webnovel

Part 6

"Ehem.. Selamat Pagi,"

Suara itu menginterupsi Caca yang segera memalingkan pandangannya kedepan. Didepan sana berdiri seseorang yang dia kenal. Ya itu abangnya, Danis. Bukankah Caca pernah mengatakan bahwa abangnya termasuk anggota Osis? Tepatnya Wakil Osis. Dapat Caca dengar bisik-bisik disekitarnya yang sedang membicarakan abangnya. Dalam hati Caca mencibir pujian yang mereka berikan, belum tau aja tuh orang sengkleknya kayak gimana.

Upacara pembukaan dimulai dengan Danis sebagai pemimpin upacara. Sedikit, hanya sedikit Caca kagum pada abangnya yang ternyata juga bisa terlihat tegas dan berwibawa. Jangan bilang-bilang ya…shutttt.

*****

"Ca tinggal satu tanda tangan panitia sama ketuanya nih, kira-kira siapa ya? Btw beruntung juga gue punya temen kaya lo, jadi cepet deh dapat tanda tangannya," ucap Rere sambil berjalan bersisian dikoridor.

Mereka sedang menjalani salah satu kegiatan MOS yang sering dilakukan di beberapa sekolah menengah, yaitu meminta tanda tangan panitia yang kebetulan dijalankan oleh anak osis alih alih sebagai pengenalan pada panita.

"Emang Caca kenapa?" tanya Caca bingung dengan ucapan Rere.

"Nah kan, masak lo nggak tau sih Ca. Lo nyadar nggak sih kalo lo tuh cantik?" tanya Rere heran.

"Oh, kalo itu mah dari dalam kandungan juga Caca udah bercahaya Re," jawab Caca percaya diri.

"Dah lah, nyesel gue mengatakan kenyataan ini. Coba aja lu tuh nggak cantik sama polos, kira-kira mau nggak tuh panitia ngasih tanda tangan cuma-cuma?" tanya Rere mencoba menyadarkan Caca yang kelewat polos. "Lo liat deh Ca nih, rata-rata punya kita tuh tanda tangannya dari panitia cowok, lagian kalo yang lain mah disuruh aneh-aneh. Nah kita? Nggak kan? eh malah mereka yang manggil." ujar Rere kembali dengan menggebu-gebu.

"Ya terus?" tanya Caca bingung.

"Intinya banyak panitia cowok yang naksir sama lo, udah deh capek gue kalo lo lola mulu," ucap Rere.

"Lah, kok jadi Caca yang diamuk?" gumam Caca.

"Eh..eh Ca, berenti dulu Ca!" ucap Rere tiba-tiba sambil menarik lengan Caca agar berhenti.

"Aduhh… apa sih Re? jangan digelandang ini lengan Caca, nanti copot,"

"Iya deh, sorry. Eh Ca kita minta tanda tangan kakak itu aja yuk! Kurang satu nih, itung-itung sama caper bentar hehe," jawab Rere sambil menunjuk salah satu panitia yang sedang berdiri dengan beberapa anak perempuan yang juga sedang meminta tanda tangan.

"Ihh.. Caca nggak mau. Cari yang lain aja deh, jangan yang itu," ucap Caca sambil memelas.

"Emang kenapa sih? Orang cakep gitu kok. Udah ayo! tinggal satu juga. Lagian gue emang mau minta tanda tangan kakak itu kok, tadi aja nggak ketemu pas dicariin," ucap Rere bersemangat sambil menyeret Caca yang tetap menolak, tapi akhirnya pasrah juga.

Mereka sampai tepat beberapa anak perempuan yang juga sedang meminta tanda tangan pergi dengan malu-malu.

"Dasar sok keren!" cibir Caca pada abangnya tanpa bersuara. Ya laki-laki yang akan Caca mintai tanda tangan adalah abangnya sendiri. Caca benar-benar heran dengan Rere. Ia tak terima dengan ungkapan Rere tadi. Apa katanya, cakep? Astaga sepertinya Caca memang harus mengatakan berita duka pada Rere, yaitu kemungkinan matanya mengalami kerabunan.

Sedang Danis yang melihat Caca sedang mencibirnya hanya menggertak lewat tatapannya.

"Permisi kak, nama saya Reisa Wijaya dan teman saya-"

"Stop! Perkenalkan diri kamu sendiri, biarkan dia perkenalan sendiri," ucap Danis menginterupsi, sedang Caca yang kesal dengan tingkah kakaknya pun mencibir dengan mulut komat-komit.

"Oh oke," ucap Rere sedikit bingung "Saya dari Gugus Budi Utomo izin meminta tanda tangannya, apa diperbolehkan ya kak?" lanjut Rere gugup, pasalnya yang sedang ia ajak bicara adalah laki-laki yang ia kagumi beberapa menit yang lalu saat upacara dimulai.

Danis tak menjawab, namun tangannya terulur pertanda ia meminta buku yang akan ia tanda tangani. Setelahnya ia kembalikan buku itu pada Rere. Kini pandangannya beralih pada Caca yang berdiri disamping Rere, jangan lupakan alisnya yang naik satu.

