Joon masih bergelung di tempat tidurnya yang begitu empuk dan besar. Jika mengingat tempat tidurnya di cafe yang hanya terbuat dari kursi kayu yang keras, seharusnya ia lebih bersyukur berada di situasi yang seperti ini.
Joon tidak perlu lagi mengemis-ngemis untuk uang jajan tambahan pada orang tuanya. Joon juga tidak perlu lagi berhutang di warnet ataupun berhutang di tukang penjual batagor yang biasa lewat di depan rumahnya. Di sini, seluruh kebutuhan Joon tercukupi.
Ah, tapi bukan itu masalahnya. Joon menyadari jika harta bukan satu-satunya sumber kebahagiaan di dunia ini. Dia pernah berharap jika dia ingin menjadi anak dari tuan tanah atau rentenir. Kenyataaannya, ia memang putra dari pemilik perusahaan robotika besar. Tapi, kenapa ia tidak merasa bahagia?
Joon merindukan kebisingan di rumah sederhananya yang berada di Indonesia. Setiap hari, rumah Kevin selalu ramai. Mulai dari rebutan toilet, rebutan makanan hingga saling menyuruh dalam hal bersih-bersih dan mencuci piring.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com