webnovel

17. Makam Para Murid

Batang-batang pepohonan tersusun dengan rapi, memiliki jarak yang tidak dekat, tetapi juga tidak jauh. Setiap kali angin berhembus, gemerisik suara di antara dedaunan yang saling bergesekan akan terdengar. Cahaya matahari yang menyengat akan menyelinap di antara dedaunan, memanjang hingga menyentuh tanah padat yang datar.

Tidak ada penghalang setiap kali kaki itu melangkah. Jalan setapak terbentuk dengan baik. Datar, keras dan memastikan setiap pijakan dari pengunjung, mantap dan tidak licin. Bahkan beberapa bunga-bunga kecil nan liar akan tumbuh di sekitar jalan setapak. Rimbun dengan mahkota berwarna-warni yang mencolok. Beberapa aroma yang ringan akan tercium terbawa angin. Menenangkan, tidak beracun sama sekali. Bahkan beberapa kupu-kupu dengan sayap lebar akan sesekali melintas.

Kupu-kupu yang terbang sangat indah. Mereka berwarna putih polos, seolah bercahaya redup dan terlihat memukau. Dengan setiap kepakan sayap lembutnya, makhluk kecil itu tidak takut untuk terbang mengelilingi seorang tamu yang datang berkunjung.

Indah, tenang dan damai.

Sepasang netra biru menyendu melihat semua hal yang bahkan tak lekang oleh waktu. Bahkan, setelah 8000 tahun lebih berlalu, tempat ini selalu berhasil mempertahankan fungsinya. Menjadi sebuah tempat peristirahatan terakhir teraman dan ternyaman, untuk orang-orang kesayangannya.

Melangkah dengan perlahan di jalan setapak kecil, senyuman tidak henti merekah di bibir tipis itu. Sosok remaja berjubah kelabu itu terus menatap ke depan. Memandang sebuah padang rumput hijau yang dikelilingi oleh dinding pepohonan rimbun. Sebuah padang rumput berbentuk lingkaran, dimana empat buah tugu kecil tengah bermandikan cahaya matahari terlihat bekilau indah.

Tap.

Langkah kaki berhenti tepat di bawah bayang-bayang pepohonan. Hembusan angin menerpa, membawa aroma lembut dari rumput basah dan bunga-bunga yang tumbuh. Beberapa kupu-kupu bersayap putih terbang dengan lembut, menghampiri tugu kecil setinggi satu meter, hinggap di salah satu marmer hitam dan menyapa. Seolah berbisik bahwa seorang tamu yang ditunggu, akhirnya datang berkunjung.

Sepasang kelereng biru menyendu, sebuah senyuman terukir. Menatap empat buah tugu hitam yang berjajar tepat di antara rerumputan hijau dan bunga-bunga kecil berwarna-warni. Pada masing-masing tugu, empat nama terukir, bersama dengan tahun kelahiran dan kematian keempatnya.

[Zika Xu, 4509 - 4611]

[Bastian Hold, 4509 - 4611]

[Chung Rem, 4520 - 4611]

[Takahara Rika 4525 - 4655]

Tidak ada foto. Hanya sebuah batu berbentuk kubus yang masing-masing menyimpan abu dari empat orang terkasih. Hanya goresan, dari nama yang dikuri dengan indahlah yang menunjukkan betapa berarti dari keempat orang yang kini telah tertidur untuk selamanya.

"Apakah … aku datang terlambat?" suara seorang remaja bergema, memulai percakapan yang entah kapan dinanti untuk keluar. Namun, tidak ada yang menyahut. Hanya hembusan angin yang menyambut, seolah menanggapi apa yang remaja kelabu itu katakan. "Yah … aku tahu … aku sangat terlambat. Tetapi … aku benar-benar ingin menyampaikan hal ini kepada kalian secara langsung."

Senyuman di belahan bibir tipis itu kian mengembang. "Xu," menatap tugu yang paling kanan, sepasang iris ocean lalu perlahan mengalihkan pandangan ke tugu sebelahnya. "Hold ... Rem … dan Rika," memanggil setiap nama dengan lembut, dapat Leo rasakan getaran antusias seolah membelai hatinya.

"Guru menang."

Jeda beberapa detik, seolah merasa tidak cukup, remaja itu kembali mengucapkannya.

