webnovel

PUNISHMENT

Hmm... kira-kira gimana nih kelanjutan rumah tangga Ifa dan Rizky? Apakah akan ada aral melintang yang dapat mengganggu rumah tangga mereka? Apakah akan ada orang ketiga? Masalah keturunan? Atau mungkinkah ada masalah dengan kepercayaan di antara mereka?

Ikuti terus ya cerita ini.

⭐⭐⭐⭐

Happy Reading ♥️

Rizky dan ayah Amir makan siang bersama di restaurant yang ada di gedung perkantoran tersebut.

"Nah, coba kamu ceritakan ada masalah apa? Kamu bertengkar dengan Ifa? Kamu dibully oleh Ifa? Atau ada masalah lain?"

"Yah, Iky lagi bingung."

"Bingung kenapa?"

"Gimana kalau ternyata Iky mandul?"

Amir tertawa mendengar pertanyaan Rizky. Astaga, sangkain ada apa.

"Ayah kok malah ketawa sih? Memangnya ayah nggak khawatir kalau Iky nggak bisa punya anak?"

"Kamu kok bisa tiba-tiba punya pikiram kayak gitu?"

"Ini gara-gara emak Bella nanya kenapa Ifa belum hamil."

"Kalian nggak pakai alat kontrasepsi kan? Ifa nggak minum pil KB kan?"

"Nggak, yah. Tapi memang dari awal Ifa agak keberatan kalau harus hamil saat dia kuliah."

"Ya sudah kalau begitu. Itu secara tidak langsung menjadi doanya Ifa. Mungkin nanti setelah Ifa lulus kalian baru dikasih anak oleh Allah."

Rizky tercenung mendengar penuturan ayahnya.

"Kenapa? Kamu masih nggak percaya dengan ucapan ayah? Kalau memang kamu penasaran, nggak ada salahnya kalian berdua periksa. Mungkin saja memang salah satu di antara kalian mengalami masalah."

"Kalau ternyata Iky yang bermasalah gimana, yah? Iky khawatir Ifa bakal ninggalin Iky."

"Jangan negatif thinking dulu. Sekarang ayah tanya, kalau ternyata Ifa yang bermasalah bagaimana? Apakah kamu akan meninggalkan dia? Apakah kamu akan kawin lagi?"

Sekali lagi Rizky tercenung mendengar perkataan ayahnya. Nggak, gue nggak bakal meninggalkan Ifa. Gue nggak bisa jauh dari dia. Apapun yang terjadi, gue bakal selalu mendampingi dia. Rizky sibuk dengan pikirannya.

"Ayah dan bunda gimana? Apakah kalian menuntut kami untuk punya keturunan?" Rizky balik bertanya.

Amir menghela nafas. Dia teringat masa-masa awal menikah dulu. Dia pun mengalami hal yang kurang lebih sama. 3 tahun mereka menunggu untuk bisa memperoleh anak. Itu pun dengan perjuangan yang tidak mudah. Berbagai terapi harus mereka jalani. Kebetulan saat itu Ulfa mengalami masalah pada siklus ovulasinya. Selama 2 tahun mereka menjalani proses terapi dan alhamdulillah memasuki tahun ke 3 istrinya berhasil hamil.

"Kami dulu pun mengalami hal yang sama sebelum akhirnya kami memiliki kamu. Kalaupun salah satu diantara kalian bermasalah, hadapi dengan lapang dada dan tawakal. Serahkan semuanya ke Allah. Tak ada yang tak mungkin buat DIA." Amir berusaha menenangkan putranya yang masih tampak resah.

"Untuk masalah keturunan ayah dan bunda tidak akan ikut campur. Kalau memang kalian tidak memiliki keturunan, kami akan mencoba legowo menerima takdir Allah. Tapi sekali lagi ayah ingatkan, jangan pesimis dulu. Tetaplah berprasangka baik pada Allah. Terus berdoa dan meminta padaNya."

"In syaa Allah Iky akan mencoba menerima apapun takdir Allah."

"Ya sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti kamu malah stress. Kalau stress, kamu malah tambah susah punya anak. Ayo, sekarang makan dulu."

⭐⭐⭐⭐

"Yang, gue kok kepikiran omongan emak ya."

