webnovel

Bukan Kencan

Luna mendongakkan kepalanya dan bertanya pada Hilman, "Apa Paman Aldo baik-baik saja?" Dia menatap pria itu dengan pandangan khawatir. Dirinya merasa bersalah jika sesuatu terjadi kepada Aldo karena dirinya.

Himan tersenyum dan berkata, "Hm, mungkin Tuan Aldo tidak akan bisa menggoda wanita lain besok? "

Apa maksudnya, sih? batinnya kesal.

Saat akan berbicara, ponselnya berdering, ternyata Luna tidak sengaja mematikan telepon Rangga dan sekarang Ezra yang menelponnya.

"Nona sepertinya sibuk, saya keluar dulu kalau begitu" ujar Hilman dengan sopan karena tidak ingin mengganggu Nona Mudanya.

Luna mengangguk, Hilman segera keluar dari kamarnya. Gadis itu mengangkat teleponnya, "Halo, Kak Ezra?"

"Kenapa hari ini tidak masuk sekolah?" tanya Ezra padanya.

Luna menatap salah satu kakinya yang diperban, dan berkata dengan cemberut, "Kakiku memar, jadi aku harus istirahat sementara dulu di rumah."

"Kenapa bisa? Apa itu parah?" tanya Ezra dengan khawatir dan Luna kembali teringat dengan seseorang yang bertanya dengan nada khawatir yang sama padanya tadi.

Jika bukan karena suara mereka yang berbeda, Luna mengira masih bertelepon dengan Rangga.

Bagaimana mereka bisa mengatakan hal yang sama? batin Luna heran.

Setelah menjelaskan tentang cederanya kepada Ezra, Luna segera menutup teleponnya dan berbaring lagi, kemudian tertidur. Namun, dirinya tidak berkata jika dia dikurung di rumah pada Ezra.

____

Setelah seminggu beristirahat di rumah, Luna akhirnya bisa kembali bersekolah dan Rangga juga diperbolehkan bersekolah.

Jadi, Rangga yang sudah sangat merindukan gadis itu, saat di sekolah dia langsung mencari. Namun, malah menemukan Luna duduk berdua dengan Ezra di kelas.

Dia menjadi kesal dan cemburu, kemudian segera berjalan mendekat, kemudian duduk di sebelah Luna dan dengan angkuh bertanya, "Bagaimana kakimu? Sudah baikan?"

Saat akan mengangkat rok gadis itu, tangan Luna menahan tangannya. "Sudah tidak apa-apa, kok!"

Siswi lain yang sudah mulai akrab dengan kehadiran dua pangeran sekolah di sisi Luna, memandang mereka dengan pandangan iri. Mereka juga ingin berada di posisi Luna yang setiap hari bersama Rangga dan Ezra, dua pemuda populer di sekolahnya. Sedangkan, beberapa siswa di sana ada yang tidak peduli dan ada yang memandang mereka dengan penasaran.

Ezra tiba-tiba berkata, "Besok adalah hari pentas seni sekolah. Jika kau tidak berlatih hari ini, apa perlu aku membatalkan penampilanmu?"

Walaupun pemuda itu sudah menghubungi Rangga dan dia bilang menyanggupinya, namun Ezra masih khawatir dan harus memastikan sendiri jika Rangga benar-benar akan tampil saat pentas seni sekolah besok.

Rangga menyeringai dan menjawab, "Sudah kubilang, aku akan melakukannya. Apa kau tidak suka padaku, jadi ingin membatalkan penampilanku?"

"Tidak" ujar Ezra, kemudian dia melanjutkan, "Masih ada satu hari lagi untukmu berlatih."

Rangga tersenyum dan memandang Luna. "Karena Ini hari terakhir, waktu latihan harus khusus untukku."

Saat melihat Luna yang akan menolaknya, pemuda itu langsung berkata, "Kau bilang mau jadi pelatihku. Kalau penampilanku jelek, itu adalah salahmu!"

_______

Luna berpikir jika Rangga ingin berlatih dengannya di aula, namun pemuda itu dengan seenaknya membawanya ke mall.

Saat mereka berada di salah satu toko pakaian, seorang pelayan wanita berpakaian rapi menyambut mereka dengan senyuman ramah, "Apa Anda di sini untuk membeli pakaian dengan pacar Anda?"

Rangga tersenyum dalam hatinya saat wanita itu mengira mereka berpacaran.

Luna memelototinya dan berkata, "Jangan sembarangan, ya. Aku temannya!"

Pelayan itu meminta maaf padanya, dan menunggu mereka masuk sebelum mengelus dadanya pelan dan berkata kepada pelayan lain di sebelahnya, "Gadis itu sangat galak. Wajar aku mengira seorang pemuda tampan dan gadis cantik sepertinya, yang berjalan bersama di mall, berpacaran, kan?"