"Aku berhasil mengalahkannya. Wanita itu … ," menarik napas dalam seolah ada benda berat yang menimpa paru-paru, ada kepuasaan dan perasaan keputusasaan begitu kata-kata itu keluar. "Akhirnya mati."

Whuus!

Hembusan angin menerpa, menerbangkan dedaunan kering. Seolah menyambut apa yang remaja kelabu itu ucapkan, beberapa mahkota bunga berguguran, terbang berwarna-warni mengelilingi sosok kelabu itu.

"Aku tahu," kekehan kecil mengalun. "Bagaimana caraku membunuhnya? Apakah dia benar-benar mati? Atau bagaimana bisa aku bertahan? Ke mana aku selama ini? Kenapa sekarang tubuhku seperti ini? Banyak sekali pertanyaan ... " remaja itu mengulum senyumannya. "Jangan khawatir, aku akan menjelaskannya satu persatu."

Sepasang netra biru menyendu. Mendadak, seolah teringat kenangan yang kini menjadi sebuah nostalgia.

"Kalian tahu bahwa aku dengan sengaja masuk ke dalam jebakannya," kekehan ringan mengalun, remaja perak mengkulum senyumannya. "Namun pertarungan tetap dilakukan dengan adil. Wanita itu cukup kooperatif untuk langsung melawanku. Pada awalnya, ketika berhasil membunuhnya, kukira ... aku juga akan mati. Oh, benar."

Seolah menyadari sesuatu, Leo kembali terkekeh.

"Jangan khawatir, karena hal ini lah yang menyelamatkan nyawaku, tubuh ini … yah, aku harus kembali ke masa bayi dan mengulang untuk tumbuh besar."

Menggelengkan kepala, tubuh yang semula kaku, kini terasa rileks. Senyuman tidak henti mengembang di bibir sang remaja. Dengan nyaman, remaja itu merubah posisinya. Ia duduk di atas tanah, tetap bertahan berlindung di bayang-bayang pohon tanpa berniat mendekati lingkaran cahaya matahari.

"Bayaran untuk membunuh wanita itu sangat mahal," helaan napas terlontar. "Agar tetap hidup, aku menggunakan kemampuan darahku. Yah, bukankah kalian tahu bahwa guru kalian adalah ras campuran?" kekehan ringan mengalun. "Benar, aku memaksa diriku untuk mengaktifkan darah Phoenix, kelahiran kembali."

"Mungkin, kalian belum mengetahui hal ini, jadi aku akan menjelaskannya."

Sepasang netra biru menyendu. Rerumputan liar, dengan bunga kecil bergoyang diterpa angin. Sesekali, beberapa kupu-kupu akan terbang melayang mendekati Leo, menyapanya, lalu kembali terbang untuk hinggap di atas ubin hitam salah satu keempat tugu.

"Setiap keturunan ras Phoenix, memiliki kemampuan untuk terlahir kembali ketika mereka diambang kematian. Namun, aku adalah ras campuran, seharusnya tidak bisa melakukan hal ini. Yah … benar, aku menyembunyikannya dari kalian," senyuman jenaka merekah. Sepasang netra menatap misterius keempat tugu yang begitu sunyi dan tenang.

"Aku berhasil membuat rune pengaktifan kemampuan darah. Rune ini untuk membantu ras campuran, agar bisa memilih kemampuan dari salah satu ras di darah mereka," jeda beberapa detik, mendadak sosok kelabu merasa canggung. "Rune ini belum pernah diuji coba dan harus dikatakan, bahwa … ini berhasil. Meski diluar ekspektasi, pemrosesan untuk mengaktifkan kemampuan Kelahiran Kembali ras Phoenix sangat lama karena darah Phoenix Ku hanya 25%."

Leo menunduk, jemari kecil memainkan rerumputan di depannya. "Karena itu, dengan konyol, ketika aku sadar … aku kembali ke masa telur, lebih parah lagi, ternyata memerlukan waktu lebih dari 8000 tahun untuk pembentukan tubuhku sendiri."

Warna hijau panjang melilit jemari lentik yang indah. Dengan lembut, seolah menarik jemari untuk diajak bermain. Leo tersenyum kecil.

"Aku benar-benar tidak pernah berpikir bahwa rune ini akan berhasil. Namun, ketimbang berhasil … yah, entah bagaimana, kupikir, lebih baik bila rune ini tidak berhasil saja."

