webnovel

11. Kenangan An Leo

Terlahir di dalam lingkungan yang tidak baik, Leo tidak pernah mengerti cara wanita itu mencintainya. Wanita yang seharusnya ia panggil Ibu, adalah ras campuran. Sosok yang terlahir menawan dengan ekor ikan berkilau sewarna ruby. Bagian atas tubuhnya menyerupai manusia, dengan helai rambut semerah nyala api dan iris berwarna emas yang tajam. Sekilas, wanita Mer terlihat sangat rupawan dan indah, tetapi sepasang kelereng emas kecokelatan yang tajam lebih terlihat sepasang mata burung angkuh yang mampu membunuh apapun. Terlebih dengan helai rambut merah menyala, siapa pun akan melihat keangkuhan dan keagresifan yang tersirat—sangat berbeda dengan jenis Mer yang biasanya terlihat lembut dan tidak berbahaya.

Memiliki sepasang kaki dan tangan normal, Leo benar-benar terlihat seperti seorang anak manusia biasa. Bila bukan karena kemampuan bernapas di dalam air, wanita itu mungkin ragu bahwa Leo adalah bayi yang ia tetaskan sendiri. Selain wajah, sepasang mata biru dan rambut kelabu bocah itu terlalu mirip dengan Ayahnya. Mungkin, karena itulah ia tidak pernah benar-benar memandang darah dagingnya sendiri.

Wanita Mer yang cantik itu tidak pernah benar-benar merawat sang bayi. Hal ini juga yang membuat Leo tidak pernah mengingat wujud Ibunya selain warna merah yang menyala pada gelombang rambut indah dan kilau sisik dari ekor yang menawan. Wanita itu membiarkan Leo belajar mencari makanannya sendiri ketika bayi merah itu baru saja menetas. Di laut biru yang luas dan berbahaya, sosok kecil harus belajar mempertahankan hidupnya. Tidak peduli apa yang Leo lakukan, wanita berhelai merah akan memalingkan wajah dan menghindari sosok kecil yang akan selalu mencoba berenang mengikuti. Mungkin, satu-satunya hal yang patut disyukuri adalah Wanita itu tetap akan menolong ketika Leo kalah dan hampir mati dibunuh oleh--oh, entah berapa banyak monster laut.

Namun semua berubah ketika Pria itu muncul. Sosok pria yang tangguh, memakai pakaian besi dan terlihat sangat luar biasa kuat. Pria itu langsung mengenali wanita merah yang begitu menawan, bersama si kecil yang hitam dan kurus.

Tanpa ragu, pria itu merenggut Leo, lalu membunuh wanita itu. Saat itu Leo tidak mengerti apa pun. Ia hanya merasa … aneh. Wanita itu mengajarinya secara langsung bahwa yang lemah akan selalu mati di tangan yang kuat. Namun wanita merah itu tidak lemah sama sekali. Ia adalah Mer terkuat yang Leo ketahui, tetapi ... kenapa wanita itu tidak melawan ketika pria itu menyerangnya? Leo bingung, ketika melihat ekspresi tenang dari kepala yang bergulir di tanah, batita kecil itu tidak merasa marah ataupun kecewa.

Sepasang kelereng biru berkedip, lalu mendongak menatap pria kuat yang menggendongnya. Dengan bahasa Mer yang kekanakan, batita berhelai kelabu itu akhirnya bersuara. [Kenapa dia tidak menyerangmu? Padahal jelas, kamu lebih lemah darinya.]

Pria itu tidak mengerti apa yang Leo katakan, tetapi menebak bahwa itu bukan hal yang baik. Ketika pria itu bertanya siapa namanya, Leo tanpa ragu mengatakan bahwa ibunya selalu memanggilnya Shappire. Shappire adalah bahasa Phoenix yang berarti bencana sementara dalam bahasa persatuan, berarti permata biru di dasar laut. Tanpa ragu, Ayahnya menebak bahwa makna yang diambil wanita itu adalah yang pertama.

Karenanya, dengan tegas pria itu mengubah nama bocah kecil menjadi An Leo, mengikuti marganya. Sejak mengikuti pria yang mengaku sebagai Ayahnya, Leo dibawa ke sebuah rumah mewah, menerima berbagai macam pendidikan dan perawatan.

Waktu berlalu, bocah primitif yang liar kini berubah menjadi seorang Penyihir terkenal dari keluarga An.

