webnovel

CH.49 Pertemuan Terakhir

Setelah beberapa waktu menunggu sekitar 1 jam hampir 2 jam, akhirnya anak-anak perempuanku datang juga ke rumah sakit. Sebenarnya aku tidak ingin mengganggu mereka karena mereka masih ada kuliah, tetapi keadaan genting seperti ini mereka harus ada di sini atau semuanya akan terlambat.

"Papa! Apa yang terjadi kepada mama!?" tentu saja mereka datang dengan panik.

"Tenangkan diri terlebih dahulu. Papa juga tidak bisa tenang sebenarnya, tetapi tiba-tiba kondisi mama kalian tidak stabil. Sebelumnya papa sedang di dunia Albheit Online dengan mama. Tetapi ketika papa terbangun dari tidur papa, papa tidak menemukan mama di mana pun, jadi papa langsung saja menuju perusahaan dan membawa mama kemari."

Kejadian ini selalu ada dipikiranku karena aku tidak pernah tau kapan hal ini terjadi. Tetapi aku tak pernah mengira bahwa hal ini terjadi ketika aku sedang lengah. Apa yang sebenarnya akan terjadi kepada Kiera?

"Mama…. Baiklah kami akan tenangkan diri, tetapi papa juga tenang ya?" kedua anak perempuanku tidak bisa menahan diri untuk membuatku tenang dengan memelukku.

Pikiranku sekarang hanyalah satu, aku tidak ingin Kiera kenapa-kenapa. Kenapa aku sangat bodoh bisa dengan sangat tenangnya tidur ketika nyawa istriku terancam? Aku benar-benar tidak bisa dimaafkan. Apa mereka akan membenciku ketika mama mereka ada kenapa-kenapa?

"Papa, Migusa-neesan, Furisu-neesan. Duduklah terlebih dahulu, kalau kalian terlalu panik nanti dokter di dalam juga ikut panik. Hari sudah terlalu malam, jangan membuat kegaduhan." Kyosei memperingatkan kami walau dirinya sendiri mungkin juga panik.

Kurasa aku memang tidak bisa mengontrol emosi diriku. Aku terlalu banyak berpikir hal negatif sehingga tindakanku juga tidak rapi. Hal seperti ini hanya akan menyebabkan banyak kesalahan-kesalahan yang akan terjadi nantinya.

Dengan nasihat dari Kyosei, akhirnya kami semua duduk di kursi walau tidak saling berdekatan. Tentu saja walau kami duduk pun rasanya seluruh tubuh ini tidak bisa diam. Terkadang kami menepak-nepakkan kaki, memainkan jari, memainkan rambut, menyandarkan dahi ke tangan. Semua itu karena kami tidak bisa sabar menunggu apa yang akan terjadi nantinya.

"Tuan Guirusia, tolong ikut saya sebentar. Apa kalian juga anak-anak tuan Guirusia? Ikutlah juga."

Seorang dokter keluar dari ruang UGD memanggil kami. Ketika aku mendengar panggilan itu langsung saja jantungku berdebar dengan sangat kencang. Setelah berjam-jam menunggu seperti yang dulu sudah, akhirnya keluar lah dokter itu.

Tanpa bertele-tele aku dan anak-anak langsung saja mengikuti dokter itu dengan tidak bertanya atau berkomentar sama sekali. Kurasa kami terlalu ragu dan gugup apa yang sebenarnya terjadi.

"Maafkan kami, kami tidak bisa membuatnya bangun tuan Guirusia, tetapi setidaknya kami bisa membuat kondisinya normal lagi. Tetapi ada satu hal buruk yang aku harus sampaikan."

Mendengar pesan pertama aku merasa lega, tetapi setelah mendengar kalimat berikutnya perasaanku menjadi tidak teratur. Semua pemikiran buruk memenuhi diriku saat itu. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, tetapi aku tidak tenang apa pun yang akan dikatakan dokter itu.

"Istri anda tidak akan hidup lebih dari satu tahun lagi. Jiwanya makin lama makin menipis sesuai kata anda."

Berita ini menusuk seluruh batin dan mentalku. Hidupku rasanya ditendang jauh oleh realita. Aku selalu berpikir, kenapa tidak memberikan kesempatan untuk berubah. Tetapi ujung-ujungnya semua akan berakhir pada ending yang sama. Semuanya hanya akan membuat diriku tersiksa.

