webnovel

Jangan Sentuh Ayah

Ruang makan menjadi sunyi seketika.

Beberapa saat kemudian, Ibu Andre mengulurkan tangannya dan membelai kepala Nayla. Lalu dia mengambil piring di atas meja dengan ekspresi datar dan berkata pada kedua anaknya dengan tegas. "Jangan sebut-sebut orang itu lagi. Ayo cepat habiskan makanan kalian."

Hah?

Nayla menoleh ke arah Andre dan menatapnya dengan bingung.

Kenapa Ibu tiba-tiba terlihat kesal?

Andre diam-diam menundukkan kepalanya dan mengambil peralatan makannya. Kemudian dia menggelengkan kepalanya dengan lembut ke arah Nayla.

Di rumah ini tabu bagi mereka untuk menyebut kata 'Ayah' dalam bentuk apa pun.

Setelah menyadari tatapan Andre, Nayla juga mengambil peralatan makannya dan mulai makan lagi dengan patuh.

Setelah mereka menyelesaikan makan malam dalam keheningan, Ibu Andre langsung mandi tanpa berkata apa-apa dan kembali ke ruang kerjanya untuk lanjut bekerja.

Sementara itu Andre dan Nayla ada di ruang tamu. Mereka duduk saling berhadapan dan mulai mengerjakan pekerjaan rumah mereka.

Hanya di saat mereka baru saja mengerjakan pekerjaan rumah mereka selama beberapa menit, Andre tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menatap Nayla dengan matanya yang jernih. Lalu dia mengulurkan tangannya ke arah Nayla tanpa alasan jelas.

"Hah? Apa yang Kakak lakukan?" Nayla memandang tangan Andre yang terentang ke arahnya di depan dengan bingung. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang ingin Andre lakukan.

"Mana surat cinta yang baru saja kau tulis untukku? Sini, berikan padaku." Andre menatap Nayla dengan ekspresi datar dan menggoyang-goyang tangannya, mendorong Nayla untuk menyerahkan surat cintanya.

"Untuk apa?" ​​Nayla bertanya sambil mengeluarkan selembar kertas dari sakunya.

"Karena ini adalah surat cinta untukku, maka sudah seharusnya surat itu harus diberikan padaku," kata Andre dengan ekspresi acuh tak acuh di wajahnya.

"Oh, baiklah kalau begitu," Nayla mengangguk, dan menyerahkan lembaran kertas itu kepada Andre.

Andre mengambil kertas itu dan membukanya. Ada beberapa kata yang tidak bisa dia baca karena tulisan Nayla yang kurang jelas, tapi Andre tetap mengangguk puas.

"Kupikir Kakak mau membuang surat cintaku..." Gumam Nayla sambil memandang Andre dan tiba-tiba teringat dengan surat cinta Hana yang dibuang Andre dengan cuek.

"Tidak." Andre diam-diam melipat kertas itu lagi dan memasukkannya ke dalam sakunya. Setelah itu dia menundukkan kepalanya dan melanjutkan pekerjaan rumahnya sambil berkata, "Baiklah, cepat selesaikan pekerjaan rumahmu. Jangan banyak bicara."

"Ah? Oh, oke..." Nayla menatapnya dengan bingung, tapi pada akhirnya dia juga menunduk dan mulai mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan patuh.

Setelah beberapa saat, Nayla tiba-tiba berdiri.

"Ada apa?" ​​Andre bertanya dan menatap Nayla sambil mengangkat alisnya dengan heran.

"Kalau begitu aku harus memberikan surat cinta ini untuk ibuku." Nayla menatap kakaknya dan langsung berlari menuju ruang kerja ibu mereka di lantai atas tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Pintu ruang kerja terbuka sedikit, dan cahaya oranye terang terlihat.

Nayla berlari ke pintu masuk ruang kerja, dan dia langsung berhenti ketika tiba di depannya. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk mendorong pintu dengan pelan dan mengintip ke dalam.

Mata ibunya tertuju pada komputer di depannya, dan dia melihatnya dengan saksama. Sepertinya dia tidak sadar bahwa Nayla baru saja memasuki ruang kerjanya.

Nayla berjalan dengan pelan ke samping ibunya dan menatap layar komputer di depannya dengan rasa ingin tahu. Ternyata ibunya sedang menonton sebuah drama.

"Ibu..." panggil Nayla dengan lembut.

"Apa…ada apa?" ​​Setelah mendengar suara Nayla, Ibu Andre segera menutup layar laptop di depannya buru-buru, lalu menoleh untuk melihat Nayla yang berdiri di sampingnya.

Nayla mengangkat kepalanya dan di bawah cahaya redup dia samar-samar bisa melihat bahwa mata ibunya agak merah.

"Bu, ini surat cinta yang baru saja aku tulis untukmu." Nayla menyerahkan secarik kertas di tangannya.