Saat itu, ras manusia hanya memiliki 4 Planet. Keluarga An adalah salah satu keluarga bangsawan yang berada di garis depan untuk memperluas dan mempertahankan setiap Planet. Itu sebabnya, Leo sebagai satu-satunya Penyihir yang terlahir di keluarga An, selalu menjadi tulang punggung. Ia belajar strategi perang, memiliki banyak laboratorium dan bahkan memiliki kekuatan fisik yang setara dengan Kesatria.

Semuanya terlihat baik-baik saja. Di samping perang yang tidak berkesudahan, Leo mulai merasakan berbagai macam emosi ketika satu persatu, mengenal banyak hal.

Keluarga An memperlakukannya dengan sangat baik. Ia adalah satu-satunya putra dari Kepala Keluarga An, juga satu-satunya anak dan Penyihir yang terlahir di keluarga itu setelah 50 tahun berlalu. Bahkan untuk ras manusia, memiliki keturunan akan sangat sulit. Mereka semua mengajari dan menyayangi Leo dengan tulus. Termasuk saudara Ayahnya, bibi yang tidak pernah memiliki keturunan, An Zizi.

Meski masih kerap melihat darah dan ikut berperang, karena kebaikan dan sikap semua orang, Leo benar-benar melupakan masa lalu yang primitif dan liar. Ia lupa bahwa dirinya bukan ras berdarah murni, bukan seorang ras manusia.

Hingga suatu hari, ketika Ayahnya meninggal di dalam perang, An Zizi menggantikan posisi sebagai seorang Kepala Keluarga. Wanita itu, dengan wajah dingin dan ekspresi kemarahan yang teredam, melemparkan sebuah buku tepat di atas meja ketika seluruh keluarga dan tetua berkumpul.

"An Leo … adalah darah campuran dari wanita kotor itu."

Satu kalimat, tetapi sukses mengguncang seluruh keluarga An. An adalah sebuah keluarga bangsawan ras manusia. Tidak peduli sehebat apa pun seseorang, mereka tidak akan pernah bisa menerima ras lain, terutama untuk darah campuran sepertinya.

"Apa … maksudnya?" Leo tercenga, menatap wanita itu dengan luar biasa. "Bibi, apa maksudmu?"

Wanita itu menggeretakkan gigi. Beberapa pertanyaan turut keluar dari para Tetua, menuntut apa yang Kepala Keluarga katakan. Pembukaan yang aneh, sukses membuat semua orang terguncang dan sulit menerima.

"Aku tidak akan berbasa-basi lagi," jeda beberapa detik. Zizi memejamkan mata, menarik napas dan menghembuskan dengan perlahan. "Itu adalah catatan milik Kakak dan … di sana, juga tertulis siapa Ibu kandung Leo."

"Zizi, apa maksudmu? Kau ingin berkata--"

"Ya!" Zizi menyela. Seolah tidak bisa menahan emosinya kembali, sepasang iris memerah dan energi kuat dari anomali mencekik ruangan itu. "Kakak selama ini berbohong! Dia ... Dia ... ," Zizi seolah tidak bisa berkata-kata. Iris merah itu menatap keponakannya dengan tajam. "Leo sebenarnya adalah anak wanita itu! Ras Mer campuran! Darah daging dari wanita jalang itu!"

Pemuda itu membeku. Tidak mampu untuk berkata-kata kala gemuruh kekacauan menerpa. Bukti sudah di depan mata, Zizi diam-diam telah melakukan tes DNA. Tidak bisa disangkal bahwa ia hanyalah seorang … darah campuran. Maka sejak itu, Leo diusir dari keluarga An. Namanya dihapus dari daftar keluarga dan tidak diizinkan kembali memasuki atau bahkan menginjakkan kaki di rumah keluarga An.

Perasaan sedih dan kecewa, berubah menjadi kemarahan. Sungguh, begitu banyak hal yang telah ia ciptakan, begitu banyak hal yang telah ia keluarkan untuk keluarga itu, tetapi mereka membuangnya begitu saja hanya karena ia adalah ras campuran?! Tidak bisakah keluarga ini melihat kontribusinya selama bertahun-tahun?! TIDAK BISAKAH MEREKA MELIHAT USAHA KERASNYA UNTUK MENINGKATKAN STATUS KELUARGA ITU?!

Sekarang, Leo benar-benar mengerti betapa wanita merah itu mencintainya.

