Seketika pening menyerang pusat isi kepala Jungkook. Pertanyaan Yerin tentang siapa sebenarnya dirinya saja sudah membuatnya hampir memutuskan untuk pergi meninggalkan mobil dan melenggang menjauh tanpa tahu arah tujuannya kemana. Hanya ingin menjauh pun itu kalau dirinya sungguhan tega meninggalkan Yerin sendirian. Namun nyatanya Jungkook tetap disana, terdiam sesaat setelah pertanyaan itu selesai mengudara dari bibir kecil Yerin yang ternyata memiliki pesona tersendiri. Hendak menjawab tapi takut jika dia katakan sekarang, itu akan menambah beban berat lagi didalam kepala Yerin. Jungkook yakin trauma gadis itu saja masih belum bisa gadis itu tangani sendiri, tidak bisa membayangkan jika dirinya akan menjadi salah satu yang menjadikan Yerin berpikir terlalu keras. Jungkook benci kala mengingat dirinya tidak bisa menjadi adik yang baik.
Tidak ada Jungkook yang tengil dengan segala kejahilan dan kelihaiannya mengontrol situasi. Keadaan masih tidak berubah dengan atmosfer mencekam yang mendadak menyelimuti. Hujan masih belum mereda sama sekali, namun bukan dingin yang terasa malah panas yang membara. Jungkook sungguhan seperti sedang bermain truth or dare, dimana dia harus memilih antara mengatakan kebenaran atau melakukan sebuah tantangan. Iya, tantangan akan sebuah keberanian atau malah menguji kemanusiaan. Tentang apakah dirinya bisa sanggup melihat Yerin memikul sekali lagi beban didalam kepalanya dan menjadikan dirinya sendiri adalah titik tumpu dimana semua atensi kegelisahan Yerin berasal. Tentu jawabannya adalah selamanya; tidak. Jungkook tidak akan pernah bisa melakukan itu. Rasa sayang nya begitu besar hingga ia tidak tahu harus menyebutnya apa. Rasa sayang seorang adik yang menggebu ingin melindungi, atau limerence yang berarti cinta yang menggila ngin memiliki.
Pun sekarang Jungkook belum bisa memutuskan. Lebih memilih menyebut semua yang terjadi adalah bagian dari dirinya menemukan jati dirinya. Bayangkan, dirinya saja masih belum jelas asal usulnya, bagaimana bisa dia sudah berani menyebut-nyebut kata cinta, atau apa tadi? Limerence? Iya. Bukankah itu terlalu awal untuk dirinya menyebut semuanya sebagai Limerence? Cinta yang menggila? Begitu?
Ingatlah Jungkook, kau baru 18 tahun!
Benar. Mungkin sekarang Jungkook harus segera menarik kesadarannya. 18 tahun, terlalu dini untuk dirinya menggemakan sesuatu yang disebut dengan cinta. Pun sekarang pertanyaan yang Yerin tanyakan padanya adalah bukan perihal tentang cinta, atau sejenisnya. Melainkan seperti sebuah penginterogasian tentang siapa dirinya dan apa tujuannya. Meskipun jelas saja sudah bahwa dirinya adalah Choi Jungkook, seorang remaja yang diutus nenek besar Kim untuk menjadi temannya dengan bayaran berupa pundi-pundi saldo Won yang akan terus mengalir kedalam rekeningnya setiap akhir bulan nantinya. Namun sepertinya, kalau Jungkook tidak salah menebak, yang dimaksudkan Yerin bukanlah itu, namun ada hal lain, terkait masa lalu, dan sekelebat bayangan pada sebuah kisah tentang dua bocah penikmat corn dog dipinggir jalan. Menikmati banana cup milk dengan pipet yang gepeng karena terus digigit. Jungkook menerka sebisanya, hingga akhirnya sang penanya menoleh kearah dirinya. Membuat Jungkook terkesiap saat dua manik hazel itu memincing seolah meminta jawaban.
"Adikmu."
Seketika dua manik hazel yang semula memincing teduh menanti penjelasan, mendadak membulat menyiratkan keterkejutan yang entah kenapa malah membuat dada Yerin sesak seketika. Adik? Yang benar saja!
"Kau berbohong kan, Jungkook!" ucap Yerin setelah sempat terdiam beberapa sekon sembari menilik kedalam iris hitam Jungkook. Berusaha mencari celah guna mendeteksi kebohongan. Pun jika sungguhan Jungkook berbohong, itu akan membuat Yerin merasa sangat lega. Senang karena sungguhan Jungkook berkata bohong, atau senang karena tanpa ikatan seperti itu yang seperti Jungkook katakan, Yerin jadi memiliki kesempatan lebih besar. Perihal dia menyukai Jungkook dan ingin selalu bersama.
Jujur saja Yerin benci jika yang dikatakan Jungkook adalah benar, tapi mungkin sekarang saatnya Yerin kembali berpikir realistis. Yerin adalah anak tunggal, satu-satunya anak dari kedua orang tuanya, dan Yerin juga sama sekali tidak pernah mengetahui ibunya hamil atau berniat memiliki anak setelah dirinya. Yerin jelas masih sangat mengingat bahwa ibunya selalu menyetujui saat Yerin menolak berkali-kali saat ibunya berusaha membujuk Yerin untuk memiliki seorang adik. Katanya untuk menjafi teman Yerin. Namun gadis itu menolak mentah-mentah, melontarkan semua ketakutannya yang hanya berporos pada dirinya yang takut kadihnya terbagi. Yerin adalah gadis yang tidak bisa berbagi kasih, sayangnya untuk berdua, pun jika sungguhan dia memiliki seorang adik, mungkin adiknya akan sangat tersiksa karena memiliki kakak perempuan seperti Yerin. Kepemilikan yang mutlak tanpa peduli siapa-siapa saja yang hendak merenggut darinya.
