Sedan pelat merah melaju normal di atas jalan yang tenang. Ada tiga orang yang mengisi mobil mewah itu; Yang pertama, tentu saja si sopir.
Yang kedua, seorang wanita muda berusia 19 tahun, bertubuh mungil dengan rambut hitam, panjang, diikat rendah, dan rapi ke belakang. Mengenakan kemeja putih lengan panjang dan rok span hitam di bawah lutut. Ia sedang membacakan jadwal kegiatan untuk orang di sampingnya, sesekali berhenti untuk memperbaiki letak kacamatanya, Hazima Emi.
Orang ketiga adalah seorang pria berusia 37 tahun. Rambutnya klimis dan tersisir rapi ke belakang. Ada kumis tipis di bawah hidung yang membuatnya terlihat semakin gagah. Tatapannya tajam dengan bibir terkatup rapat tanpa senyum. Tubuhnya tegap berisi tapi tidak gemuk. Ia mengenakan setelan jas mahal. Ada pin di kerahnya, menunjukkan jati dirinya sebagai orang penting, orang pemerintahan. Menteri Riset dan Teknologi, Arata Baswara.
Mobil berhenti sebentar, sampai gerbang dibuka sepenuhnya. Hanya dengan menurunkan kaca dan memperlihatkan wajah, tidak satu pun dari penjaga yang bertugas berani memeriksa. Mobil diizinkan masuk dengan mulus.
Sebuah bangunan putih besar terlihat megah. Laboratorium Riset dan Teknologi, laboratorium terbesar dan terlengkap di N Island. Bangunan laboratorium terdiri dari lima tingkat dan satu ruang bawah tanah.
Lima tahu lalu, ruang bawah tanah resmi digunakan sebagai tempat pengembangan proyek rahasia. Sebuah proyek yang awalnya dikembangkan di laboratorium Robotik yang berada di distrik Pusat Pulau Gama.
Dengan berpindahnya laboratorium, otomatis meningkatkan juga status kerahasiaan proyek menjadi sangat rahasia. Nama pengerjaan proyek Lovotic pun berubah menjadi proyek Rekayasa Emosi Manusia.
Begitu sampai di halaman laboratorium, tiga orang berjubah putih menyambut. Ketua dan wakil lab. Riset dan Teknologi, serta profesor penanggung jawab proyek Rekayasa Emosi Manusia.
Setelah cukup berbasa-basi dengan ketua dan wakil mengenai penambahan sarana dan prasarana, juga masa depan laboratorium, Arata Baswara bersama profesor penanggung jawab, pergi ke ruang bawah tanah untuk memeriksa langsung perkembangan proyek rahasia yang dikembangkan oleh Negara mereka.
Selain memeriksa ruang kontrol, ruang kontrol ada dua; ruang kontrol keamanan dan ruang kontrol proyek. Ruang kontrol keamanan adalah ruang petugas untuk memantau melalui CCTV siapa saja orang-orang yang masuk dan ke luar ruang bawah tanah. Sementara ruang kontrol proyek berisi layar-layar yang menunjukkan grafik, data, aktivitas otak, detak jantung, dan tekanan darah. Layar CCTV sebuah ruangan yang mereka pantau juga ada di sana.
Arata Baswara juga memasuki sebuah ruang yang diawasi dengan ketat. Di ruangan itu, tidak sembarang orang bisa masuk. Bahkan ketua dan wakilnya pun tidak memiliki akses. Hanya profesor penanggung jawab dan asistennya yang memiliki akses. Kunci di bagi menjadi dua. Tanpa kedua kunci, pintu tidak akan bisa dibuka.
Objek penelitian adalah sesuatu yang penting sehingga perlindungan penuh adalah tugas utama setelah penelitian.
Arata Baswara masuk ke dalam ruangan, sementara asisten Arata tetap menunggu di luar.
Begitu pintu dibuka, di dalam sudah ada seorang wanita berambut sebahu, diikat rendah, dan menggunakan masker. Wanita itu duduk tepat di sisi ranjang, berbicara dua-tiga patah kata sembari memotong kuku seorang yang sedang berbaring di ranjang.
Wanita itu adalah perawat yang ditunjuk langsung oleh Arata Baswara. Sebelum masuk ia diperiksa dengan ketat. Begitu masuk ruangan, pintu akan dikunci dari luar. Diberi waktu 20 menit setiap lima hari sekali. Begitu selesai, si perawat akan kembali diperiksa.
Dalam ruangan bersuhu 20 derajat Celsius, ada mesin Elektrokardiograf, infus, dan satu set peralatan yang menghubungkan kabel-kabel berwarna-warni ke kepala seorang yang sedang terbaring di atas ranjang dengan mata terpejam. Seorang pria berusia 28 tahun.
