Aku segera menyusul dia. Namun, saat sampai rumah ternyata Ibu dan Bapak masih antri cuci darah di RS. Mike hanya bisa melihat kondisi tempat tinggalku. Dia seperti menatap gubuk beras kebakaran, padahal menurutku tak seburuk itu. "Memang lebih luas kamar Anda daripada tempat ini," kataku. "Kalau menolak masuk pun tidak apa-apa."
Mike malah nyelonong ke dalam. Pria itu menundukkan kepala agar tidak terantuk pintu, lalu duduk di kursi tamu meski lututnya menonjol ke atas. Tempat itu pasti sempit untuk dia, terlalu rendah. Jadi aku tidak bisa tak menahan tawa.
"Pfft, mau minum? Tapi di sini cuma ada air putih."
"Boleh," kata Mike. "Aku bisa makan dan minum minuman apa saja. Aku suka mencoba banyak makanan."
"Serius?"
"Keluarkanlah apa yang kamu punya di rumah."
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com