Wangi semerbak aroma kopi hitam yang sedang di seduh memenuhi indra penciuman seorang lelaki tampan bernama Leon Aksara Soehardjo. Lelaki berusia 24 tahun itu menuruni tangga dengan cepat, matanya melihat keponakannya Amelia dan Adelia sedang sarapan sambil menonton kartun anak kembar botak yang tak pernah lulus TK.
Sedangkan di dapur, dia melihat Mamah Lulu dan Papah Hardjo duduk di meja makan sedang menyantap sarapan bersama Luna dan Lena.
Memutar sedikit bola matanya, Leon melihat wanita yang di cintainya itu sedang mengaduk dua cangkir kopi hitam. Pasti satu untuk Papahnya dan satu untuk wanita yang bernama Liana itu sendiri.
Leon menghampirinya, berdiri di belakang wanita itu. Tinggi Liana hanya sebatas bahu Leon, Leon mengecup pipi wanita itu sekilas lalu menyeringai,
"Aku buatkan juga dong mbak" manjanya.
Liana hanya memutar bola matanya malas, sifat manja adikknya itu kambuh. Mamah Lulu, sudah berkali-kali mengingatkan Leon bahwa biar bagaimanapun Liana itu adalah kakaknya, adalah mbaknya walaupun tidak ada persamaan darah setetes pun tapi Lulu ingin Leon mengerti bahwa mencintai Liana bukanlah hal yang pantas.
"Kamu mau kemana Li, rapi banget." tanya Lena yang sedang memotong sosis sapi berukuran besar itu.
"Pulang sebentar sih, ambil berkas sama laptop"
"Emang suamimu gak sama jal_______"
Liana menyumpal mulut Lena dengan sosis utuh. Wanita itu nyengir, sementara Lena mengumpat mati-matian.
"Leon antar," adik Liana itu menyeruput kopinya sedikit kemudian melirik lagi ke arah Liana yang duduk di sampingnya, "gak boleh nolak."
Liana hanya bisa mengangguk. Leon sangat takut jika terjadi apa-apa terhadap Liana, mengingat suami kakaknya bukanlah pria yang baik.
Jadi? Pria yang baik itu seperti apa? Sepertiku lah, batin Leon.
~~~
Selama di perjalanan, Liana hanya diam saja. Tak ada yang memulai pembicaraan, hanya suara deru halus mobil yang terdengar. Sesekali mata Liana memandang sekeliling mobil Leon, mobil baru, batin Liana.
Jeep Wrangler berwarna kuning itu berhenti mulus tepat di depan rumah minimalis berwarna merah abu-abu itu. Rumah ini adalah hadiah pernikahan dari orangtua Fajar untuk Liana. Ibu Mira dan Ayah Heido sangat menyayangi Liana, semua kebutuhan Liana dan anak-anaknya selalu di penuhi oleh kedua orang itu walaupun Liana tak meminta.
Halaman rumah bersih tak ada daun kering yang berceceran. Ada penampakan mobil SUV putih di garasi, itu berarti suami Liana ada dirumah. Dan harum masakan Mbok Siti menguar hingga ke teras.
"Assalamualaikum, mboookkk"
Liana memasuki rumah seorang diri, sementara Leon menunggu di dalam mobilnya, di luar pagar.
Liana mendapati Mbok Siti sedang membuat ubi goreng dan sambal tepung untuk camilan.
"Mbokkk" wanita itu tersenyum, menaruh handphonenya di atas meja makan.
"Eh, Nyonya sudah pulang," Mbok Siti membuka kulkas dua pintu berwarna hitam itu mengambil sesuatu dari sana dan seketika dia berteriakk saat melihat kepalan tangan Tuannya itu mendarat di kepala Nyonyanya.
Kepalan tangan kanan Fajar menghantam kepala Liana sehingga wanita itu merasakan pening di pangkal hidungnya.
Belum selesai Liana merasakan sakit, Fajar mengumpulkan rambut Liana dengan satu genggaman dan melempar Liana hingga wanita itu terjengkang dari kursi makan.
Liana duduk bersandar di dinding. Menangis, terisak-isak setengah berteriak.
"Dasarr pelacurr kamu Liana, berani-beraninya kamu di hotel dengan lelaki lain!!" Telunjuk Fajar mengarah ke Liana dengan nafas tersengal.
Wanita itu berdiri, menumpukan tangannya pada dinding berwarna putih itu.
"Lalu kamu apa, Bang?," Liana tersenyum miring walaupun air matanya masih mengalir, "membawa pelacur ke rumah terus berbagi cairan?!! Hahh!!"
Liana menutup matanya saat dia melihat suaminya itu mengambil ancang-ancang untuk menamparnya.
Plakkk
Suara tamparan itu, tapi mengapa Liana tak merasakan apa-apa? Wanita itu membuka mata dan mendapati Mbok Siti di hadapannya.
"Menyingkir Mbok!!! Jangan ikut campur!!" Fajar menggeser Mbok Siti yang telah berusia setengah abad itu hingga tersungkur di lantai marmer yang dingin.
