Malam ini, Liana akan mengajak ketiga anaknya untuk menghadiri makan malam yang di minta oleh Abimanyu. Lelaki berdarah Spanyol-Jawa itu akan secara resmi mengenalkan Liana kepada keluarganya. Dia tak ingin berlama-lama dengan tahap perkenalan, dia ingin segera memiliki Liana.
"Mau kemana?" tanya Leon saat Liana meminta tolong untuk menarik resleting di punggungnya.
"Mau makan malam sama keluarganya Mas Abi" Liana menjawab dengan santai tanpa memperdulikan wajah Leon yang datar.
"Anak-anak ikut?"
"Amel sama Adel aja. Juna aku titip ke Luna."
"Aku antar" Leon mengecup sekilas leher putih Liana setelah menaikkan resleting dengan tangan yang sedikit bergetar.
Leon segera menggendong Adelia yang sangat cantik mengenakan gaun berwarna putih menyimpan erat rasa sesak di dada. Ya, Leon pintar bersandiwara. Dia menyimpan segala kesedihan dan ketidaksukaannya saat Liana dekat dengan lelaki lain.
Leon mengambil kunci mobil Liana yang tergantung di dinding dekat vas bunga. Setidaknya dia biarkan saja dulu Liana memilih pendamping hidupnya. Leon yakin, sejauh apapun Liana melangkah tetaplah Leon akan menjadi pelabuhannya.
Perjalanan ke restoran terasa lebih lama ketika dua manusia itu saling diam. Hanya ada celotehan Adel yang terdengar. Sedangkan Amel di kursi belakang melihat Mamah dan Om nya yang selalu dia panggil Abah itu, telah menyimpulkan bahwa Abah Leon-nya tidak suka dengan Om Abimanyu.
~~~
"Selamat malam Bu, reservasi atas nama siapa?"
Baru saja Liana akan menjawab pertanyaan dari resepsionis, Abimanyu datang menghampirinya. Abi berjongkok setelah Adel memeluk kedua kakinya, perasaannya menghangat. Betapa manisnya anak-anak ini.
Abimanyu menggendong Adelia dan Liana berjalan bersisian dengan Amel. Mata Liana tertuju ke arah meja panjang dimana mereka semua melihat ke arah Liana. Wanita itu mencoba tersenyum ramah, meski berat. Tatapan mereka seolah-olah mengejek Liana membuat hati Liana berdenyut.
"Oma, kenalkan ini Liana." ucap Abi.
Liana menjabat jemari wanita tua itu dan menempelkan jemari itu di keningnya. Tetapi, wanita yang dipanggil Oma oleh Abi, buru-buru menarik dengan kasar jemarinya. Lagi, Liana hanya bisa tersenyum.
Abi menarik kursi untuk Liana dan Amel untuk di duduki, sementara Adel duduk dipangkuan Abi.
"Li, ini keluargaku," tangan Abi bergerak pelan, "Ini Oma-ku, itu Papah-ku, adik-adik-ku dan itu Om dan Tante-ku."
"Malam semua" Liana masih tersenyum manis.
"Jadi Pah, Liana ini adalah wanita yang ingin ku nikahi" ucap Abi.
"Kamu janda?," Liana mengangguk. Pertanyaan bagus itu di keluarkan oleh Tantenya Abi, "Kerja?," Liana mengangguk lagi, "Kerja dimana?"
Liana tersenyum, "Saya mempunyai beberapa restoran di beberapa provinsi, saya juga bekerja sebagai direktur di perusahaan Papah saya bersama saudara-saudara saya."
Tantenya Abi yang bernama Siska itupun terdiam. Ternyata kaya juga Liana ini.
Sementara Omanya Abi melihat Liana dengan pandangan tidak suka, "Saya mencarikan istri untuk cucu saya harus yang bibit bobot dan bebet nya harus bagus," jelas Omanya Abi, "Keluargamu asal mana?"