Sekarang Yerin sedikit menyesal atau malah tidak sama sekali. Tapi tentang kilas balik sekilat ingatan itu kembali muncul, membuatnya mungkin terlalu memikirkannya. Dia egois dalam segala hal. Bahkan ibunya harus dengan senang hati saat menerima kemarahan Yerin hanya karena Yerin menolak memiliki seorang adik. Entah karena Yerin yang terlalu disayangi atau perihal ibunya yang terlalu menyayangi hingga membuat sang ibu bahkan tidak pernah tega menolak keinginan putrinya. Namun, Yerin tetaplah Yerin dengan segala kepuasan kepemilikannya. Yerin tentu memiliki otak yang berbobot. Lahir dari dua keluarga pebisnis yang haus akan kuasa. Haus akan duniawi meskipun tak pernah terpikir mereka semua bisa menguasai Abel Red dengan menyatukan dua anak mereka. Kim Daehyun dan Jung Aira. Maka lahirlah Kim Yerin dengan segala kecerdikannya dan kelihaiannya memberi argumen dan mempertahankan argumennya sendiri dengan semua pembenarannya diisi kepala. Dan lucunya lagi, bocah 13 tahun itu sudah sangat pandai memutar kata, memberikan penuturan selogis mungkin hingga semua orang pada akhirnya membenarkan semua argumennya.
Perihal penjual banana milk shake yang selalu menggunakan botol kuning sebagai wadahnya. Dan juga perihal Rapunsel yang membiarkan Robin hood nya masuk kedalam menara hingga berpuluh-puluh kali sebelum akhirnya memutuskan kabur dan berlayar disebuah danau untuk menyaksikan ribuan lentera menghiasi cakrawala malam di negerinya. Apakah sungguhan Rapunsel dan Robin hood tidak melakukan apapun? Di menara hanya berdua? Tidak ciuman? Atau berburu kepuasan?
Harusnya Yerin menjadi bersyukur karena masa kecilnya telah akrab dengan beberapa alat kerja ayahnya. Laptop dan komputer di ruang kerja ayahnya.
Menjadi setan kecil yang gemar menyelinap hanya untuk membaca sebuah artikel tentang dunia disney yang jadi momok favoritnya. Disney dan semua putri didalamnya yang selalu memiliki akhir 'Happily ever after'. Menyenangkan sekali.
Yerin tentu membaca tiap bait dan suku kata yang menggulir dilayar proyektor dengan sangat serius. Tangan kanannya berada diatas mouse dan dirinya duduk di bibir kursi coklat dengan raut serius karena dirinya sedang menemukan sesuatu yang menarik. Tentang 'Kisah nyata Rapunsel'.
'Wah' Yerin memekik heran kala membaca sepatah kalimat tentang Robin hood yang menyetubuhi putri Rapunsel.
Oh benarkah? Haruskan mempercayainya?
Image sang pangeran yang baik dan menjadi malaikat bagi sang putri mendadak hancur menjadi seorang bajingan. Semuanya beriring fakta bahwa dari artikel yang dia baca, bahwa sang putri akhirnya mau dibawa kabur oleh sang Robin Hood setelah melakukan hal yang tak seharusnya.
Licik! Apakah dunia memang sepahit ini? Sedangkan manisnya dunia Disney yang selama ini dia saksikan dengan penuh haru harus dia tepis seketika itu? Hanya pemanis saja?
Persetan!
Hampir hilang.
Semua ambisi, semua rencana, semua harapan, semua yang ada didalam isi kepala yang kelewat encer, serta obsesinya perihal menjadi pemegang kendali. Semua itu hampir saja hilang jika saja Jungkook tidak pernah hadir dalam hidupnya. Trauma itu, Yerin membencinya. Dia benci mengakui bahwa dirinya memiliki ketakutan. Dia benci mengatakan jika dirinya memiliki trauma. Memincing menikam dan memperdaya. Mengontrol jalan nya sendiri. Itulah dedikasinya dimasa lalu. 6 tahun yang lalu. Ambisinya untuk semua kontrol yang ingin dia genggam dalam tiap ruas jarinya. Semuanya hampir saja lenyap.
"Terima kasih Choi Jungkook. Aku telah menemukan kebohongan didalam matamu. Kau pandai dan aku tahu itu. Tapi, untuk yang satu itu, tolong jangan sebutkan lagi didepanku. Kau adikku? Aku benci memiliki adik sepertimu. Aku membenci adik sekalipun yang kau katakan adalah kebenaran.
Dan, lain kali jika berniat membuatku terkejut, gunakanlah lelucon yang lebih berbobot. Aku benci basa-basi meskipun kadang itu diperlukan. Aku muak dengan kebohongan, meskipun aku sering melakukannya. Dan aku tidak ingin mendengar itu lagi."
[]