Tidak peduli dimanapun, ras campuran akan selalu dianggap kotor, aib. Bencana. Itu sebabnya mereka akan selalu ditolak, itu sebabnya wanita itu tidak akan pernah mengajari Leo arti dari kata 'diterima'. Karena ketika mencicipi rasa manis diterima dan disayang … ia juga harus bisa menanggung pahitnya ditolak dan dibenci. Rasa sakitnya jauh lebih intens, membuatmu putus asa, mencekik pernapasan dan jantung. Rasanya seperti ditelan oleh lubang hitam keputusasaan yang kian lama, semakin menguras kehidupanmu.

Namun Leo tidak berencana untuk bersembunyi dan terus tenggelam di dalam kesedihan. Ia tidak akan mau berakhir seperti wanita itu, yang dengan rela dipenggal oleh kekasihnya. Ayahnya, tidak pernah menyesal membunuh wanita Mer, ia justru terlihat bangga. Mampu membunuh Kesatria Level 8 yang jelas, jauh lebih kuat darinya. Oh, benar-benar menjijikan bila mengingatnya.

Leo mendengus dingin. Ia ingin berdiri sendiri, lalu menggunakan satu nama yang sudah sangat lama tidak terdengar.

Shappire.

Bencana.

Karena itu Leo mulai membentuk kelompok sendiri. Terlepas apakah mereka adalah ras campuran atau bukan, apakah mereka lemah atau kuat, Leo menyatukan mereka. Membentuk suatu komunitas yang besar hingga secara bertahap mulai menguasai satu demi satu Planet yang berbeda.

Nama komunitas mereka adalah Shappire. Namun karena Planet yang dikuasai semakin banyak, Leo membuat sebuah proyek untuk menyatukan semua hal. Sebuah jaringan yang hanya mengenal satu pemilik. Sebuah teknologi yang bercampur dengan rune.

Bagusnya, proyek ini berhasil. Beberapa orang di kelompok mereka sudah menggunakan asisten. Mereka semua puas, merasa Asisten adalah sesuatu yang baik dan luar biasa. Sangat praktis. Sayangnya, Leo tidak puas. Ia merasa Asisten harus memiliki satu induk utama, kecerdasan buatan yang benar-benar berpatroli sebagai penjaga yang melindungi identitas dan data yang tersimpan. Bukan sebuah Proxy biasa, tetapi sebuah petarung yang bahkan mampu memiliki pemikiran sendiri.

Karena itu, Micro dibuat. Sayangnya, proyek ini belum selesai dan mereka diserang. Kelompok ras manusia, keluarga An, tanpa ragu melakukan perlawanan. Satu persatu Planet yang dengan susah payah mereka dapatkan, direbut. Hal ini membuat Leo marah, terlebih saat mengetahui Bibinya, An Zizi, dengan sengaja menargetkan.

An Zizi adalah Kesatria level 10, wanita itu dengan cerdik melakukan genjatan senjata dengan berbagai ras. Mereka semua bersatu, bukan hanya untuk menguasai planet milik kelompok Shappire, tetapi juga mencoba untuk merebut teknologi mereka.

Di sini, Leo tahu, ia benar-benar tidak bisa tinggal diam lagi.

"Tuan … kumohon, jangan pergi …," sosok ras manusia itu mencengkram ujung jubah Tuannya. Wanita itu pucat, terbaring di atas kasur dengan sepasang iris merah yang basah karena air mata. Ada kilas keputusasaan di sana, bersamaan rasa sakit yang seolah mencekik. "Jangan pergi … ."

Leo melirik, menatap ke arah salah satu muridnya yang menjaga Laboratorium. Wanita ini adalah seorang Penyihir, juga menjadi satu-satunya yang selamat di Laboratorium yang telah bermandikan darah.

Wanita yang paling lincah dan nakal, kini kehilangan senyuman. Menatap memohon dan menyedihkan kepada satu-satunya orang yang dapat ia jadikan sandaran.

"Mereka mengambil Micro."

"Micro tidak … seberharga Tuan," wanita itu menarik napas—mencoba bersuara di sela rasa sakit. Sangat sulit untuk berucap. Setiap kata terasa mencekik seluruh pernapasan. Suara yang keluar begitu parau—bergetar dengan volume yang sangat kecil. Namun pria jangkung yang mengenakan jubah biru itu bisa mendengar dengan jelas.

Sang Penyihir menarik lengan bajunya dengan mudah. Ia tidak mengatakan apa pun kembali dan keluar dari dalam ruangan dengan langkah yang pasti, seolah tidak memiliki sedikit pun fluktasi emosi akan permohonan dari seseorang yang disayangi. Pintu besi terbuka, lalu menutup secara otomatis, mengisolasi pasien yang berada di dalam ruang medis begitu saja.