Tawa hambar mengalun. Remaja itu menggelengkan kepala dengan ironis. "Setidaknya, bila rune itu gagal, aku masih bisa bertemu dengan kalian, bukan? Meski di alam lain … setidaknya, aku tidak akan merasa ditinggalkan sendiri."

Helaan napas terlontar, senyuman tetap merekah di bibir itu. Namun beberapa detik kemudian, kekehan mengalun. "Oh, aku ingin bunuh diri," akunya. "Jujur saja, aku benar-benar ingin melakukannya, tetapi bila aku bunuh diri … bila kita bertemu …. wajah seperti apa yang bisa kutunjukkan kepada kalian?"

Kepala kelabu itu mendongak. Senyuman kecil merekah. "Kalian mati untukku, kalian mati membawa kata pahlawan di jiwa dan tubuh kalian. Nama kalian terukir di dalam sejarah, kematian kalian menjadi hal yang paling dikenang bahkan di masa ini. Namun … bila aku bunuh diri dan menyusul kalian di alam sana, akankah kalian mampu menyambutku? Apa yang kubawa di dalam kematianku? Sebuah kata … aku ingin menyusul kalian karena kesepian?"

Leo terkekeh. Ia menggelengkan kepala dengan tidak percaya. "Bila aku benar-benar mengatakannya, aku yakin kalian akan menganggapku palsu. Bahwa aku adalah guru yang kalian tidak kenal. Dan aku yakin … kalian tidak akan menerimaku. Bagaimanapun, guru kalian, An Leo, tidak akan memilih bunuh diri hanya karena alasan konyol … karena tidak ingin sendirian, bukan?"

Jeda beberapa detik, mendadak sosok itu berhenti berbicara. Senyuman menghilang, hanya menyisakan bisikan lembut dari desiran angin yang terus berhembus.

"Sayangnya … aku benar-benar bisa melakukannya," bisikan mengalun, sepasang netra biru menyendu. "Mungkin, mentalku sudah terlalu hancur, atau mungkin … aku sudah terlalu lelah."

Helaan napas terlontar. "Sering aku berpikir. Untuk apa aku hidup? Sungguh, memenuhi janjiku untuk kembali dan hidup, tanpa membawa pesan duka kepada kalian merupakan janji terberatku. Dan karena janji itulah, aku juga tanpa berpikir panjang, menggunakan rune yang bahkan belum teruji sama sekali. Namun … menyesalkah aku? Haruskah aku menyusul kalian sekarang?"

Hening.

Leo tidak melanjutkan ucapannya. Ia seolah memikirkan sesuatu, lalu terkekeh dan menggelengkan kepala. "Oh, lupakan. Dunia ini sangat damai. Tidak ada lagi perang, tidak ada lagi diskriminasi antar ras. Ini adalah masa yang selalu kita tunggu, bukan? Jadi … mungkin, aku tetap harus hidup. Melihat dan merasakan kedamaian ini secara langsung, lalu memamerkan dan menceritakannya kepada kalian katika aku mati dengan alami."

"Ah? Apakah aku semakin cerewet? Yah … nak, tahukah kau? Semakin bertambah usia, maka kau akan semakin banyak berbicara. Aku tahu, secara fisik, aku terlihat lebih muda darimu, tetapi jiwaku jelas lebih tua darimu. Jangan memprotes apapun dan dengarkan saja, mengerti?"

Seolah ingin memamerkan sesuatu, sang remaja mengeluarkan beberapa hal dari dalam Ruang jiwa. Mendaratkannya di atas rerumputan. Empat buah Asisten, dengan masing-masing bentuk dan gaya yang berbeda berjajar rapi.

"Ini asisten yang dibuat khusus untuk kalian," senyuman mengembang, remaja itu mendongak menatap keempat tugu yang tetap diam. "Aku tahu kalian tidak bisa memakainya, tetapi aku tetap ingin memberikannya. Anggap saja, sebagai oleh-oleh setelah lama kita tidak berjumpa--benar, apakah kalian merindukanku?"