"Terima kasih, Nayla." Ibu Andre sedikit terkejut, lalu dia menunjukkan senyum ramah pada Nayla dan mengulurkan tangannya untuk mengambil lembaran kertas tersebut.

"Apa yang ibu lihat?" Nayla bertanya dengan santai sambil melihat ke laptop yang ditutup oleh ibunya dengan rasa ingin tahu.

"Bukan apa-apa, ini hanyalah serial drama di TV yang sangat tua." Ibu Andre tersenyum padanya dan menyalakan kembali layar laptopnya, "Ibu suka menontonnya ketika dia masih kecil."

"Ibu tidak suka menonton film kartun ketika Ibu masih kecil?"

"Ketika bu masih kecil, tidak banyak film kartun sebanyak yang bisa Ibu tonton seperti sekarang." Ibu Andre mengulurkan tangannya dan membelai pipi Nayla sambil melanjutkan, "Apakah kau sudah menyelesaikan pekerjaan rumahmu untuk hari ini?"

"Belum, aku akan kembali mengejarkannya sekarang." Nayla segara berbalik dan berlari keluar dari kamar ibunya.

Ketika dia kembali ke ruang tamu, Andre meliriknya dan bertanya dengan santai, "Apakah sudah memberikan surat cinta Ibu padanya?"

"Ya!" Nayla mengangguk dan berlari ke tempat duduk di depan Andre.

"Apa yang sedang Ibu lakukan saat kau datang ke kamarnya?" Andre bertanya sambil menundukkan kepalanya dan mengerjakan PR.

"Dia sedang menonton serial TV." Nayla mengambil pensilnya dan mulai mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan serius.

"Menonton serial TV?" Andre tertegun dan kembali bekerja, "Bukankah Ibu berkata bahwa dia akan bekerja?"

Nayla memiringkan kepalanya dan menggigit ujung pensilnya. Dia berpikir sebentar sebelum menjawab. "Itu mungkin...Sebelum dia mulai bekerja, Ibu ingin menonton serial TV sebentar?"

"... Bisa jadi." Jawab Andre sambil mengangguk. Dia melirik pekerjaan rumah di depan Nayla dan mendesaknya, "Cepat selesaikanpekerjaan rumahmu. Setelah itu, cepat mandi dan tidur setelah kau selesai mengerjakannya."

"Aku tahu.��� Nayla menjulurkan lidahnya ke arah Andre sebelum kembali menunduk dan melanjutkan pekerjaan rumahnya dengan patuh.

——

Pada akhir September, musim panas mulai berganti menjadi musim hujam dan membawa angin yang segar. Sementara itu langit di atas mereka terlihat biru dan tidak ada awan putih sama sekali. Hamparan bunga di pinggir jalan ikut bergoyang lembut di bawah tiupan angin yang sejuk.

Hari ini adalah hari dimana sekolah mereka mengadakan pertemuan olahraga.

Meskipun hari masih pagi, Nayla tampak sangat bersemangat.

Andre duduk di belakang meja makan dan menatap Nayla yang wajahnya penuh dengan antisipasi. Dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Bukankah ini hanya pertemuan olahraga? Kenapa kamu begitu bersemangat?"

"Karena ini pertama kalinya aku berpartisipasi dalam pertemuan olahraga!" Nayla memegang sebuah roti bakar dengan satu tangan dan menggigitnya dengan kuat sambil memegang semangkuk susu kedelai dengan tangan lainnya. Setelah menyesap sedikit susunya, dia menjelaskan pada Andre, "Tahun lalu, selama beberapa hari ketika sekolah mengadakan pertemuan olahraga, aku terkena demam dan masuk angin, jadi aku tidak dapat berpartisipasi dalam pertemuan olahraga tahun lalu. Karenanya aku tidak dapat menyemangati Kakak. Sayang sekali..."

Suaranya berhenti, dan setelah menelan roti bakarnya, dia kembali berkata dengan semangat, "Tapi tahun ini berbeda! Meskipun aku tidak ikut satu lomba pun dalam pertemuan olahraga tahun ini, aku bisa pergi dan mendukung Kakak! Ngomong-ngomong, lomba apa saja yang akan Kakak ikuti? "

"Um...Kalau tidak salah, lomba lari estafet 4x100, lomba lari sprint 100 meter dan sprint 200 meter." Andre melirik Nayla dan mengambil selembar tisu dan menyerahkannya, "Kukira tahun lalu kau juga ikut berpartisipasi dalam pertemuan olahraga. Ini, telan dulu makananmu pelan-pelan sebelum berbicara dan seka juga mulutmu. "

Nayla mengambil tisu tersebut, menyeka mulutnya dengan cuek, dan bertanya kembali, "Kakak, mengapa lomba yang Kakak ikuti semuanya adalah lomba lari?"

"Guruku yang mengaturnya. Apa boleh buat. Sebenarnya, aku sama sekali tidak ingin berpartisipasi dalam pertemuan olahraga ini." Andre mengerucutkan bibirnya dengan masam.

Siguiente capítulo