"Bagaimana keadaannya?" seorang Elf dengan rambut pirang dan mata hijau berjalan menghampiri. Sosok rupawan itu lebih tinggi, bertanya dengan nada dingin dan datar, tetapi jelas tersirat kekhawatiran.

"Racun di tubuh sudah dikeluarkan, dia akan baik-baik saja," jeda beberapa detik, pria berhelai kelabu panjang itu mengkerutkan alis. "Jangan beritahu Rika bahwa mungkin … ia tidak akan bisa bermain dengan robotnya lagi untuk beberapa tahun ke depan."

Rio Xavelir langsung mengerti. Meski mereka sudah mengeluarkan racun, Takaharu Rika tetap akan memiliki masalah. Racun yang dihirup terlalu berbahaya, sangat beruntung bahwa wanita itu bereaksi cepat dengan meminum pil penawar. Meski nyawanya berhasil diselamatkan, gejala sisa akan tetap ada.

"Sekarang, apa yang akan kau lakukan?" Rio mengkerutkan alis. Langkah kakinya mantap, mengikuti sosok ras campuran di sampingnya untuk menelusuri lorong panjang berdinding perak. Beberapa detik kemudian, ia menyadari sesuatu. Jalan ini … jelas menuju basemant?

"Dia membawa Micro."

Dalam persekian detik, Elf itu tahu apa maksud Leo. Ekspresinya berubah. "Kau akan menyerangnya."

Itu bukan pertanyaan, tetapi pernyataan. Leo tidak perlu menanggapi, Rio sudah sangat jelas apa yang Penyihir ini pikirkan.

"Bisakah kau tidak pergi?" Rio mengkerutkan alis. Ia tahu seberapa penting Micro, bagaimanapun, ia salah satu orang yang bergabung di dalam proyek membuat robot itu. Bila Micro benar-benar berhasil digeledah … mereka semua akan hancur. "Ini jebakan untuk memancingmu keluar."

Tap.

Langkah kaki Penyihir itu berhenti, membuat Rio ikut berhenti. Wajah cantik berbingkai helai kelabu menoleh, menatap sepasang iris hijau milik Elf di sampingnya. Ada kemarahan yang terpendam, membakar hingga membuat siapa pun yang melihat akan gemetar. Kelereng biru itu dingin, dengan niat membunuh yang tidak disembunyikan sama sekali.

"Dia berani menyusup masuk ke wilayah kita, membunuh 234 profesor dan Kesatria di dalam lab dan bahkan … membunuh ketiga muridku—Rio, katakan. Apakah aku bisa memaafkannya?" nada Leo tenang, tetapi jelas memendam kemarahan yang siap meledak. "Katakan kepadaku, apakah aku masih tetap bisa diam?"

Elf itu tahu seberapa berharga keempat murid Leo. Leo mengasuh dan mendidik mereka sejak mereka bahkan belum bisa berjalan. Empat orang anak yatim-piatuh. Diasuh dan dibesarkan oleh tangan sang Penyihir. Penyihir ini bisa dengan mudah membunuh tetapi juga dengan lembut mampu membesarkan seorang anak yang rapuh dengan penuh kasih sayang. Lalu sekarang, pemimpin Shappire mendapati bahwa ketiga murid kesayangannya mati dan hanya menyisakan seorang murid yang nyaris merenggang nyawa …

"Aku—"

"SIAPA YANG MENGIZINKANMU UNTUK PERGI SEORANG DIRI?!"

Raungan seorang wanita bergema di lorong yang sempit. Sosok rupawan dengan helai rambut seputih salju dan iris berwarna emas melangkah dengan cepat. Tubuhnya berbalut pakaian besi, terlihat sangat heroik dengan setiap langkah tegas yang diambil. Mendekat dengan membawa tekanan seorang Kesatria level 9, tidak ada satu pun yang terpengaruh dengan emosinya yang bergejolak. Dengan tekanan yang kian lama kian menindas, Leo dan Rio hanya diam di tempat, menatap ras Naga dengan pandangan acuh tak acuh.

"Jangan menghalangi," dengan jentikan jari, sosok wanita itu membeku di tempat—tidak mampu untuk bergerak. Hal ini membuat tekanan yang dikeluarkan kian berat. Ekspresi wanita itu semakin terlihat marah.