Ucapan terakhir itu membuat sang remaja terkekeh geli. "Oh, lupakan. Aku tidak ingin mendengarnya," ujarnya ringan. "Ngomong-ngomong, Micro, Robot uji coba pertama kita, ternyata berfungsi dengan baik. Selama ini, Robot itu cukup berguna. Sekarang, aku akan melakukan penelitian untuk lebih mengembangkannya. Yah … proyek ini mungkin berlangsung agak lama, tetapi tidak apa-apa, aku masih memiliki banyak waktu, untuk melakukannya."

Senyuman sang remaja mengembang. "Lalu, ada satu orang lagi yang ingin diperkenalkan kepada kalian. Dia adalah ras Naga, sama seperti bibi kalian, Evelin, tetapi ... dia sedikit konyol. Namanya Cosmos, An Cosmos."

Seolah teringat sesuatu, si kelabu tidak bisa menahan tawa. "Kalian, tidak bisa memanggilnya Paman Cosmos karena dia lebih muda dari kalian. Jadi, memanggilnya Cosmos saja cukup."

Jeda beberapa detik, Leo mulai memilah-milah apa saja yang akan dikatakannya tentang Naga Konyol itu. "Cosmos adalah Naga primitif yang … menurutku, sangat potensial. Dia sudah mencapai level 9 puncak, seorang Kesatria yang menurutku, cukup luar biasa. Hal yang membuatku kagum, adalah kemampuannya untuk beradaptasi. Hey, mungkin, bila kalian berempat bertemu dengannya, aku yakin kalian akan sangat akrab. Dia sangat mudah mengingat banyak hal, mudah untuk menganalisa apapun. Karenanya … dia juga mampu untuk membuatku terkejut."

Jeda beberapa detik, alis remaja itu terpaut. "Kekurangannya adalah hobinya tentang komik dan Novel. Bisa kalian bayangkan? 5 kantong ruang yang kuberikan, hampir semuanya terisi penuh dengan mercedes berbau kartun!"

Sejak sampai di Planet Ruby, Cosmos dengan membabi buta membeli semua barang yang belum pernah bisa dibelinya. Sungguh, bila bukan karena Micro yang melaporkan pengukuran uang yang secara signifikan berkurang, Leo tidak akan pernah tahu bahwa ternyata Papa Naganya yang konyol, hampir selalu menghabiskan uang bukan hanya untuk membeli beberapa boneka kecil, tetapi juga membiayai hampir semua author dan komikus kesayangannya!

Apa-apaan Playboy cap kapak ini!? Apakah berniat menggaet semua penulis dan komikus yang menurutnya menarik?! Bila bukan karena Nirwana adalah satu-satunya penulis dan komikus yang berada di planet Ruby, Leo yakin pasti Cosmos sudah bertatap muka satu persatu dengan semua penulis dan komikus kesayangannya itu!

Dengan pembukaan sendiri, tidak terkendali, Leo mulai menumpahkan semua keluh kesah. Ucapannya mengalir begitu saja, memenuhi suasana damai yang tercipta di sekitar makam keempat murid legendaris Penyihir Shappire.

Suara remaja itu begitu menyenangkan, jernih dan segar. Berpadu dengan desiran angin yang membawa aroma musim semi. Keempat tugu sangat hening, tetapi diam-diam seolah mendengarkan apa yang Guru mereka katakan. Sama seperti tahun-tahun sebelum mereka masuk ke medan Perang.

Duduk manis di kursi masing-masing, keempat remaja berbeda ras dan tipe kemampuan akan menatap sosok yang telah menjadi guru dan orang tua mereka. Mendengarkan, seraya diam-diam, membuat kenakalan.

Untuk Bulan Juli, Kemungkina diriku gk bisa update dulu karena .... sedang menantang diri sendiri. Ahahaha ... well, pekerjaanku masih banyak but ak penasaran, bisa gk sih 30 hari nulis berturut-turut dengan ide yg jeblok masuk tu aja ke otak n auto tulis?

Jadi ... diriku menantang diri sendiri dengan nulis d novel sebelah n update setiap hari selama sebulan.

Actually, novel ini gk memenuhi syarat karena udah kutulis sampe beberapa chptr k depan (but belum d edit) makanya tuk sementara ak akan fokus k novel sebelah dulu.

But tenang aja, ak cuma izin selama 2 minggu! Setelahnya, ak tetap aka update seminggu sekali seperti biasa~

AoiTheCielocreators' thoughts
Siguiente capítulo