webnovel

Penyergapan

"Serigala itu ada di sini?" Ecatarina mendarat di atas sebuah batang pohon yang tinggi dan berukuran besar yang berada di area Bukit Luito. Di sebelah wanita itu, Victor ikut mendarat setelah mengepakkan sayapnya beberapa kali untuk menyeimbangkan posisi kakinya ketika berpijak pada batang pohon.

Di hadapan keduanya, Vasile yang membelakangi mereka mengangguk. Tangannya memperbaiki posisi monocle yang menutupi mata kanannya. Matanya menyipit tajam memandang ke arah bawah.

Mengikuti arah pandang pria berkumis itu, Ecatarina mendapati tanah yang penuh dengan tanaman hijau. Tempat itu sedikit mencembung ke atas membuat bentuk tanah itu sedikit aneh. "Itu … beneran tanah?"

Setelah beberapa saat, Vasile menggeleng. "Itu bukan tanah melainkan gua."

"Gua? Tapi yang kulihat hanyalah sebuah tanah yang penuh dengan tanaman. Kau yakin pandangan mata tuamu tidak memburuk?" tanya Victor penuh keraguan tanpa menyadari percikan kejam di mata Vasile.

PLAK!

"Aduh! Kenapa kau memukul kepalaku, Pak Tua?! Sakit!" Victor langsung mengelus-elus kepalanya yang masih berdenyut.

"Mataku tidak serabun itu! Jangan remehkan mata tuaku!" Vasile mendengus kecil tanpa mengalihkan pandangannya dari gua yang terkamuflase dengan sangat baik.

Namun, seharusnya ia tidak melakukan kesalahan. Lagi pula, alat pelacak yang menempel pada tubuh pria serigala bernama Shikida Toma itu juga memperlihatkan titik keberadaannya di sekitar area itu.

Vasile menutup matanya dan menarik napas dalam-dalam. Kedua jari tangan kanannya menyentuh tengah dahi, tepat di antara sepasang mata. Mulutnya mengkomat-kamitkan sesuatu dan dalam sekejap, sebuah layar kecil muncul di depannya, awalnya berisi gambar yang buram dan penuh titik-titik yang sangat mengganggu tapi berangsur-angsur membaik dan menjadi sangat jelas.

"Tempat apa ini?"

Layar itu memproyeksikan sebuah ruangan luas yang sangat terang akibat dihiasi ribuan lampu minyak di dindingnya.

"Ma—maaf, Tuan. Ka—kami…."

Sebuah suara yang tidak asing terdengar dari layar. Suara itu merupakan suara dari pemilik pandangan yang terpancarkan di dalam layar itu, Shikida Toma.

Alat pelacak yang Vasile tempelkan pada badan pria itu terhubung dengan otak Vasile dan juga pandangan mata pria serigala itu. Itulah mengapa, layar tersebut bisa memproyeksikan pandangan Toma.

"Walaupun tertutupi oleh kain, bentuk kepalanya terlalu tinggi untuk manusia," komentar Victor saat melihat beberapa puluh makhluk hidup yang terlihat di layar.

Ecatarina mengangguk setuju. "Mereka semua half-beast. Jadi ini organisasi yang ingin memberontak itu?

Vasile melihat layar tersebut dengan serius. Oleh karena alat itu terhubung dengan dirinya, ia bisa mendengar dengan lebih jelas hingga suara latar belakangnya. Di sela-sela pembicaraan, ia menemukan kata-kata seperti GOHABI, Nemu, dan makhluk jahanam. Semakin lama ia mendengar, ia bisa memperkirakan apa yang sedang terjadi.

"Hmm … aku rasa sudah cukup. Rina, laporkan tempat ini kepada Silver dan biarkan pihak kepolisian yang mengurus sisanya!" pinta Vasile yang hendak terbang kembali menuju kediaman tuannya.

Namun, tiba-tiba, koneksinya dengan alat pelacak itu terputus. Langkah kakinya langsung terhenti. Alisnya mengernyit dalam membuat Ecatarina yang hendak pergi pun menghentikan kepakan sayapnya.

"Ada apa?"

Vasile, yang sepertinya telah memahami apa yang sedang terjadi, segera mengeluarkan sayapnya. "Mereka mengetahui keberadaan alat kita. Tidak mungkin kita menunggu para polisi. Mereka akan berhasil kabur sebelum para polisi datang Jadi, kalian, tangkaplah setidaknya satu orang di dalam sana untuk kita interogasi. Aku akan pergi dulu."

"Eh? Va—"

Belum sempat Victor bertanya, sosok Vasile sudah hilang ditelan energi cahaya yang muncul dari tubuh pria berkumis itu. Ketika cahaya itu hilang, Vasile sudah tidak ada di sana.