"Omongan yang mana? Soal anak? Santai aja lagi." sahut Ifa yang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Yang, perhatian dikit dong kalau suami lagi ngomong," Rizky agak merajuk saat Ifa seolah tak peduli. Diperhatikannya Ifa yang malam itu mengenakan celana pendek dan tang top sehingga menampakkan tubuh mulusnya.

"Hmm....."

"Yang... "

"Hmm..."

"Yang!" Rizky agak mengeraskan nada bicaranya karena sang istri masih tak peduli. Bukannya menyahut, Ifa malah tertawa sambil asyik menatap ponselnya. Karena kesal, Rizky beranjak dari tempat tidur dan keluar kamar. Ia duduk di depan tv dan mulai menonton tv. Tangannya sibuk memencet remote tv. Setelah beberapa saat memindah-mindah channel tv, akhirnya Rizky merasa bosan. Ia pun mulai merebahkan dirinya di sofa. Tak berapa lama, Rizky mulai terlelap.

Sementara itu Ifa yang dari tadi asyik dengan ponselnya baru menyadari suaminya tidak ada di sampingnya. Ia pun keluar kamar dan dilihatnya Rizky tertidur di sofa. Ifa mendekati suaminya dan duduk di atas permadani. Ia pandangi wajah suaminya yang tampak lelah. Di kecupnya kening Rizky. Dielusnya rambut suaminya dengan penuh sayang.

"Maaf ya, tadi gue nyuekin elo. Gue sengaja, karena gue nggak mau elo membahas hal tersebut. Gue nggak mau stress." Ifa bermonolog sembari tangannya terus mengusap rambut suaminya.

"Bangun, yang. Pindah ke kamar yuk." Ifa berusaha membangunkan Rizky. Bukannya bangun, Rizky malah memunggungi Istrinya. Ifa tak menyerah, ia terus mengguncang bahu Rizky. Setelah beberapa saat tak juga berhasil, Ifa mulai menciumi tengkuk suaminya. Kali ini ia berhasil membuat Rizky terbangun dan berbalik menghadap kepadanya. Bahkan Rizky membalas ciuman Ifa dengan melumat bibir istrinya. Ifa gelagapan mendapat serangan mendadak dari Rizky. Namun tak lama ia bisa mengimbangi ciuman suaminya. Ia membalas dengan lembut bahkan membiarkan lidah Rizky masuk ke rongga mulutnya. Merasa mendapat balasan dari Ifa, membuat Rizky semakin bersemangat. Kini tangannya mulai meraba dada istrinya. Sementara itu Ifa hanya bisa mendesah akibat tangan nakal suaminya. Mendengar desahan Ifa membuat Rizky tak bisa lagi menahan gairahnya. Diangkatnya tubuh Ifa menuju kamar dan dibaringkannya di atas ranjang.

"Gue akan menghukum lo malam ini," bisik Rizky disela-sela ciuman panasnya.

"Kenapa gue dihukum?" Ifa balik bertanya dengan nafas memburu akibat tangan Rizky yang tak berhenti meraba tubuhnya. "Gue salah apa?"

"Ada beberapa kesalahan lo malam ini. Pertama karena elo tadi nyuekin gue, kedua karena elo menggoda gue, ketiga karena elo terlalu cantik." Ah, masih sempat ngegombal nih babang Chico. "Kesalahan lo yang paling fatal adalah karena malam ini seksi banget. Dan gue harus menghukum lo untuk semua kesalahan itu."

Ifa tidak sempat membela diri karena Rizky semakin ganas menyerangnya. Keduanya sudah saling mendesah dan mengerang nikmat karena permainan cinta mereka. Saat Rizky hampir mencapai klimaks, ia menghentikan sesaat gerakannya. Ifa protes melalui pandangannya.

"Kenapa berhenti?" tanyanya dengan nafas memburu dan mata berkabut karena gairah.

"Gue harap usaha malam ini menghasilkan calon debay," ucap Rizky sebelum melanjutkan gerakannya. Tak lama keduanya mencapai puncak kenikmatan bersama-sama. Rizky menyemburkan semua cairan cintanya ke dalam rahim Ifa. Rizky mencium mesra bibir Ifa saat ia telah menuntaskan semuanya. Dalam hatinya, Rizky memohon kepada Allah agar istrinya cepat hamil.

"Makasih ya, yang," bisik Rizky saat dia merebahkan dirinya di samping tubuh polos Ifa. Diraihnya tubuh istrinya ke dalam pelukannya. Ifa dengan senang hati bergelung dalam pelukan suaminya. "Semoga doa gue dikabulkan Allah."