Wanita itu membalas perkataan rekannya, "Benar. Aku yakin mereka berpacaran."

"Hei, kalian di sini untuk bekerja bukan bergosip! Bubar, sebelum Pak Direktur memergoki kalian!" ujar pelayan lain dan mereka bergegas pergi.

Di sisi lain, Luna yang melihat Rangga memilih pakaian mendengus.

"Kau sebut ke mall adalah latihan?" ujar Luna yang sedari tadi sudah dibuat kesal dengan Rangga yang membohonginya. Pemuda itu tadi mengatakan jika ingin berlatih berdua bersamanya di aula, namun malah membawanya ke mall dan berbelanja.

Apa yang dia pikirkan, sih? Pentasnya sudah besok! batin Luna.

Rangga menoleh padanya dan tersenyum, kemudian menjawab, "Aku memilih baju untuk pentas besok, bukankah ini juga penting?"

Pemuda itu meminta tolong seorang pelayan untuk menurunkan setelan kemeja berwarna biru muda di atas.

Dia berkedip pada Luna setelah mengambil pakaiannya dan berkata, "Jadi, aku ingin bertanya pada pelatihku untuk memberikan beberapa saran yang bagus untuk kostum panggungku."

Luna tertawa karena mengetahui maksud Rangga.

Pemuda itu lalu berganti pakaian di ruang ganti, dan setelah selesai keluar dengan wajah gugup saat melihat Luna yang duduk dengan tenang sambil membaca sebuah majalah.

"Ehem. Luna. Bagaimana penampilanku?" panggilnya dengan kedua pipinya yang agak memerah.

Luna mendongak dan sekarang mengerti kenapa Rangka disebut sebagai pangeran sekolah mereka.

Dengan wajahnya yang tampan, ditambah tingginya 185 sentimeter, dan memakai kemeja biru muda yang trendi, Rangga terlihat mempesona. Jadi, dirinya tidak heran jika banyak gadis di sekolah mereka begitu memuja sosok Rangga dan memandang cemburu padanya saat mereka berdua.

Luna tersenyum dan mengangguk padanya. "Ya. Oke."

Rangga itu tersenyum dan merasa senang setelah mendengarnya dan memandang pelayan di sebelahnya. "Aku akan membeli ini."

Setelah mengganti bajunya dan menyerahkan ke pelayan tadi, Rangga mengajak Luna ke area pakaian wanita.

Saat sudah di bagian pakaian wanita, dapat Luna lihat beberapa gaun-gaun cantik juga pakaian kasual yang ada di sana.

Luna yang bingung bertanya, "Kenapa kau membawaku ke sini?"

Rangga yang di belakangnya terdiam dan sedang memikirkan sebuah jawaban untuk pertanyaannya dan terpikirlah satu alasan.

Tapi Rangga tidak menjawabnya, malah memilih pakaian di sana. Jika Luna tahu Rangga berniat membelikannya pakaian, gadis itu sudah pasti akan menolak dan malah pergi.

Mungkin, saat menyukai seorang gadis, ada pria yang memang ingin memberikan sesuatu dan menghabiskan uang untuk gadisnya, dan Rangga adalah salah satunya.

Tiba-tiba, pemuda itu mengarahkan pandangannya pada sebuah gaun cantik berwarna biru langit di manekin.

Luna mengikuti pandangannya dan terkejut.

Itu adalah gaun tercantik yang pernah dia lihat! Sungguh dirinya menginginkan gaun itu.

Kemudian, dia kembali menoleh ke Rangga dan berpikir pemuda itu juga menginginkannya. Tapi, apa dia mau memakai itu? batinnya dan terkekeh pelan.

"Bukan seperti yang kau pikirkan, Luna" ujar Rangga yang sepertinya tahu pikiran Luna.

Dia menoleh ke petugas di sampingnya dan berkata, "Gaun ini, dia akan mencobanya."

Luna menunjuk dirinya sendiri dan bertanya, "Aku?"

"Aku punya pasangan dansa nanti saat pentas, tapi aku tidak tahu ukuran bajunya, jadi bisakah kau yang mencobanya agar aku bisa mengira-ngira ukurannya?" Luna tidak mendengar sesuatu yang salah dengan itu, dan dia mengambil pakaian itu dan mencobanya di ruang ganti.

Rangga duduk tidak tenang di depan ruang ganti saat membayangkan Luna yang sudah memakai gaun itu.

Di sisi lain, Galang terlihat memasuki sebuah toko pakaian di mall.

Manajer dan pelayan yang lain menyapanya di pintu depan.

"Manajer! Ah … Pak Galang … " seorang pelayan berjalan ke arah mereka dan berhenti saat melihat Galang dan memandangnya dengan terkejut.

Siguiente capítulo