"Kamu…."
"Paman, Bibi, selamat malam. Sekar hanya lelah. Dia sedang beristirahat."
"Anak ini, sudah kubilang jangan sopan. Sejak kakak tidak ada, kamu sudah kami anggap sebagai anak kami sendiri."
"Aku…."
Dhino menunduk, dia tidak tau harus menjawab apa. Dia tidak ingin melawan orang-orang ini. Jika itu ketika dia berumur dibawah 15 tahun, dia masih bisa memanggil mereka seperti itu. karena dia tidak terlalu mengetahui kebenarannya. Sekarang, berpikir memanggil mereka Ayah dan Ibu membuatnya sangat canggung.
Dia sedikit melirik ke pintu yang baru dia tutup. Setidaknya, 50% perubahan Sekar adalah karena kebenaran ini. dia tidak menyangka kakak yang selalu dia ikuti bukanlah kakaknya yang berhubungan darah. Kakak yang tidak berhubungan darah, tapi memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang tuanya. Dengan tidak mengetahui semua kebenarannya, Sekar dibuat tenggelam dalam kesalahpamanan. Dan berakhir seperti sekarang.
Tapi Dhino mengingat lagi mata polos dan panggilan kakak yang baru dia dengar. Sepertinya, tidak seburuk yang dia tau.
Bagaimana Ayah Sekar tidak bisa melihat sikap aneh Dhino pada mereka. dia dengan lembut menepuk Pundak istrinya. Lalu tersenyum bercanda ke arah Dhino.
"Yah, sangat senang setelah keluar dari ruangan Sekar."
Dhino yang tidak menyangka kata-kata itu akan keluar dari mulut pamannya terkejut kaku. Dia melihat pamannya yang mengangkat alis, bercanda dengannya. Untuk Dhino, bahkan jika dia tau itu hanya candaan kecil, dia tidak bisa tidak merasa kaget dan bingung.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Dhino mengalami situasi dimana dia kesulitan untuk bicara.
Kemudian pintu yang sejak tadi ditutup sedikit terbuka.
"Ayah, Ibu, Apa yang kalian lakukan disini?"
Ayah dan Ibu sekar tentu tidak berharap anak mereka akan keluar dari kamarnya. Ketika mereka melihat wajah sekar yang bersih dan cerah, mereka terdiam dan tidak tau harus bicara.
"Sekar… Kamu…"
Akhirnya itu Ibu Sekar yang mendapatkan suara lebih dulu.
Dhino melihat sikap paman dan bibinya tidak bisa tidak merasa bangga dalam hatinya. Lihat, dia yang lebih dulu menemukan perubahan Sekar.
"Oh, ini…. Kakak bilang, untuk tidak menggunakan riasan lagi. Juga, sebentar lagi akan mengikuti ujian."
Mereka lebih terkejut ketika mendengar Sekar menyebutkan kata 'kakak' dari mulutnya.
"Yah, taat, bagus."
Untuk mendukung argument Sekar, Dhino mengangkat tangannya keatas kepala Sekar. Mengusapnya dengan lembut. Terasa sangat lembut dan enak. Um, adiknya memang terbaik. Dia tidak sadar, dalam hatinya dia menolak keras, dia tidak akan pernah mengakui bahwa dia sedang mengambil keuntungan agar bisa menyentuh kepala adiknya. Tidak pernah.
"Oh~ Apa ini. Hubungan kembali baik?"
Ibu Sekar juga tidak menutup mata dengan kelakuan mereka. dia tersenyum memanjakan saat menggoda mereka. Entah bagaimana, dia melihat bayangan dirinya dan kakaknya pada mereka, membuat matanya tanpa sadar memerah.
"Ini benar-benar baik."
Ibu Sekar melihat suaminya yang berbicara. Dia tersenyum dan menyesuaikan suasana.
Semua itu tidak lepas dari mata Sekar. Dia dengan tenang sedikit maju.
"Ibu, Ayah, Kakak, selama ini aku sudah tidak masuk akal. Aku minta maaf karena menyusahkan kalian. Setelah ujian besok, aku akan mulai sekolah bersama kakakku. Dan akau akan menaatinya, tidak akan menjadi nakal lagi."
Lingkungan itu menjadi senyap. Sekar kemudian merasakan dia dibungkus oleh tangan hangat. Dia bisa merasakan tubuh lembut memeluknya.
"Tidak, ibu dan ayah juga tidak baik. kami kurang memperhatikanmu. Kami juga minta maaf."
"Ya, kamu tidak perlu merasa bersalah atas dirimu sendiri."
Ayahnya juga membungkus Sekar dan Ibunya dalam pelukan. Perasaan hangat yang belum pernah dia rasakan dalam tahun-tahun hidupnya membuat dia merasa nyaman. Bahkan jika bukan untuk dirinya sendiri, dia selalu suka menikmati kehangatan semacam ini.
[Tuan, jika anda seperti ini. Dhino akan semakin membenci anda.]
"Idiot."
Sistem ingin mengatakan sesuatu lagi tapi berhenti saat dia melihat Sekar melihat Dhoni. Sekar mengulurkan tangannya, meminta Dhino untuk datang.
Saat Dhino melihat mereka berpelukan, dia merasa sedikit tidak nyaman. Dia ingin meninggalkan mereka dan menyesuaikan suasana hatinya. Kemudian matanya melihat mata polos dan murni itu. jantungnya berdetak cepat, ketika melihat tangan yang diulurkan itu, dia tidak sadar berjalan mendekat. Ayah Sekar dan Ibu Sekar menyadari kalau Dhino mendekat, mereka menyesuaikan posisi untuk bisa memeluk empat orang.
Dhino tidak tau, dia melihat gadis kecil di pelukannya, mata gadis itu melengkung bahagia. Dia bisa melihat bahwa dia benar-benar menikmati semua itu. Dhino juga merasakan sedikit sukacita dari senyumannya. Hanya saja, dia merasa sedikit tidak rela. Entah bagaimana.