Dengik dari kursi dan meja di ruang kelas yang tadi senyap meredam kesunyian nya. Banyak suara yang tercampur membuat suara jelas menjadi agak buram karena keramaian lalu menghapus beberapa arti dari teman sekelasku.
Banyak dari yang biasanya kusebut teman berkumpul di sekelilingku, meskipun banyak yang masuk ke dalam telingaku tak ada satupun yang aku pikirkan.
Yang ada hanyalah nama Zell, aku juga tak begitu mengerti tapi dunia ini terasa lebih lambat daripada biasanya.
Detak dari jarum jam kelas ini terlihat sangat melambat, melambat dan melambat, saat itu juga perlahan semua orang menghilang dari pikiranku dan mengingat masa lalu.
Saat SMP kelas tiga, aku pernah berniat menyatakan perasaan yang sama pada Zell, tapi semua perasaanku akhirnya tak pernah tersampaikan.
Memang kelam, tapi saat aku berada di depan kelas yang berada di kelas yang sama dengan Zell, aku mendengar deklarasi darinya yang secara tak sengaja menjawab kejam perasaanku.
Tapi, aku berusaha untuk tetap tersenyum, memberikan senyum terbaikku untuk Zell dan pacarnya, Amanda namanya.
Perubahan Zell benar-benar tak bisa disebut biasa, dari dulu dia adalah anak culun yang tak peduli dengan perkataan orang lain, jadi dia tatap menjadi dirinya sendiri apapun yang terjadi.
Faktanya, Zell berubah karena gadis yang bernama Amanda, aku selalu melihatnya berusaha keras untuk berubah.
Meskipun menyakitkan aku tetap bahagia melihat orang yang aku sukai bahagia dan bisa tersenyum walaupun bukan untukku.
Beberapa hari berlalu, minggu, dan bulan-bulan silih berganti, akhirnya meskipun aku sama sekali tak pernah berharap seperti itu Amanda pergi dari kehidupan Zell.
Lalu, siapa yang selalu ada di samping saat itu? Siapa yang selalu menemaninya saat itu? Siapa yang menghiburnya saat itu? Itu aku.
Setelah Amanda pergi Zell selalu memaksakan dirinya untuk apapun, dia frustasi dengan semua angannya.
Sampai pada akhirnya, karena terlalu memaksakan diri Zell masuk rumah sakit. Di sisi lain aku sangat ingin menghiburnya, hanya sanya aku pasti akan terkesan mengganggu karena status pertemanan kami, di tambah Zell yang baru saja kehilangan.
Aku mengerti tak ada yang bisa menggantikan seseorang secepat itu. Meskipun begitu aku tatap berada di sampingnya.
Kepergian Amanda dan penyakit yang zell alami membawa perubahan baru di dalam sikapnya, tatapan kosong yang ada beberapa tahun yang lalu kembali terpapar jelas dari mata sayu miliknya.
Zell kembali menjadi pendiam, kembali jarang keluar rumah dan menghabiskan harinya dengan memainkan game online sebagai pelarian. Jujur saja, hatiku terasa sangat sakit saat melihat perubahan ini, bahkan lebih sakit daripada melihat Zell dan Amanda bermesraan di depanku.
Mungkin aku aneh, banyak lah yang sudah berubah dari sikap zell, banyak hal yang juga berubah di sana-sini, tapi aku tetap menyukainya.
Dan akhirnya dari itu, aku bisa menyatakan perasaan ini tadi. Aku mungkin terlalu bersemangat sampai-sampai menyudutkan ke dinding, yah harusnya kan terbalik.
Yaudahlah masa bodo, yang penting aku udah resmi jadi pacarnya.
Tak lama, kelas dimulai, banyak hal yang di katakan teman sekelas ku ini, banyak hal juga yang dijelaskan oleh bu guru di depan, tapi aku sama sekali tak bisa fokus.
Yang ada hanyalah rasa ingin pulang bersama Zell, yah walaupun aku dengannya sudah terbiasa pulang bareng, tapi aku yakin setelah menyandang status pacar akan memiliki rasa yang berbeda.
Tangan kanan ku tak henti-henti mengetuk kecil meja beriringan dengan detikkan jarum jam.
Jam istirahat pernah baru saja dimulai, hari ini terasa sangat panjang.
Ruangan ini seketika sepi, yah biasanya sih kalo jam kayak gini kantin pasti akan penuh.