"Aamiin allahumma aamiin." sahut Ifa. "Maaf, kalau sampai sekarang gue belum hamil juga. Mungkin gue yang mand...."

"Ssstt... jangan punya pikiran kayak gitu. Kita hadapi bersama apapun masalahnya. Gue harap elo selalu ada di sisi gue." Ifa tidak menjawab, dia mengecup bibir Rizky sebagai jawabannya.

"Kita nikmati kebersamaan ini walau usaha kita untuk punya debay belum berhasil. Ambil positifnya, kita nikmati pacaran dan berduaan sepuasnya, sebelum akhirnya nanti kita berbagi dengan anak-anak kita." Kali ini Ifa yang berusaha menenangkan suaminya. "Gue bingung, kok elo sampe kepikiran banget sih? Nggak usah terlalu dipikirin apa yang emak bilang. Bentar juga emak lupa."

"Yang, elo kayak nggak tau emak aja sih. Dulu waktu pertama kali dia minta gue jadi mantunya, rajin banget dia mengingatkan gue tentang itu. Gue masih ingat tuh waktu emak minta gue jadi mantunya, di depan si Nena." Rizky tertawa mengingat hal tersebut. "Apalagi untuk urusan cucu."

"Oh iya yang, dulu reaksi Nena gimana pas emak minta elo jadi mantunya?"

"Hehehe.. gue nggak tau dan nggak nanya. Kan akhirnya dia gue tinggal di supermarket karena gue antar calon mertua pulang."

"Sadis. Kalau gue yang jadi Nena, gue bakal ngamuk deh." ucap Ifa sambil tertawa geli membayangkan wajah Nena saat itu.

"Sudah ah, nggak usah bahas soal itu lagi. Yang penting kan sekarang elo sudah jadi istri gue dan elo cinta banget sama gue."

"Idih, nggak kebalik tuh? Siapa yang sampe nyusul ke Lombok karena kangen? Siapa yang sering nulis-nulis nama gue di kertas? Siapa yang selalu tersenyum bahagia saat gue putus sama cowok?" ledek Ifa

"Iya.. iya.. gue yang cinta banget sama elo. Tapi siapa ya yang sampai patah hati selama bertahun-tahun hanya karena dianggap adik." balas Rizky. "Sudah ah, yuk kita bobo aja. Sudah malam banget nih. Besok kan elo ada kuliah pagi."

"Beb, pulang kuliah besok boleh nggak gue nonton basket sama anak-anak?"

"Siapa aja yang ikut nonton? Pergi ramai-ramai kan?"

"Iya, kita nontonnya rame-rame kok. Yang kemarin pada ikutan ke Lombok."

"Nggak boleh," jawab Rizky singkat.

"Kenapa nggak boleh? Karena ada Fadil?"

"Iya. Gue nggak suka lo masih pergi-pergi sama dia."

"Cieee... cemburu nih? Atau elo mau ikut? Athar rencananya mau nyusul lho."

"Gue nggak bisa. Besok harus bikin laporan closing. Kalau gue nggak ngijinin gimana?"

"Kenapa juga nggak diijinin? Kan gue perginya rame-rame. Apa karena ada Fadil?"

"Iya. Dan gue nggak bakal ngijinin istri gue pergi sama cowok yang naksir dia. Bahaya."

"Tenang aja beb. Fadil sudah move on. Sekarang dia lagi pdkt sama Mutia, yang sudah lama naksir dia. Jadi elo nggak usah khawatir lagi. Boleh ya gue pergi sama anak-anak?" Ifa mulai mencium-cium dada Rizky dan bahkan dengan berani meninggalkan kissmark disitu. Rizky mendesah karena perlakuan Ifa. Gairahnya kembali bangkit.

"Hmm... gimana gue bisa nolak kalau elo sudah mulai kayak begini." Rizky mengukung Ifa di bawahnya dan sekali lagi malam itu mereka bermain cinta.

"Ternyata gampang ya membujuk seorang Rizky," ucap Ifa setelah permainan cinta mereka malam itu berakhir.

"Cuma elo yang bisa membujuk gue dengan cara ini, yang." Rizky mencium puncak kepala Ifa. "Dan jangan pernah membujuk cowok lain seperti ini."

"Love you, hon." Tak lama kemudian mereka berdua sudah tertidur sambil berpelukan.

Siguiente capítulo