Keesokan harinya, Zen saat ini sudah berada disebuah tempat, sambil memperhatikan sesuatu. Saat ini Zen kembali ke sekolah Sinon untuk memantaunya kembali untuk mengetahui alamat dari apartemen Sinon.
"Apa hobinya adalah dibully?" kata Zen setelah melihat Sinon kembali dikerumuni oleh beberapa wanita yang mencoba untuk memalaknya.
Lau Zen kembali mendekati beberapa wanita tersebut dan kembali mencoba untuk membantu Sinon yang saat ini sudah mulai gemetaran karena ancaman dari para wanita tersebut.
"Apakah kalian belum puas membullynya?" kata Zen dingin setelah dia sampai dilokasi Sinon.
"Ini bukan urusanmu, pergi dari sini sebelum aku memanggil pacarku" kata seorang wanita yang merupakan ketua dari kelompok yang membuly Sinon.
Sinon yang saat ini berlutut langsung menghadap kearah Zen karena dia mendengar suara orang yang membantunya, namun dia takut karena pacar dari wanita yang membullynya adalah seorang preman.
"Pergilah!" kata Zen dingin sambil menatap mereka dengan tatapan dingin.
Wanita itu mulai emosi dan memberikan kode kepada pacarnya yang berada diseberang sana untuk menyerang Zen.
Seorang pria berambut kuning disemir dan mempunyai tindik ditelinganya langsung berjalan kearah Zen dan memegang bahunya untuk mengintimidasi Zen yang saat ini masih menatap dingin wanitanya.
"Pergilah sebe-" kata pria tersebut terpotong setelah sebuah kepalan tangan langsung menuju wajahnya dan mengakibatkan dia langsung terjatuh sambil memegangi hidungnya yang saat ini mengeluarkan darah.
"Kalau aku tidak mau pergi kau mau apa?" tanya Zen setelah memukul pria tersebut walaupun tidak menggunakan kekuatan penuhnya.
Melihat itu, pria tersebut langsung bangun dan berlari dari tempat tersebut dengan ketakutan.
"Pergilah!" kata Zen dingin kepada kelompok wanita yang membully Sinon dan mereka mulai pergi dari tempat itu dengan ketakutan.
Lalu Zen menuju kearah Sinon dan mengulurkan tangannya untuk mencoba membantunya bangkit.
"Apakah kau tidak apa – apa?" kata Zen.
"A-Aku baik - baik saja" kata Sinon sambil meraih tangan Zen dan mulai berdiri.
"Terima kasih" kata Sinon.
Zen hanya tersenyum dan mengambil tas Sinon yang berada dibawah dan mulai memberikannya kepada Sinon kembali.
"Kenapa kau tidak melawan?" tanya Zen setelah menyerahkan tas tersebut kepada Sinon.
"A-Aku sebenarnya ta-" perkataannya terpotong karena seseorang menyela mereka.
"Siapa kamu?" tanya seorang pria yang sedari kemarin selalu memperhatikan Sinon.
Sebenarnya Zen sudah mendeteksi keberadaan pria tersebut sedari tadi, namun dia hiraukan dan langsung membantu Sinon.
"Bukankah orang tuamu selalu mengajarkan untuk memperkenalkan dirimu terlebih dahulu?" tanya Zen
"Tidak apa Shinkawa-kun, dia hanya membantuku" kata Sinon.
"Apakah kau tidak aneh dengan perilakunya Asada-san? Seperti dia sedang mengikutimu" kata pria tersebut.
Zen mendengar ini hanya memperhatikan mereka berdua dengan tenang, karena memang tujuannya mengikuti Sinon untuk mengetahui dimana apartemennya.
"Lalu? Perasaan kamu juga selalu mengikuti dia? Bukankah kemarin kamu bersembunyi dibalik tembok bangunan dibalik gang dan tadi kamu bersembunyi dibalik gang itu" kata Zen sambil menunjuk arah tempat persembunyian orang tersebut.
Pria didepannya amat sangat terkejut, karena menurutnya tempat dia memperhatikan Sinon sudah termasuk tempat yang aman.
"A-Aku hanya mengawasi Sinon, dan juga jika aku keluar mereka akan mengeroyokku" jawab pria tersebut.
"Heh... baiklah kalau begitu" kata Zen.
"Baiklah, lain kali cobalah untuk melawan nona manis" kata Zen sambil meninggalkan tempat itu.