Akan tetapi, langkah kakiku tak sama seperti kebanyakan murid dari kelasku.
Aku yang berjalan keluar kelas hanya bertujuan untuk mengintip kelas sebelah, di dalamnya sama seperti biasanya.
Zell duduk di kursi spesial yang terkesan Zell banget, aku bahkan malah mengikuti posisi tempat duduknya di kelasku.
Angin lembut yang terlihat berhembus dari jendela di samping Zell meniup-niup rambut hitam tebalnya.
Wajah cool itu benar-benar membuat Zell terlihat tak peduli dengan orang lain, alasan kenapa tak ada yang ingin terlalu dekat dengannya hanya karena itu.
Tapi sebenarnya, dia adalah orang yang selalu memikirkan orang-orang disekitarnya, dia selalu mencoba membantu sebisa mungkin. Dia hanya mencoba tak peduli walaupun sebenarnya peduli.
Sesaat setelah aku mengalihkan perhatian dari Zell, mataku sedikit beradu pandang dengan Rainata. Memang sih, ada yang aneh dengan hubungan kami saat ini jadi aku tak ingin menceritakannya.
Aku kembali ke dalam kelasku dan mencoba berbaur dengan teman-teman ku yang sudah kembali dari kantin, mencoba mengalihkan perhatian ku dari waktu mengesalkan ini.
Sekolah berakhir, setelah terasa seperti jutaan jam.
Hari ini aku tak ada latihan voli, aku menunggu semua murid pulang lalu berjalan ke arah kelas sebelah.
Zell memulai kebiasaannya, memandang kearah luar jendela sesaat setelah pulang sekolah, entah apa yang ada dalam pikirannya.
Di kelas itu Zell sendirian, bahkan Ryuga dan Rainata sudah pulang lebih dulu.
Yosh, ini sempurna!
Aku berjalan perlahan kearahnya, semakin mendekat rasanya aku semakin gugup, secara lebih perlahan lagi tanganku menutup kedua matanya.
"Ishiki lepasin."
Tangan Zell memegang tanganku, mencoba untuk menurunkan tanganku yang menutupi pandangannya.
"Heh? kok tau? "
Tanganku sedikit ku turunkan, dia memalingkan tubuhnya kearah ku dan membuat mata kami beradu padangan. Entah apa yang ada di pikiran kami saat ini, tapi kejadian ini bertahan cukup lama.
Seolah sadar yang terlihat dari mata hitam pekatnya itu, Zell langsung memalingkan pandangan matanya kearah luar. Tapi tanganku masih belum dilepaskannya.
Aku bingung, sedikit melirik kearah tangan kananku yang masih di pegang erat oleh Zell, bukan cuma aku sih, Zell juga melirik nya lalu bergegas melepaskannya.
"Ah... maaf. "
Sekali lagi, Zell mengalihkan pandangan kearah luar dengan pipinya yang sedikit memerah.
Saat lengannya sedikit memberi jarak, aku langsung menarik kembali tangannya.
"Hey Zell, sekarang aku ini pacarmu lho. "
Aku menggenggam tangan kanannya dengan kedua telapak tanganku.
Entah tangannya atau tanganku yang sedang kering dingin ini, tapi aku benar-benar sangat bahagia.
Zell yang terlihat benar-benar ingin mati saking malunya juga membuat darahku seolah memuncak ke kepalaku dan bisa meledak kapan saja.
"Yaudah ayo pulang," kataku sambil menarik tangannya.
Kami berjalan perlahan, mengikuti langkah satu sama lain sambil bergandengan tangan.
Ah, sepertinya aku sangat bahagia sampai-sampai aku ingin berteriak saat ini!
Aku benar-benar menjadi pacar Zell sekarang!
Tepat di depan rumahku, Zell berhenti lalu memandang kearah ku walaupun terlihat sangat kaku.
Kakiku sedikit berjinjit, mencoba menyosorkan mulutku kearah telinga Zell.
Ada kata yang dari dulu sudah kupendam selama bertahun-tahun lamanya.
"Aku mencintaimu."
Tepat setelah melancarkan itu, aku berlari ke dalam rumah tanpa mencoba kembali memandangnya.
Pintu rumahku tertutup, meskipun agak terlalu cepat aku mengetik di HP ku dan mengajak Zell untuk keluar hari minggu ini.
Sorry nggak bisa up minggu kemarin karena ada ditik kendala...
Happy Reading!