"Asal Kudus, Oma." Abi menjawab.
"Oma tanya wanita di sebelahmu Abi, bukan kamu." tegas Omanya.
Suasana tiba-tiba tegang setelah itu tetapi sesaat kemudian Papah Abi berdehem.
"Silahkan, Nak Liana di nikmati hidangannya."
Liana menganggukkan kepalanya, sedangkan Amelia sudah tak bersemangat menyantap makanan yang tersedia.
"Oma mau kamu punya istri yang masih gadis Bi, bukan janda." perkataan itu membuat pergerakan sendok Liana terhenti. Hatinya berdenyut mendengar perkataan itu.
"Emangnya kalo janda kenapa, Oma?," pertanyaan itu terlontar dari anak laki-laki yang Liana ketahui bernama Kalingga, "Percuma gadis kalo rasa janda mending yang nyata janda. Lagian kalo jandanya cantik kayak Mbak Liana sih Lingga juga mau."
Liana tersenyum mendengar pernyataan Kalingga, setidaknya ada yang berpikir positif dengan kehadirannya.
"Masmu itu bujangan, belum pernah nikah jadi cocok sama yang belum pernah nikah juga." sahut Omanya Abi.
"Oma," Abi mengelus punggung tangan Liana, "Abi sayang sama Liana tanpa memandang status Liana.
"Jangan mencoreng nama baik keluarga dengan menikahinya, Airlangga Abimanyu. Janda itu tak pantas untuk kamu."
Luntur sudah. Liana tak kuat, matanya berkaca-kaca. Tangannya mengambil Adel dari pangkuan Abimanyu dan segera menggandeng Amelia yang menahan amarah.
"Om Abi jahat! Sama kayak papah yang suka buat mama nangis! Amel benci!" pekikan Amel membuat semua orang di sana menatapnya.
Liana menarik tangan anaknya segera keluar dari restoran itu, berharap ada taksi lewat.
Tangisan Liana tak bisa di bendung, matanya menangkap sosok yang berdiri bersandar di pintu mobil, menatapnya. Leon.
Leon menghela napas. Dari seberang jalan dia bisa melihat kesedihan di wajah Liana. Pasti keluarga Abimanyu mengatakan hal yang tak pantas. Leon melangkah ke arah Liana dan peri-peri kecilnya namun langkahnya di percepat kala dia melihat Liana memegang dadanya dan terduduk sambil menggendong Adel.
"MAMAAAA" Amelia teriak, teriakannya menggema kemana-mana membuat semua orang menoleh.
Abimanyu yang mendengar teriakan Amel segera berlari tak memperdulikan suara Omanya yang memanggilnya.
"Lianaaa!" teriak Abimanyu.
Gerakan Leon yang hendak membopong Liana pun terhenti. Matanya menatap tajam ke arah Abimanyu. Lelaki sok tampan dan sok bule menurut Leon.
"Bangsat!! Lo apain Lianaku anjing!!"
Bugh
Leon meninju pipi Abimanyu dua kali dan membuat sudut bibir Abi berdarah.
Leon beralih lagi ke arah Liana yang telah pingsan dan membopongnya. Amel menggendong adiknya menuju ke arah mobil.
Nafas Leon memburu menahan amarah tetapi rasa khawatirlah yang lebih mendominasi.
"Kan sudah aku bilang, cuma aku yang bisa buat kamu bahagia mbak," jemari Leon menggenggam erat kemudi menahan amarahnya, "Lihat tuh mamahmu Mel," suara Leon bergetar, pipinya mulai basah oleh air mata, "Jangan bolehkan lagi Mamahmu ketemu sama Abi Abi itu."
Amel hanya mengangguk. Tangannya mengelus punggung adiknya yang mulai mengantuk.
"Telpon tante Lena atau siapalah, cepat Mel."
Amel dengan gugup menelepon Lena dan mengabari bahwa mamahnya pingsan karena asma nya kambuh.