"Maafkan aku tidak mempunyai kabar baik apa pun." dokter itu tidak bersalah sebenarnya, tetapi dirinya merasa terbebani akan hal ini.

"Tidak. Ini bukan salahmu. Tolong bantu bawa istriku kembali ke perusahaanku ke ruangannya. Itu sudah membantuku." dengan senyum yang sangat terpaksa aku membalas perkataannya.

"Baiklah, tolong jaga dirimu sendiri agar tidak jatuh sakit juga tuan Guirusia. Anak-anak, jaga papa kalian ya, jangan dibiarkan sampai stress."

"Kami mengerti dokter.���

Akhirnya dokter dan suster yang ada di ruangan ini membawa Kiera pergi dari sini menuju ke ruangan khusus Kiera yang ada di perusahaanku. Di sini tertinggal aku dan semua anakku yang terdiam entah sedang berpikir apa.

"Papa, ayo kita pulang. Untuk sekarang papa istirahatlah dulu. Kalau papa terlalu capek nanti jatuh sakit juga, dengar kan kata dokter tadi?" Furisu mengelus kedua pundakku dengan pelan dari samping.

"Iya pa. Papa akhir-akhir ini terlalu banyak bekerja kata Shouko dan Kyosei. Kalau papa terlalu capek nanti siapa yang jagain mama dan kami coba?"

Walau aku tidak bisa tersenyum lagi mungkin, tetapi kehangatan keluargaku melingkupiku sekarang. Aku tidak bisa membahayakan jiwa Kiera lebih lagi atau masa hidupnya akan lebih terancam. Sebenarnya aku tidak tega membuat anak-anak tidak bisa menemui Kiera lagi, atau bahkan aku sendiri tidak bisa menemui Kiera.

"Baiklah, kita akan pulang hari ini. Migusa, Furisu, kalian tidak usah kembali untuk kuliah untuk besok dulu, pulanglah bersama papa dan adik-adik kalian."

"Kami mengerti pa."

Karena aku tadi terlalu buru-buru ke rumah sakit dari perusahaan dengan terbang, jadi aku tidak membawa mobil apa pun di sini. Dengan sangat terpaksa aku akhirnya memanggil taksi dan taksi itu membawa kami pulang ke rumah.

Sesampainya kami di rumah pun tidak ada pembicaraan apa pun yang bisa kami katakan. Aku akan beri tahu mereka soal kondisi di mana Kiera tidak akan bisa ditemui lagi. Atau setidaknya kesempatan terakhir mereka bertemu dengan Kiera adalah sebelum Kiera pergi meninggalkan kami.

Aku tidak tau harus melakukan apa pada saat ini. Tujuanku untuk membangunkan Kiera pun juga tidak ada jalan keluarnya. Semuanya berasa begitu sia-sia. Emosiku tidak terkendali sekarang, segala emosi negatif perlahan memasukiku. Merasa tidak tenang akhirnya aku hanya bisa mengambil waktu diam di bawah pancuran air di kamar mandi. Setidaknya dengan mandi aku bisa menenangkan diriku dengan perlahan.

"Hah~ Kiera… kenapa setiap kali aku mulai membuka hati, semuanya terasa begitu menyakitkan? Kenyataan aku berusaha terbuka, tetapi justru menyerang balik, semuanya aku tidak pahami."

Ada waktu sekitar setengah jam lebih dari aku mulai mandi sampai selesai. Sampai aku keluar dari kamar mandi menuju ruang utama pun aku masih mendapati bahwa anak-anak diam duduk atau berjalan ke sana kemari melakukan segala sesuatu. Ternyata bukan hanya aku yang tidak bisa tenang.

"Anak-anak kemari lah, ada yang papa ingin sampaikan."

Dengan sekali ucapan semua anakku datang mendekat kepadaku. Aku membawa semua anakku duduk di kasur kamarku supaya dengan nyaman berbicara. Mereka terlalu tegang dengan apa yang akan kubicarakan, itu bisa kulihat dari mimik muka wajah mereka masing-masing.

"Ada apa pa? Apa yang ingin papa sampaikan."