Sinon yang mendengar ini langsung merona sedikit karena perkataan Zen tersebut, namun dia mencoba untuk menghentikan Zen untuk berterima kasih sekali lagi, dan meminta maaf atas perlakuan temannya ini.
"Tungg-" kata Sinon terpotong setelah temannya menahan tangannya dan menyuruhnya untuk membiarkannya.
Sinon yang melihat Zen sudah hilang dari pandangannya mulai merasa sedikit kehilangan, namun akhirnya dia kembali menuju kearah rumahnya bersama temannya tersebut. Setelah sampai didekat rumahnya, akhirnya mereka mulai berpisah dan Sinon mulai menaiki apartemen rumahnya.
Dari kejauhan seorang pria sedang mengamati dari kejauahan dimana Sinon sedang membuka kunci pintu apartemennya dan memasuki kamarnya tersebut.
"Hah.. aku seperti pria jahat" kata pria tersebut yang sebenarnya adalah Zen.
.
.
Zen saat ini sedang memakirkan sepeda motornya dan sekarang mencoba memasuki sebuah rumah sakit. Setelah dia berbicara dengan resepsionis tentang mahsut kedatangannya, lalu dia diantarkan kesebuah ruangan dengan seorang perawat cantik sedang menunggunya.
"Yo, Zen-kun lama tidak bertemu denganmu" kata seorang perawat cantik berambut cokelat kepada Zen.
"Apa kabarmu Aki-san? Kau masih tetap cantik seperti biasanya" kata Zen sambil tersenyum.
"Hoh... Apakah kau ingin menjadikan aku salah satu wanitamu juga Zen-kun?" kata perawat tersebut sambil mendekati Zen.
"Tentu, siapa yang tidak ingin mendapatkan seorang wanita cantik seperti Aki-san" kata Zen.
"Jadi beginikah rayuan seorang playboy?" kata perawat tersebut sambil meraba – raba tubuh Zen.
"Aku serius Aki-san" kata Zen sambil tersenyum.
"Baiklah baiklah, jika perasaanmu kepadaku masih sama setelah beberapa tahun kemudian datanglah kepadaku" kata perawat tersebut.
Lalu dia mengeluarkan secarik kertas dari dalam saku bajunya dan memberikannya kepada Zen.
"Ini pesan dari pria berkacamata yang dari pemerintahan itu" kata perawat tersebut.
Zen langsung membaca isi pesan tersebut sebentar dan mulai memasukan kembali kedalam saku jaketnya.
"Jadi, apakah kamu yang akan mengawasiku Aki-san?" tanya Zen.
"Tentu, apakah kau tidak mau Kakak perempuanmu yang cantik ini menjagamu?" kata perawat tersebut.
"Aku hanya sangat beruntung kalau begitu" kata Zen.
"Baiklah lepaskan pakaianmu, aku akan memasangkan berbagai sensor untuk memantau keadaanmu" kata perawat tersebut.
Zen lalu melepaskan pakaiannya dan memperlihatkan tubuhnya yang ideal.
"Sepertinya tubuhmu semakin bagus Zen-kun" kata perawat tersebut sambil memasangkan berbagai peralatan ketubuh Zen.
"Tentu, bukankah kamu sudah melihat semuanya Aki-san?" tanya Zen.
"Tentu saja. Berbaringlah" kata perawat tersebut setelah memasangkan peralatan ketubuh Zen dan mulai mengaktifkan monior yang menunjukan kondisi dari Zen.
Zen lalu meraih Amusphere yang sudah disiapkan dan mulai memakainya dikepalanya dan bersiap untuk memasuki game tersebut.
"Baiklah Aki-san, sampai jumpa beberapa jam lagi" kata Zen.
"Barhati - hatilah" kata perawat itu dengan senyum manisnya.
<Link Start>
.
.
Sementara itu Sinon saat ini sedang terbaring ditempat tidurnya sedang merenung tentang seorang pria yang menyelamatkannya tadi dan kemarin.
"Apakah aku bisa bertemu dengannya lagi" gumam Sinon.
Lalu dia mulai melepaskan kaca matanya dan mengambil Amuspherenya dan memakaikannya pada kepalanya.
"Baiklah, aku akan berjuang untuk babak kualifikasi BoB, dan membantai semua orang" kata Sinon dan langsung berbaring.
<Link Start>