kamu sakit?" tanyanya sambil menoleh ke arah cowok yang ada di sampingnya.

El hanya diam saja membuat Nusa menaikkan sebelah alisnya. Apa cowok di sampingnya ini sedang menggunakan earphone transparan atau bagaimana?

"Hai, aku Venusa Angelica." ucap Nusa masih berusaha membangkitkan suasana.

El masih bergeming mempertahankan posisinya yang terlihat lebih fokus pada gambarannya saat ini, belum minat dengan kedatangan penghuni baru bangkunya yang tidak pernah terisi siapapun.

"Bara?" panggil Nusa sambil menjulurkan tangannya ke kening El, membuat cowok itu langsung menepis kasar tangannya.

"Jauhin tangan lo dari gue." ucapnya dengan nada lantang sambil beranjak dari kursinya, lagi-lagi membuat semua pasang mata menatap mereka berdua dengan heran.

"Bu, saya izin ke toilet."

Nusa menatap kepergian El dengan tatapan bertanya-tanya. Ia berpikir apa dia salah memeriksa suhu badan cowok itu? hanya

"Kenapa doi?"

Tatapan Nusa terarah pada kedua cowok yang duduk tepat di sampingnya.

"Aku cuma periksa keningnya pakai punggung tangan, abisnya lemes banget kayak sakit. Terus dia langsung kayak gitu." Jelas Nusa sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal, ia jadi merasa bersalah kalau begini jadinya.

Reza menahan tawanya begitu juga dengan Mario, merasa lucu dengan jawaban Nusa yang kelewat polos dan sangat lugu.

"Oh doi baper berarti sama lo, area sensitif dia itu ada di muka jadi ya wajar saja dia marah. Lo pegang dikit aja mukanya, besok pasti timbul jerawat kalau gak cepat-cepat cuci muka."

Nusa menaikkan sebelah alisnya, ia merasa aneh dengan penjelasan cowok yang ada di depannya ini. "Kenapa bisa timbul jerawat? kan aku cuma nyentuh doang,"

"Kan katanya ditangan kita itu ada banyak kuman, dan muka El sensitif banget." ucap Reza sambil membenarkan letak dasinya yang miring.

"Kok bisa?"

"Mana gue tau, dari sejak SMP dia kayak gitu. Dan kalau di tanya, dia diem doang kayak patung." ucap Mario memberikan penjelasan yang ia tahu, sambil mengulum ujung pulpen milik Reza. Seumur-umur ia tidak pernah membawa alat tulis. Dengan modal pinjam, pulang-pulang ia membawa 5 buah pulpen. Sulap, kan? ah bukan sulap sih dia secara tidak langsung mengambil pulpen milik teman-temannya dan kebetulan ketinggalan di tasnya sampai waktu pulang sekolah.

"Kalau lo cowok, udah abis lo sama dia, Sa." ucap Reza sambil terkekeh. Baru kali ini ia melihat ada seorang cewek yang dengan beraninya --ah bukan berani tapi lugu-- memegang langsung permukaan wajah El. Sepertinya Nusa adalah keajaiban dari Tuhan yang dikirimkan untuk El.

Nusa terkekeh. "Habisnya yang lain pada tertawa tapi dia masih bisa pasang muka sedatar itu dan terlihat tenang, seolah-olah tidak lucu."

"Biarin aja, dia penguasa sekolah terdingin yang pernah ada. Dimana-mana mah yang namanya penguasa itu paling mentok tukang berantem, lah ini bolos aja dia gak sanggup." ucap Mario.

"Uda ah nanti El kenapa-kenapa di jalan gara-gara kita omongin, kesandung contohnya. Oh iya, gue Reza Ardian, kalau yang ini Mario Bros." ucap Reza, memperkenalkan diri.

"Enak aja lo, nama gue tuh Mario Sanjaya yang paling ganteng sedunia."

Nusa terkekeh menyaksikan tingkah konyol mereka berdua. Apa tidak kebanting jika El berada di tengah-tengah mereka?

"Aku Ven--"

"MARIO, REZA, JANGAN NGAJARIN ANAK BARU JADI GAK BENER KAYAK KALIAN. LARI KELILING LAPANGAN SEPULUH KALI, GAK PAKE KELUHAN!!"

...

Next chapter

Siguiente capítulo