"Ke mana dia pergi?" Victor menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal dengan bingung.

Sebaliknya, Ecatarina juga mengedikkan bahunya dengan cuek tapi senyum di wajahnya memperlihatkan bahwa ia mengetahui sesuatu.

'Apa satu ronde panas itu sudah membuat hatinnya jatuh? Terlalu mudah!' Memikirkan itu, Ecatarina tidak bisa untuk tidak menutup mulutnya dan tertawa kecil dengan anggun.

"Rina ... tolong beritahu aku apa yang kau tahu!" mohon Victor dengan penuh rasa penasaran. Ia merasa mengetahui hal ini akan membawanya pada keuntungan besar dan biasanya firasatnya itu hampir seratus persen benar. Jika keuntungan besar yang dikaitkan dengan Vasile, tentunya adalah kelemahan Vasile yang bisa ia gunakan untuk menguntungkan kebun dan chainsaw-nya!

Ecatarina masih tertawa. Tatapannya menangkap wajah Victor dan kilatan aneh langsung muncul di sana membuat Victor sedikit kesuliltan menelan ludahnya.

'Ergh ... dia pasti sudah tahu niat jahatku....' Victor tidak lagi punya keberanian untuk mendesak wanita itu menceritakan hal ini karena jika ia bersikeras, berapa puluh chainsaw kesayangannya akan menemui ajalnya besok.

"A—ayo kita tangkap mereka!" seru Victor secepat mungkin dan langsung terbang mendekati area gua.

Sementara itu, Ecatarina masih tertawa-tawa kecil untuk beberapa saat sebelum mengikuti Victor....

*****

"ITU ADALAH ALAT PELACAK! TANGKAP SERIGALA ITU! DIA BEKERJA SAMA DENGAN INCUBUS."

Teriakan Nemu menggema di dalam ruangan, mengalahkan semua suara keributan di dalam ruangan itu. Semua orang langsung menegang dan hendak meloncat menuju Toma untuk menangkapnya. Namun, cahaya dari alat pelacak itu masih membutakan pandangan mereka.

Toma masih terduduk bingung di atas lantai dengan mata yang tertutup erat, menghindari cahaya yang menyilaukan itu.

'Apa maksudnya? Serigala itu maksudnya ... aku...?'

Tidak mungkin! Ia tidak mungkin bekerja sama degan makhluk yang paling ia benci di dunia ini. Namun, bagaimana bisa ia dituduh melakukan hal itu?

'Alat pelacak?' Teriakan Nemu kembali terngiang dan sebuah ide membuat rasa bencinya menjadi semakin kuat.

Benda yang bersinar itu adalah alat pelacak yang dimaksud Nemu dan benda itu ada pada tubuhnya. Yang bisa ia pikirkan hanyalah ... 'aku telah dimanfaatkan! Sialan!'

Dengan tangan yang terkepal erat, Toma memukul tanah hingga kulitnya robek. Namun, kebenciannya membuat tidak ada rasa sakit yang terasa.

'Pantas saja aku bisa dengan mudah keluar dari sana!' Ia sempat curiga tapi ia terlalu ingin secepatnya mengabarkan kekalahan mereka kepada organisasi sehingga ia tidak lagi memusingkannya.

Terlalu tenggelam dalam pikirannya, Toma tidak menyadari beberapa orang yang berada di dekatnya – yang tadinya hendak membawanya menuju ruang istirahat – mulai bergerak mendekat. Walaupun masih sulit melihat, beberapa orang itu bisa merasakan aura membunuh dari Toma yang begitu kuat sehingga mereka bisa memperkirakan posisi pria serigala itu.

Salah satu dari mereka menjulurkan tangan dengan cepat dan dalam satu kali serang, ia berhasil mengunci pergerakan Toma dengan menekan pria itu ke tanah.

"Le—lepas, aku bukan pengkhianat, ak—" Toma berusaha menjelaskan tapi pria itu menekan wajah Toma ke tanah hingga mulutnya yang masih terbuka dimasuki oleh tanah.

"Jangan banyak alasan! Kami sudah melihat bukti pengkhianatanmu." Pria itu mendegus jijik dan tidak suka. Dengan gerakan kuat, ia menarik tubuh Toma dan hendak membawanya sambil meneriakkan keberhasilannya dalam menangkap pengkhianat. Namun....

"Uaghh!"

Di tengah cahaya yang membutakan, sesuatu yang berkilau terlempar pada pria itu dan menggorok lehernya. Darah segar memuncrat keluar dan dalam sekejap, pria itu jatuh ke tanah, tidak lagi bernyawa.

