webnovel

51. (7) Siapapun pemiliknya (4) Nasihat seorang adik

"Lo merasakan?" tanya Bastian pada Iqbal yang sekatang sedang memutar bola matanya malas.

"Gue? Biasa aja," jawab Iqbal tidak banyak bicara namun wajahnya mendatar. "Tanda tangani ini, untuk diperjelas, perbanyak dan siapkan uangnya," Iqbal sungguh jengah.

Dan ya, tidak banyak orang tahu siapa orang itu ya bagaimana dia bisa tahu mengenai hali lain.

"Gue membantu lo dengan cara paling halus, gue berhak mendapat menghargaan dan ya. Bukankah lo merasa ini hanya menguntungkan gue aja? Gue berhasil menjauhkan Aldi dari Salsha, dan ya. Lo juga tahu, lo harus pergi ke Amerika karena kuliah lo. Mengejutkan bukan?" Iqbal memutar bola matanya malas.

"Baiklah," Iqbal mengambil berkas pengajuan berwujud itu dan mengambil cap miliknya dan ditandatangani oleh Iqbal. "Lo bisa datang ke kantor pusat ayah gue lusa. Gue akan memberikan lo uang dan berkas ini kembali dengan sangat cepat dan tanda tangan ayah gue, lo tenang aja," Bastian memutar bola matanya malas.

"Heeleh,"

"Kenapa enggak sekarang?" Sekarang Iqbal memutar bola matanya malas. "Lo pikir ini semudah itu? Tanda tangan ayah gue diperlukan, dia yang memegang semua sahamnya. Dan untuk persetujuan dan uang, gue yang mengaturnya," jelas Iqbal membuat Bastian menghela nafasnya berat.

"Baiklah," jawba Bastian tidak banyak bicara lagi. "Bagaimana kalau percakapan ini terdengar di telinga orang lain dan lo ketahuan?" tanya Bastian seperti berusaha menyambungkan pembahasan ringan ini menjadi sangat serius.

"Lo harus mati, apapun yang terjadi. Jika tidak? Lo harus dipenjara karena penggelapan uang," Bastian memutar bola matanya malas. "Matikan rekamannya, dan hapus videonya,"

"Gue tahu jelas lo lagi merekamnya," sambung Iqbal mengatakan banyak hal karena dia tidak berusaha melaporlannya pada Aldi dan mengadu domba lainnya.

Bastian terkekeh dan mengambil ponselnya di saku kaki kirinya dan mengambilnya tidak banyak bicara lalu.

"Gue matikan, gue akan menghapus semua bukti," jelas Bastian memberi semua yang dia rekam dan menghapusnya dengan cepat. "Gue enggak akan lupa pada siapa yang membantu gue, lo tenang aja," sambung agar Iqbal tidak cemas sama sekali.

"Gue berterimakasih ke lo karena lo mau membantu gue, dengan lo yang dirugikan," Iqbal menganggukan kepalanya tidak benar-benar serius mengatakannya. "Baiklah," jawab Iqbal.

"Tugas lo hanya satu," sambung Iqbal meminta satu hal lagi pada Bastian dengan serius. "Ada lagi?" Iqbal terkekeh saat wajah Bastian benar-benar tidak banyak masalah namun sedikit tertekan.

"Sekwrnag lebih berat karena kemarin lo meringankan diri lo sendiri," Bastian terkkeeh mengingatnya. "Yo?"

"Yakinkan Aldi untuk balikan lagi dengan Salsha," ucap Iqbal membuat Bastian tergugu mendengarnya. "What?"

"Why?"

Iqbal menggelengkan kepalanya pelan dan tidak banyak bicara namun berusaha mengatakan banyak menjelaskan. "Gue perlu memperbaiki hubungan mereka," 'Walaupun sebenarnya Salsha akan gue ambil lagi nanti,' sambung Iqbal dalam hati karrna dia memiliki rencana lain dari.

"Hem?" tanya Bastian sangat bingung dan membutuhkan, banyak penjelasan. "Lo malaikat kalau begitu," Iqbal terkekeh saat sepupu orang yang dia benci justru menganggap baik padanya.

"Gue melakukan ini karena gue pikir lo dan dady lo akan berubah. Kalau lo enggak berubah, lo akan tetap gue masukan penjara karena gue memberi lo uang banyak tanpa berpikir panjang," Bastian menghela nafasnya berat dan panjang.

"Baiklah, gue setuju," jawab Bastian berjanji akan bekerja keras sekali. "Dan, ya. Gue butuh alasan lo melakukan ini, karena apa?" Iqbal menggelengkan kepalanya pelan.

"Siapapun dia, dan siapapun pemilik dia yang asli, gue akan terus berusaha sampai mana gue mandapatkan. Bukan memaksakan sesuatu,"

•••

"Lo akan pergi?" tanya seseorang yang melihat bagaimana kacaunya Tania sekarang, Tania menjawabnya menganggukan kepalanya pelan.

