Danu menggelengkan kepalanya. "Gak, Coy. Beneran gua gak berani. Dia sempet deketin gitu, tapi gak jadi. Gua takut, Coy."
"Kenapa takut?" Pradita menatap ke arah jendela dan membelalak lebar. "Kiri! Kiri! Eh, Cuk gua duluan ya. Dadah. Nanti kita SMS an ya. Dadah."
Pradita buru-buru turun dari angkot sebelum membereskan perkataannya tadi. Danu hanya bisa melambaikan tangannya, membiarkan Pradita pergi. Selesai Pradita membayar, angkot pun bergerak meninggalkan Pradita.
Danu melambaikan tangannya dari balik jendela. Setidaknya, ia merasa senang karena bisa berbicara dengan Pradita meski diawali dengan salah paham.
Pernyataan Pradita mengenai ciuman itu malah membuat Danu jadi agak sakit hati. Bagaimana bisa sahabatnya itu berciuman dengan pria lain? Danu merasa dirinya sangat kampungan karena tidak berani mencium seorang gadis.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com