"Si—siapa itu?!" rekan pria itu yang awalnya hendak membantu membawa si pengkhianat langsung siaga. Mereka mengeluarkan cakar dan senjata lalu berlari mendekati sosok yang tiba-tiba muncul itu.

Namun, dengan kecepatan tinggi, leher salah satu dari mereka kembali tergorok dan kehilangan nyawa. Tidak hanya itu saja, satu per satu dari mereka terus kehilangan nyawa akibat sebuah senjata yang terbang ke sana kemari dengan sangat luwes.

"Hyaa!"

"Iblis—agghh!"

Mendengar satu per satu teriakan itu, Nemu menjadi semakin cemas. Ia ingin menyerang tapi cahaya dari alat itu tidak kunjung hilang. "APA YANG TERJADI? CEPAT KATAKAN!" pintanya tapi yang ia dengar hanyalah teriakan menyedihkan sebelum pemilik teriakan itu jatuh ke tanah bagaikan sebuah barang rongsokan.

Tidak bisa bersabar lagi, ia mengambil sebuah benda di saku lengan pakaiannya dan berbicara pada benda itu. "Cepat lakukan sesuatu! Kau pasti bisa melihat lebih jelas bukan?!"

Suara tawa seorang wanita yang anggun muncul dari balik benda itu. "Tidak perlu kau perintah. Aku sudah bertindak."

Tepat saat ujaran itu terdengar, angin kencang memenuhi gua.

"Oh ... sebelum aku menghilangkan cahaya itu, kaburlah karena yang datang menyerangmu adalah incubus yang sangat kau benci," pesan wanita itu yang kembali tertawa sebelum memutuskan hubungan komunikasi dengan benda tersebut.

Jantung Nemu hampir copot mendengarnya. Ia segera berteriak, "CEPAT KELUAR! MAKHLUK JAHANAM ITU ADA DI SINI!"

Keadaan menjadi sangat kacau. Dalam keadaan buta, semuanya berlari menuju pintu darurat yang sudah mereka hafal letaknya untuk keadaan darurat seperti ini. Nemu juga segera berlari menuju pintu darurat miliknya pribadi dan kabur dari sana sebelum angin kencang itu hilang dan membuat incubus itu kembali bergerak dengan mudah.

*****

Nemu merangkak keluar dari pintu darurat yang membawanya sampai di sebuah ladang terbengkalai yang penuh tanaman ilalang. Dua penjaga terpercayanya juga ikut keluar.

"Apa kalian bawa sihir teleportasi?"

Kedua bawahan itu menggeleng. Mereka hanya membawa pil sihir untuk menyerang.

"Dasar tidak becus! Seharusnya kalian membawa sihir untuk melarikan diri juga!"

"Ma—maafkan kami Tuan."

"Akan kuhukum kalian ketika kita kembali." Nemu mendengus kesal seraya berlari melewati ilalang-ilalang yang tinggi membuat mereka kesulitan mencari pijakan yang nyaman.

Tiba-tiba, tanah yang menjadi pijakan mereka naik dengan bentuk yang aneh. Nemu tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya dan langsung jatuh menimpa kedua penjaganya.

"Jadi, yang ini yang akan kita bawa pulang?"

"Dilihat dari tadi, seharusnya dia pemimpinnya."

Dua sosok pria dan wanita turun dari langit dengan dua pasang sayap kelelawar yang sesekali mengepak. Keduanya dibaluti oleh kain di seluruh tubuh dan wajah mereka, menyisakan sepasang mata yang bercahaya merah bagaikan darah.

"I—incubus!"

"Tu—tuan, cepat lari!"

Kedua penjaga itu segera menarik Nemu ke belakang tubuh mereka. Keduanya meminum sesuatu yang ada di tangan mereka lalu, menyiapkan kuda-kuda untuk menyerang.

Nemu hendak berlari pergi tapi dengan satu kibasan tangan dari salah satu incubus itu, pijakan mereka menjadi bergelombang dan menjatuhkan ketiga half-beast itu dengan mudah.

"Ayo cepat ikat mereka dan pulang," gerutu salah satu incubus itu yang dengan malas mengeluarkan tali.

Namun, sebuah angin kencang yang berat tiba-tiba menyapu kedua incubus itu dan memaksa mereka memijakkan kaki ke tanah.

Di sela itu, sesosok wanita dengan lekukan tubuh yang indah dan seksi muncul di depan ketiga half-beast itu. Tubuhnya juga terbalut kain ketat hitam hingga ke wajahnya, menyisakan sepasang mata emas. Mata emas yang tajam itu melirik ketiga makhluk di belakangnya dengan malas. "Cepat pergi."