"An Leo … kuperingatkan kau untuk tidak pergi," Naga Salju itu menggeretakkan gigi, mengeluarkan setiap patah kata dari kerongkongannya. "Setidaknya, bila kau benar-benar ingin pergi, bawa aku bersamamu! Aku tidak akan mengizinkanmu pergi sendiri--"

"Aku akan pergi," Leo menyela. Ia memalingkan wajah, lalu berbalik dan melangkah ke arah yang berlawanan dari sang Naga. "Jangan ikut campur, ini urusanku dengannya."

"LEO!" Naga salju mengaum marah."Urusanmu juga merupakan urusanku—sialan! Siapa yang mengizinkanmu pergi?! Leo! Apakah kau mendengarkanku?! AN LEO!"

Wanita itu terus berteriak—mencoba memanggil sosok yang seolah tuli. Leo tidak peduli. Ia tetap melangkah, membiarkan Rio mengikuti begitu saja sementara Penyihir kelabu itu, sibuk mulai mengatur beberapa orang untuk melakukan penyergapan.

"Leo—"

"Bila kau bermaksud menghalangi, Rio, percayalah, aku juga akan membuatmu bernasib sama seperti Evelin," Leo menyela. Sepasang kelereng biru masih fokus menatap layar transparan yang melayang-layang di hadapannya. Tidak memperhatikan sama sekali seseorang yang terus mengikutinya.

"Tidak, aku tidak akan mencegahmu."

Tap.

Langkah kaki Leo berhenti. Ucapan Elf di sampingnya sukses membuat Penyihir kelabu itu tertegu. Ia menoleh, menatap sosok rupawan yang kini memasang ekspresi yang begitu tenang—seolah-olah, apa yang baru saja terjadi bukanlah hal yang akan mengganggu emosinya.

"Leo, aku tahu, mencegahmu hanya sesuatu yang sia-sia," mengerutkan alis, Elf laki-laki itu mencoba menjelaskan. "Karena itu … aku, kali ini tidak akan mencegahmu, tetapi bukan berarti aku akan membiarkanmu pergi dengan mudah."

"Maksudmu?"

"Berjanjilah kepadaku," sepasang netra hijau itu fokus menatap iris ocean sang Penyihir. "Berjanjilah kepadaku, juga kepada teman-teman kita yang lain dan juga kepada muridmu yang selamat … berjanjilah kepada kami—orang-orang yang menunggumu—bahwa kau akan kembali dengan selamat—tidak kekurangan satupun—tidak akan meninggalkan pesan duka kepada kami."

Leo terdiam. Bibirnya terkatup rapat, dengan alis yang terpaut. Penyihir ras campuran itu tidak bisa berjanji dengan mudah. An Zizi, Bibinya, adalah satu-satunya Kesatria level 10. Wanita itu sangat kuat, cerdas dan licik. Leo, adalah anak didikannya secara langsung. Secara kasar, ia bisa menebak beberapa perhitungan wanita itu.

Salah satunya, tujuan utama kenapa mengambil Micro yang jelas-jelas, produk yang belum dilakukan uji coba.

"Leo, bisakah kau berjanji?" Rio mendesak. Ras Elf itu dengan jelas melihat bahwa Leo sulit untuk menggenggam keinginannya—oh, bukan hanya keinginannya, tetapi keinginan mereka semua. Leo adalah Penyihir mereka—pemimpin sekaligus teman. Mereka semua, jelas bisa berdiri berdampingan dengan Leo. Rela untuk ikut bertarung dan mempertaruhkan nyawa demi Penyihir ini.

Namun, Leo tidak akan menerimanya.

Ini adalah urusan pribadi Leo bersama dengan mantan keluarganya. Penyihir ini ingin menyelesaikan sendiri—membersihkan apa yang disebut masa lalu dan membayar semua darah yang telah tumpah di antara mereka. Leo ingin menyelesaikan dengan tangannya sendiri dan mereka semua, tidak berhak untuk ikut campur ke dalam dendam pribadi kedua orang bermarga An ini.

"Oke," setelah beberapa detik, pada akhirnya Leo mengangguk. Sosok Penyihir itu menatap serius wajah sang Elf. "Aku berjanji, bukan hanya kepada mereka yang menungguku kembali, aku berjanji kepada mereka yang telah mati … bahwa aku, An Leo, akan kembali dalam keadaan hidup, apa pun yang terjadi."

.

.

.

TBC

Happy b'day to me!!!

karena hari ini diriku berulang tahun, tak update cepat~

btw, terima kasih sudah membaca!

AoiTheCielocreators' thoughts
Siguiente capítulo