"Hufff.. Nama Caca Sasya Ayudia Putri Pratama, dari Gugus Budi Utomo izin meminta tanda tangannya ba- eh kak," ucap Caca setelah sebelumnya menghela napas, jengah dengan abangnya yang terlihat sok keren. Tentu saja hanya dimata Caca.

Seperti tadi, Danis hanya mengulurkan tangannya. Setelah menandatanganinya, Danis tidak langsung memberikan. Danis mengangkat kepalanya dan memandang Caca masih dengan gayanya yang tegas dan sok keren menurut Caca.

"Kamu!" tunjuk Danis dengan bolpoin yang diacungkan tepat dihidung Caca. "Kamu tidak meminta saya untuk tanda tangan buku kamu, tapi memerintah. Apa kamu tidak punya etika?" tanya Danis sarkas.

Caca yang terkejut hanya mengedipkan matanya bingung, begitupun Rere yang masih setia disamping Caca hanya mampu terdiam. Sedikit takut dengan Danis.

"Maaf," ucap Caca dengan tanpa penyesalan.

"Karna kamu sudah bersikap tidak sopan, kamu saya kasih hukuman sebagai peringatan," ucap Danis dengan menyeringai. Ia merasa senang karna aksi balas dendamnya dapat terlaksanakan, jangan lupakan tingkah Caca yang akhir-akhir ini sangat menyebalkan.

"Dan kamu," tunjuk Danis mengalihkan pandangannya pada Rere "Urusan kamu selesaikan? Jadi kamu bisa duluan,"

"Eh, I..iya kak," jawab Rere takut-takut sekaligus bingung. Ia pun pergi setelah sebelumnya memandang Caca dengan raut meminta maaf.

"Bang Danis apaan sih, jangan cari kesempatan buat jailin Caca ya!" sentak Caca setelah Rere pergi.

"Nggak sopan ya lo, gue ini panitia. Gue nggak mau tau, lo harus jalanin hukuman dari gue dulu. Oh, atau lo nggak mau buku ini gue balikin? Tinggal pilih aja, gue nggak maksa kok," ucap Danis santai tanpa beban, tanpa memperdulikan muka Caca yang sudah tidak enak dipandang.

"Ih nyabelin banget sih," ucap Caca gemas dengan tangan mengepal didepan muka. "Hufff… ya udah apa hukuman buat Caca? Cepetan!" sentak Caca.

"Hukumannya…"

*****

"Dasar Bang Danis nyebelin banget! Nggak mau tau pokoknya nanti Caca bakal laporin bunda biar dijewer kupingnya." maki Caca disepanjang koridor. "Masak siang bolong gini Caca disuruh nangkep nyamuk yang gigit Caca, emang kayaknya Bang Danis udah nggak waras" lanjutnya dengan nada kesal.

"Ini si Rere kemana ya? Kok Caca beneran ditinggalin sih?" keluh Caca mengingat Rere yang benar-benar meninggalkannya.

"Ca!" teriak suara dibelakang Caca. Caca yang merasa dipanggilpun menoleh dan mendapati Rere dibelakangnya sedang berlari menghampirinya, jangan lupakan suara toanya yang menyebabkan beberapa anak menoleh.

"Ih Rere, Rere kemana aja? Kok Caca beneran ditinggalin sih?" tanya Caca dengan muka masam.

"Yah maaf Ca, gue udah takut tadi sama Kak Danis. Dari pada diamuk juga ye kan?" jawab Rere sambil meringis.

"Yaudah deh nggak papa, yuk lanjut minta tanda tangan Ketua Osisnya," ucap Caca sambil menarik pelan lengan Rere sambil berjalan "Eh mintanya di ruang osis nggak sih?" lanjutnya bertanya sambil berhenti sejenak.

"Eh Ca hehe. Sebenernya gue tadi udah minta sih," ucap Rere merasa bersalah.

"Rere kok nggak nungguin Caca sih? Ih sebel deh Caca. Trus ini gimana? Masak Caca minta sendiri? Temenin Rere," ucap Caca kesal sekaligus memelas pada Rere, yang benar saja! Masak ia harus ke Ruang Osis sendiri, yang notabennya neraka untuk saat ini. Jelas saja ia takkan berani.

"Duh Ca lo sendiri deh, gue kebelet pipis nih. Dari tadi udah gue tahan gara-gara nyari lo sama minta tanda tangan," ucap Rere dengan muka yang memang sedang menahan sesuatu.

"Tapi kan Caca nggak berani Re, ayo dong,"

"Takut kenapa sih? waktunya udah mau habis nih. Lagian lo nggak akan nyesel kok. Ketua Osisnya beh cakep pake banget Ca! walaupun agak dingin sih. Udah sana! gue mau ketoilet, takut ngompol gue," ucap Rere sambil berlari.

"Ehh..eh Re!"

*****

Siguiente capítulo