Ketiganya tersadar dan langsung berlari pergi dengan kecepatan tinggi.

"Tch!" Incubus yang mengendalikan tanah itu hendak menjatuhkan ketiga half-beast itu lagi tapi tekanan gravitasi dari angin yang terus menghantam tubuhnya begitu kuat hingga ia tidak sanggup menggerakkan tangannya sedikit pun.

Rekannya di samping juga dalam keadaan yang sama. Namun, matanya yang terbuka lebar tidak berhenti mengamati sosok wanita seksi itu.

Setelah memastikan sosok Nemu dan bawahannya sudah tidak terlihat lagi, wanita yang menyerang mereka itu tertawa kecil sebelum menghilang dari tempat itu. Angin yang menekan kedua incubus juga ikut hilang.

"Aghh! Sakit sekali!" gerutu yang pria yang merupakan Victor. Ia bahkan tidak bisa bicara karena tekanan itu dan seluruh punggungnya pegal. "Aku tidak menyangka ada half-beast yang sekuat ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana mereka bisa memiliki sihir?"

"Hm." Ecatarina berpikir keras.

'Wanita itu ...seharusnya merupakan incubus....' Walaupun wanita itu tidak memiliki ciri-ciri yang seharusnya dimiliki seorang incubus, Ecatarina tidak bisa menghilangkan pemikirannya itu. Ada sesuatu dari wanita tersebut yang membuatnya merasa sangat familiar dan tentunya sesuatu itu hanya ada pada seorang incubus .... yaitu, bau energi seksual.

"Ada apa Rina? Apa kau mengetahui sesuatu?"

"Ayo kita kembali dulu. Aku akan membicarakannya setelah itu."

*****

"Lepaskan aku! Sial! Akan kubunuh kau!" Toma berusaha menggerakkan badannya yang sakit untuk menonjok makhluk yang sedang terbang sambil membawanya di dalam dekapan dengan bridal style. Makhluk itu adalah pria berkumis brengsek yang membuatnya me ... melaku ... melakukan ... 'aghhhh! Aku tidak bisa mengatakannya! Terlalu memalukan!'

Sebelumnya di dalam gua, Vasile tiba-tiba muncul dan mengambil nyawa semua orang yang hendak menangkap Toma dan segera membawa Toma keluar ketika angin kencang yang aneh memenuhi gua itu.

Vasile berusaha mengeratkan dekapannya yang terus melonggar akibat rontaan Toma. "Berhentilah bergerak! Nanti kau jatuh!" mohonnya dengan sangat sambil menghindari tonjokan yang terus diluncurkan pada wajahnya.

"Tidak akan! Lepaskan aku! Lepas!" Toma bergerak semakin kuat dan akhirnya, hal yang ditakutkan Vasile terjadi. Tubuh pria ramping itu tergelincir keluar dari dekapan Vasile dan langsung jatuh ditelan ribuan pohon tinggi nan lebat perbukitan itu.

"Hah...." Vasile menghela napas lelah seraya memijat kepalanya yang pusing. Mengepakkan sayapnya, ia segera meluncur ke dalam pohon-pohon itu.

Oleh karena mereka sudah dekat dengan jalan keluar dari perbukitan, Toma yang jatuh menabrak beberapa pohon, terbawa keluar dari perbukitan dan mendarat pada area sepi yang hanya memiliki sebuah rumah sederhana terbangun di sana.

Vasile mendarat tidak jauh dari sana dan hendak membawa Toma yang kehilangan kesadaran ketika tiba-tiba, pintu rumah sederhana itu terbuka. Ia segera bersembunyi di balik sebuah batang pohon yang kokoh.

Sosok yang keluar itu adalah half-beast berambut jingga dengan telinga dan ekor yang memiliki loreng hitam.

'Harimau?' Melihat sosok itu sedikit membuat Vasile teringat oleh Mihai yang sudah mengganggu ketenangan kediaman tuannya dua hari ini.

"Hm? Ka—kau tidak apa-apa? Hei!" sosok itu menyadari Toma dan setelah menyadari bahwa Toma tidak sadarkan diri, ia segera membawa Toma masuk ke dalam rumahnya.

Melihat itu, Vasile mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan sesuatu di sana. Setelah menyematkan kertas itu pada gagang pintu rumah tersebut, ia kembali terbang menjauh.

Halo, terima kasih sudah membaca :)

Untuk sementara waktu, aku akan mengupdate satu hingga dua chapter dalam seminggu.

Jika kalian suka cerita ini, mohon dukungannya juga melalui vote, comment, dan review <3

AoiShana8creators' thoughts
Siguiente capítulo