"Bagaimana keadaan Objek 011?" Arata Baswara bertanya setelah matanya puas berkeliling mengamati seluruh isi ruangan.
Perawat yang sebelumnya berada dalam ruangan undur diri. Memberi ruang untuk Arata Baswara dan profesor penanggung jawab berbicara.
Profesor memberi kertas-kertas laporan perkembangan Objek 011. Selain catatan mengenai tekanan darah, detak jantung, dan kerja otak, catatan lain seperti obat apa yang diberikan atau hasil uji coba rekayasa emosi ke berapa dan adegan seperti apa yang digambarkan dijelaskan dengan detail. Arata Baswara membuka lembar demi lembar. Pada lembar akhir adalah bagian kesimpulan yang memuat grafik dan angka-angka sebagai data akurat.
"Tekanan darah dan detak jantung normal. Semua baik-baik saja. Hanya…" Profesor mengambil jeda.
Arata Baswara berhenti membaca. Ia menutup kertas-kertas laporan dan menatap Profesor lamat-lamat, mulai fokus mendengarkan.
"Hanya..." Profesor terlihat ragu. Tatapan Arata Baswara semakin mengintimidasi hingga tanpa sadar, Profesor Rekson menunduk. "Aktivitas kerja otak Objek pelan-pelan mulai menunjukkan kesadarannya terkumpul."
Alis Arata Baswara terangkat, "Bukannya semua sudah diatur?" Nada bicaranya tidak berubah. Masih terdengar tenang dan penuh wibawa.
"Bulan lalu Wakil Presiden beberapa kali melakukan sidak. Kami nyaris ketahuan. Itu sebabnya kami mulai mengurangi dosis obatnya," jelas Profesor.
Arata Baswara melempar kertas laporan ke atas meja, kemudian menggantung tangannya di belakang punggung. "Tiga tahun lagi. Ini waktu-waktu paling krusial." Arata Baswara berjalan beberapa langkah dan berhenti di belakang Profesor.
Profesor Rekson kembali menunduk. Meski Arata tidak menaikkan nada bicaranya, meski ekspresinya tidak terlihat marah, Profesor paling tahu bagaimana watak Arata Baswara karena salah satu adik tingkatnya saat masih di universitas yang sama. Sekilas memang tidak tampak berbahaya, tapi bukan berarti orang yang pernah terlibat masalah dengannya sampai saat ini akan baik-baik saja.
"Saya mengerti. 10 tahun adalah waktu yang Anda janjikan kepada Presiden. Karena itu Bapak Presiden bersedia maju lagi di pemilihan dua tahun lalu," Profesor menanggapi. "Saya akan lebih berhati-hati dan mulai menambah dosis obatnya. Menjaga agar semua berjalan sesuai yang Anda targetkan."
"Jangan lupakan tujuan kita dan jangan sia-siakan apa yang sudah kita korbankan. Dunia sedang menunggu Negara kita mencetak sejarah," Arata Baswara berkata untuk terakhir kalinya.
Profesor tidak menyahut. Hanya menundukkan kepalanya semakin dalam.
'Jangan lupakan tujuan kita dan jangan sia-siakan apa yang sudah kita korbankan.' Kalimat Arata Baswara membuatnya teringat kembali mengenai waktu-waktu yang sudah terbuang dan semua hal yang telah timnya korbankan. Yang terpenting adalah tujuan awalnya mulai bergabung dalam proyek.
Seolah terpecut, Profesor berjanji pada dirinya sendiri untuk menyelesaikan sisa waktu tiga tahun dengan sempurna.
Arata Baswara ke luar ruangan lebih dulu. Ia berbicara dengan perawat yang menunggu di depan pintu. Mungkin tengah menagih laporan atau mungkin ada instruksi tambahan yang harus dikerjakan. Karena untuk masalah laporan, selama ini rutin disetor setelah tugasnya selesai. Entahlah. Hanya mereka yang tahu.
Arata Baswara berbicara dalam sepuluh kata, si Perawat hanya menunduk, mengangguk, dan berkat 'baik.' Ia sama sekali tidak mengangkat pandangannya ataupun menatap balik. Selain rasa hormat, utang budi yang membuatnya begitu berdedikasi saat melakukan tugas-tugas yang diberikan padanya.
"Maaf, Pak. Sudah waktunya untuk pergi," asisten mengingatkan. Ia berdiri dalam jarak lima langkah, tidak ingin lancang ikut mendengarkan saat tuannya berbicara dengan orang lain.
###