"Gue lulus di Amerika dan lo juga akan pindah ke sana?" Tania menjawab dengan gelengan kepala tegas bukan hal yang baik untuk itu.

"Apa gue salah? Ah! Gue merelakan segalanya dan gue kehilangannya," Kania menghela nafasnya berat, dia tidak benar-benar berbeda dengan kakaknya.

"Jangan sefrustasi dan segila itu. Saat gue dulu ke Vietnam karena depresi dan kehilangan segalanya, keluarga, Iqbal dan pendidikan gue. Gue juga kehilangannya," ucap Kania menjelaskan sesuatu pada kakaknya jika dia juga kehilangan.

"Lo akan kemana?" Tania menggelengkan kepalanya pelan. "Apapun yang terjadi, entah sprema itu keluar dan menjadi bayi atau enggak, jangan bunuh diri," cegah Kania mengingatkan Tania agar sampai mengambil jalan secepat itu. "Why?"

"Hidup lo lebih berharga dari sperma bajingan," jelas Kania pada kakaknya debagaimana dia berhasil keluar dalam zona buruk tersebut sepertinya. "Gue enggak takut sama sekali dengan sperma itu, dia menghancurkannya dengan kondom dan dia keluar di luar," jelas Tania pada adiknya agar dia tidak menakutkan apapun.

"Lalu apa yang membuat lo sekacau ini?" Tania menggelengkan keplaanya pelan. "Gue tertekan,"

"Dari sisi apapun, gue merasa keterlaluan tertekan," jawab Tania mengatakan pada adiknya yang sudah mulai dewasa.

"Umur," ucap Kania dengan sedikit berbelit. "Umur lo memang dewasa, dan cara pikir lo mulai dewasa, hal itu yang membuat lo merasa sangat keterlaluan berpikir dan merasa lo gagal dari teman-teman lo, benar?" Tania kenganggukan kepalanya pelan, adiknya benar-benar paham apa yang membuatnya menjadi beban sekarang. Dan sungguh, ini melegakan untuknya.

"Gue sebenarnya juga, sangat pusing memikirkannya padahal umur gue belum sedewasa itu, tapi bayang-banyak umur tua dan cara beepikir seperti mereka membuat gue takut, sebenarnya," ucap Kania pada kakaknya jika bukan dia saja yang meras atertekan dalam keadaan.

"Semakin lo memikirkannya lo akan semakin jatuh dan terpuruk," sambung Kania lagi. "Dan, saat lo berusaha tidak banyak bicara lo akan mulai tenang dan maju sedikit-sedikit, tanpa bicara dan mengenadap-ngendap agar sampai finis lebih dulu,"

"Permainannya adalah, siapa yang bermain cerdik dan licik sekalipun. Hasil lebih dihargai daripada kerja keras. Mau lo sekeras apapun melakukannya, lo akan gagal saat lo memikirkan orang lain. Lakukan-lakukan, lakukan," nasihat seorang adik pada kakaknya yang mengharapkan kakaknya tidak kehilangan akal dan nyawanya karema depresi akan sesuatu.

"Terimakasih," jawab Tania setelah mendengar nasihat dari adiknya, namun. Ini bukan hal yang cujup untuknya karena. Dia membutuhkan lebih, hal seperti ini cukup biasa untuknya.

Sama sekali tidak membantu sedikitpun. Mian?

"Apa lo akan tetap pergi setelah ini?" tanya Kania menanyakan niatan awal kakaknya untuk pindah sekolah dan menjalankan hidupnya akan seperti apa.

"Pergi? Tentu, lelah yang gue rasakan bukan semata-mata gue hanya perlu diam di rumah, melihat seseorang dan sesuatu akan hilang,"

"Gue benar-benar butuh pergi," jelas Tania membuat Kania menghela nafasnya berat. "Jangan bunuh diri ya?" minta Kania pada kakaknya sangat memohon dan ketakutan

"Why? Apa lo menyayangkan gue mati?" Kania memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan sampah kakaknya.

"Orang bunuh diri karena gagal menjaga mentalnya, kalau lo gagal menjaganya. Lo adalah salah satu orang yang kurang beruntung untuk menjalani hidup lebih panjang dan bahagia,"

"Gue sangat menyayangkan itu," sambung Kania menutup pembicaraan karena dia tidak bisa berbicara lagi, Tania pergi begitu saja.

Kak. Untuk penjelasan yang lebih mendetail per update dan per chapternya kak, saya akan jelaskan sekarang ya.

(1) Salsha (2) Aldi (3) Iqbal (4) Tania (5) Kania (6) Rio (7) Bastian

Mereka beberapa tokoh yang akan diperjelas per update nya ya.

sakasaf_storycreators' thoughts
Siguiente capítulo