"Jangann Tuan, Ya Allooohhh" rintihan tangis Mbok Siti terdengar sangat pilu. Wanita tua itu sangat menyayangi Nyonyanya itu, karena Liana sangat baik kepadanya. Tak membedakan bahwa dia hanya pembantu, Liana selalu membantu pekerjaan rumah tangga jika sempat. Bahkan jika Liana tidak bekerja, dia pasti menyuruh Mbok Siti libur atau istirahat.
Bughhh
Fajar dengan tenaga lelakinya meninju pipi kiri Liana hingga bibir wanita itu robek.
"Sakittt Bang," rintih Liana. Wanita itu memegangi pipinya yang terasa amat perih. Tak sanggup menahan sakit lagi dengan semua tingkah suaminya yang seenaknya sendiri, "Aku mau cerai, aku capek sama kamu Bang" Liana terisak, air matanya mengalir lagi.
Pria di hadapan Liana diam mematung, seketika tubuhnya menegang mendengar wanita di hadapannya itu mampu berkata cerai.
Fajar menunduk melihat kedua tangannya yang telah memukul wanita di hadapannya itu. Dia mengangkat wajahnya melihat Mbok Siti dan Liana. Wajah Liana sungguh memprihatinkan.
Pria itu memegang kedua bahu Liana, "Maafkan Abang, Li. Abang khilaf, aku cemburu Li" kilahnya.
"Cemburu? Bang, ingat perjanjianmu yang kamu tulis di atas kertas. Tidak ada cinta, tidak boleh jatuh cinta. Aku dan kamu bebas melakukan apa aja, asal Ibumu gak tau. Ingat itu!!"
"Persetan dengan itu Li, aku mencintaimu."
Liana menggeleng kuat, menahan tangis, menggigit bibir bawahnya menahan sakit kepalanya, "Aku gak mau. Aku akan urus semuanya sendiri. Kita PI-SAH." Wanita itu menahan sakit mengambil handphonenya di atas meja makan, melewati Fajar yang diam membeku mencerna ucapan Liana.
Wanita itu berjalan ke luar dari dapur menuju ruang tamu tapi langkahnya terhenti saat Fajar mencekal lengannya kuat.
"Bilang ke aku kalo kamu gak jadi minta pisah, Li" ucap Fajar dengan nada datar dan dinginnya. Wajahnya yang putih khas Tionghoa itu mulai memerah.
Liana membalikkan tubuhnya menghadap Fajar, wanita itu dengan santai tersenyum kecut melihat kemauan Fajar.
"Gak, aku sudah terlanjur capek Bang. Hampir tiap hari kamu bawa pelacur ke rumah demi menuntaskan nafsumu. Kamu pikir rumah ini apa? Lokalisasi?!! Rumah ini sudah di penuhi dosa Bang," Liana menghela napas menahan air matanya yang terbendung, "Delapan tahun bukan waktu yang singkat, Bang. Nikah tanpa cinta dengan segala kebohongan yang kita buat di depan orangtua kita Bang, sampai anak-anak aja kita harus adopsi saking apanya itu?!!! Saking kamu gak mau nyentuh aku, sebenci itukah?!! Menurutmu aku gak pernah cinta sama kamu? Pernah Bang. Tapi aku sadar, kamu gak punya perasaan itu. Jadi aku mau kita pisah, aku mau bahagia." lancar Liana mengucapkan semua keluh kesah yang ia simpan di dada.
Tangan Fajar mengepal, tak sanggup mendengar kalimat per kalimat yang Liana ucapkan. Menyesal selalu di belakangan, itu yang di rasakan Fajar. Betul kata Liana, demi orang tua, mereka rela sakit dengan perjodohan. Bahkan saat orangtuanya meminta cucu pun, Fajar dan Liana dengan cekatan mengadopsi anak bayi dari sebuah panti asuhan dan pergi selama lebih setahun seolah-olah Liana mengandung. Semua kenangan tentang Liana, terlintas di benak Fajar. Bagaimana dengan sabar Liana melihatnya dengan para pelacur itu di dalam kamar, bagaimana dengan sabar Liana merawat saat Fajar sakit. Bahkan di depan mamanya, Liana berpura-pura bahwa Fajar adalah suami yang sempurna. Bodohnya, Fajar terlalu gengsi mengucapkan aku mencintaimu .
"Kalo kamu gak bisa aku miliki, maka yang lain juga gak bisa." mata Fajar menatap Liana sendu.
Prangggg...
Meja ruang tamu yang berbahan kaca yang tipis itu di hantamkan ke tubuh Liana dan seketika pecah. Berhamburlah pecahan beling, Liana hanya bisa meringis melihat luka di tangan kananya yang dia gunakan untuk menangkis meja itu.
Kepala Liana bercucuran darah. Kesadarannya tengah di ambang pintu, seolah-olah nyawanya di tarik oleh malaikat pencabut nyawa. Kakinya lemas, tak mampu berdiri untuk memanggil Leon di luar pagar.
Mbak Lianaaa, astaga..
Hanya suara itu yang mampu Liana dengar sebelum dirinya hilang kesadaran..
Heloooo what's up readerss.. makin seru gak ceritanya?? Hayo pantengin terus. Karena makin kesini ceritanya makin seru dan akan terkuak semua.