~~~
Leon masih terus memijit jempol kaki Liana walaupun saat ini, wanita itu telah terbantu dengan liquid oxygen tank. Pikiran Leon berkecamuk. Walaupun baru sebentar Liana memejamkan mata, tapi bagi Leon terasa bertahun-tahun.
Mamah Lulu meremas pelan pundak Leon mencoba memberi kekuatan walaupun kenyataannya dia sendiri rapuh oleh penyakit Liana yang satu ini. Penyakit ini diturunkan dari mertua Lulu yang menderita infeksi paru-paru dan mengakibatkan asma. Dan sekarang, Liana lah yang menderita. Semoga Liana memiliki umur yang panjang.
~~~
Liana mengerjapkan kedua kelopak matanya yang terasa berat, dia mulai berusaha membuka kedua matanya. Samar-samar dia melihat Leon tengah menggenggam jemarinya dan merebahkan kepala di dekat tangan Liana.
Hidung mancung, alis yang tebal, bibir yang melengkung sempurna, bulu mata yang lentik dan tebal. Kenapa? Kenapa harus Leon yang ada di saat Liana seperti ini? Kenapa selalu Leon yang seolah menjadi pahlawan untuk Liana? Liana takut, perasaan cintanya kepada Leon semakin dalam.
Liana mengusap pelan rambut Leon yang berwarna hitam pekat itu. Liana rindu rambut Leon yang warna-warni saat tampil.
Leon yang merasakannya pun mendongak, "Mbak" serak suaranya khas bangun tidur menambah kesan seksinya terlebih matanya yang berbinar kala melihat Liana tersenyum, "sudah enakan?"
Liana mengangguk. Nafasnya memang terasa lebih plong dan dadanya tak sesakit tadi, "Haus" Liana menggerakkan mulutnya tanpa bersuara.
Leon segera mengambilkan air dari botol dan menuangnya ke dalam gelas. Liana meminum itu dan berharap dahaga di leher dan hatinya segera hilang.
"Kamu itu bukan pilihan yang cocok untuk cucu saya. Kamu hanya janda penggoda."
Kalimat terakhir yang Liana dengar dari Omanya Abimanyu terngiang di kepala Liana.
Dua bulir airmata jatuh membasahi pipi Liana. Menangis tanpa suara.
"Loh, kamu kenapa mbak?" Leon bangkit dari kursinya dan duduk di tepian ranjang.
Liana menghambur ke pelukan Leon, airmatanya tak dapat di bendung lagi, "Aku janda penggoda. Aku gak cocok buat Abi yang masih bujang, Le. Salah aku apa" Liana tersedu-sedu. Air matanya membasahi kaos merah bergambar abstrak milik Leon.
"Ssttt. Udah gak usah di inget-inget lagi."
"Aku gak inget tapi kata-katanya muncul di kepala. Huuuuuuu," Liana memeluk Leon kian erat sementara Leon hanya bisa menempelkan bibirnya ke pucuk kepala Liana, "Sakit. Sesak."
Liana menumpahkan segala uneg-uneg di hatinya. Kata-kata kasar keluar dari mulutnya walaupun sesekali dia menangis. Hingga akhirnya dia diam dan mendongak menatap Leon yang semakin malam semakin ganteng.
"Udah?"
Liana mengangguk, "Capek aku nangis."
Leon terkekeh, bagaimanapun Liana tetaplah Liana. Adik angkat Liana itu mencium kedua kelopak mata Liana yang sembab membuat Liana merasa teraliri listrik.
Bersentuhan dengan Abimanyu tak pernah seperti bersentuhan dengan Leon. Rasanya, jantung ingin melompat keluar. Belum lagi perutnya yang merasa geli atau setruman yang terasa di mana-mana.
Leon menangkup kedua pipi Liana, di lihatnya betul-betul wanita yang di cintainya itu sebelum dia berkata, "I love you Mbak. I love you then, now or later."