Anak perempuanku selalu memulai pembicaraan terlebih dahulu dalam setiap pembahasan. Ini juga terjadi karena anak laki-lakiku tidak punya pembahasan dan juga percakapan yang bisa dibahas.

"Kalian semua tau kondisi mama sekarang. Semua ini bukanlah tanpa alasan. Ingat 5 tahun yang lalu papa pernah berkata bahwa jiwa mama akan terkikis perlahan-lahan jiwa melakukan perpindahan jiwa terus-menerus?"

"Maafkan kami pa, kami terlalu egois sehingga membahayakan mama…."

"Tidak itu bukan salah kalian. Papa tau betapa rindunya kalian kepada mama untuk bisa menemuinya. Tetapi untuk tahun terakhir ini saja, kita, bahkan papa tidak akan membawa jiwa mama ke dunia Albheit Online. Jika papa melakukan perpindahan jiwa lagi terhadap mama, waktu hidup mama akan semakin singkat."

"Kami mengerti pa. Kami tak akan egois hanya karena ingin bertemu dengan mama. Kesahatan mama lebih prioritas dari pada keegoisan kami."

Syukurlah kalau mereka berpikir seperti ini. Setidaknya aku bisa memberi tahu mereka dengan perlahan agar mereka memahami inti dan keinginan dariku.

"Jangan begitu sedih. Sebelum mama meninggalkan kita di akhir hidupnya, papa akan membawa mama kembali ke dunia Albheit Online yang papa buat. Setidaknya kita bisa menemui mama sebelum akhirnya."

"Kami mengerti pa."

Dari pembicaraan itu selesai, waktu terus berjalan, entah cepat entah lambat. Waktu 1 tahun itu pun terjadi tanpa hal besar terjadi untuk menghalanginya. Setelah menghitung hari dan saat yang tepat, akhirnya aku memberi tahu anak-anakku untuk berkumpul di rumah yang aku dan Kiera tempati di dunia game itu.

Ketika mereka sedang bersiap-siap untuk masuk ke dunia Albheit Online, aku juga mempersiapkan diri dengan membawa jiwa Kiera sekali lagi dalam dunia Albheit Online dan memindahkan jiwanya ke tubuh karakter game yang tampak ke anak-anak itu. Semuanya berjalan dengan lancar sehingga aku juga bisa memasuki game Albheit Online ini.

"Hai sayangku… hai anak-anak." sebuah figur yang aku dan anak-anak selalu rindukan muncul di depan mata kami.

"Mama…." tanpa ragu kami semua memeluk Kiera dengan sangat erat tak ingin melepaskannya.

Bahkan kami sampai-sampai menangis, menjerit dari hati kami yang terdalam. Kenapa semua ini harus terjadi. Haruskah karena sebuah kesalahan saja akan menghancurkan masa bahagia dan senang kami? Aku tidak memahami semua itu, semuanya itu berat untukku.

"Iya, mama di sini. Jangan menangis lagi ya?" walau Kiera mencoba menenangkan anak-anak, tetapi mereka tetap tidak bisa berhenti menangis.

Semua itu terus terjadi sampai hampir lebih dari 1 jam setelah itu mereka mulai tidak menangis lagi. Rasa rindu mereka bahkan aku memang tidak bisa ditampung lagi. Keberadaan Kiera sudah menjadi jantung kehidupan keluarga ini. Kehilangan Kiera sama saja kehilangan seluruh hidupku.

"Mama, hiks… kami, hiks… kami tidak tau harus melakukan apa lagi kalau kami sampai kehilangan mama…. Mama jangan tinggalkan kami…." dengan masih terisak-isak mereka mencoba berbicara.

"Mama masih di sini dengan kalian. Tenanglah, bukan kah kita masih punya waktu?"

Aku sadar Kiera juga paham akan kematiannya yang sudah sangat dekat ini. Mungkin saja sudah hitungan hari, jam, menit, bahkan detik, tidak ada yang tau kapan Kiera akan meninggalkan kami sekeluarga.

"Sayang…." aku memeluk Kiera dari belakangnya, pelukkan yang sangat penuh kasih sayang.

"Aku di sini sayang, tenangkan lah dirimu." ucapan Kiera memang sangat lemah menunjukkan akhirnya sudah dekat.

"Ya…."

Siguiente capítulo