"Sarita Ningsih Pradipta! Siapa cowok yang jemput kamu kemarin?!"
Dwi mencecar Sari yang baru saja tiba di kelas, kami sengaja datang lebih pagi agar bisa mendahului Sari sampai di sekolah. Hari ini kami harus tahu siapa cowok itu!
"Hah? Ih, kepo deh" jawab Sari seraya melengos begitu saja ke arah tempat duduknya. Aku dan Dwi saling pandang, benak kami berkata hal yang sama, kepo katanya? Serius? Dia tidak mau ngasih tau?
Serentak kami mengekor Sari dengan cepat.
"Sar, beneran gak mau ngasih tau nih?" tanyaku sok sedih, ini strategi cadangan jika rencana awal tak berjalan baik.
Sari menatap kami bergantian, memperhatikan mimik wajah kami, entah apa yang dicarinya.
"Iiish...iya deh aku kasih tau!"
"Naaah...gitu dooong..." ujarku dan Dwi kompak.
"Yang kemarin itu anak SMA Mandala, kenalan belum lama sih, baru berapa hari ini mulai sms-an, kadang juga tefonan"
"Kenal dimana?" Dwi memulai introgasinya.
"Di alun-alun kidul, pas main di beringin kembar"
"Gimana bisa?" Giliran aku yang tanya.
"Iya, pas jalan tutup mata gak sengaja malah tabrakan sama dia" jawab Sari dengan senyam-senyum malu yang bikin eneg. Ini bukan Sari yang ku kenal!
"Terus gimana bisa jadi deket? Dia duluan yang minta nomor mu?"
"Iya, dia tanya namaku, terus aku sekolah dimana, yaah..kayak gitulah. Ngobrol biasa aja"
Hei....cinta memang bisa merubah sifat orang ya, hari ini Sari benar-benar beda. sedikit-sedikit senyum tak jelas.
"Siapa namanya?"
"Dika, hehe"
Kami mengernyit serempak, saling pandang kemudian. Sari masih dengan senyum berbunga-bunga miliknya dengan ponsel yang ia pandangi sambil menekan keypadnya cepat.
Yaah..sudahlah, kami putuskan membiarkannya dengan bunga imajiner di atas kepalanya yang sedari tadi terasa seperti mental-mental mengenai wajah kami.
"Aura apa nih? Gak enak banget"
Galih yang baru saja tiba mengibas-ngibaskan tangannya ke udara seperti mengusir nyamuk yang mengerubungi, aku dan juga Dwi menoleh padanya bersamaan, sedang Sari tak peduli, masih sibuk dengan poselnya sambil cengengesan.
Galih terhenyak heran melihat keanehan Sari hari ini, alisnya bertaut, keningnya berkerut. Sama seperti kami, dia juga merasa Sari berbeda dari ia yang biasanya. Galih mengerdikkan kepalanya pada kami bermaksud meminta penjelasan atas keadaan Sari.
"Lagi jatuh cinta!" Jawab Dwi lantang.
Sari menoleh sebentar lalu tatapannya kembali pada ponselnya lagi. Membuat kami serempak geleng-geleng kepala.
"Pantesan auranya gak enak" kata Galih.
--@@@--
Eksjur sedang tidak banyak kegiatan, aku pun hanya kebagian membuat puisi untuk rubrik bagianku jadi sudah sedari tadi kuselesaikan kewajibanku. Kini aku sedang berada di pinggir lapangan basket, sedang nonton Bimo dan kawan-kawannya main 2 set pertandingan.
Ramai sekali lapangan basket hari ini, semua bersorak-sorak heboh kecuali aku. Hehe
Kudengar bagaimana anak cewek-cewek sekolahku yang meneriakkan nama Bimo dan nama beberapa anak lainnya, mereka semangat sekali sampai urat lehernya seperti akan putus. Entah apa faedahnya? Aku tak paham.
Aku disini duduk dengan anteng bersama Dwi dan beberapa kawan sekelasku sambil menikmati cilok dalam plastik bening yang kami beli dari kantin tadi. Pertandingan berjalan seru sepertinya, aku juga tak mengerti aturan basket atau bagaimana menentukan pemenang dari sebuah pertandingan, yang jelas semua orang disini nampak semangat sekali menyoraki.
Kalau bukan karena Bimo, aku tidak akan duduk disini karena teriakan mereka bikin kupingku pengang.
Bimo hari ini tampak sedikit beda, ia pakai kaos basket tanpa lengan berwarna hitam, dengan nomor 8 besar tercetak bagian depan kaosnya, tapi ia pakai dalaman kaos berlengan pendek polos berwarna putih sebagai pelapis.
Rambutnya yang sedikit panjang bergerak-gerak saat ia lari, wajahnya berkeringat sampai ikut membasahi sebagian rambut depannya, mimik wajahnya serius saat menunggu bola dioper pada jangkauannya, larinya juga cepat sekali.
Bimo sangat berbeda saat berada disana, seperti menjadi orang lain, tidak seperti Bimo si bocah manja yang biasanya bersamaku.
Pprriiittt..... time out, pertandingan dihentikan sebentar untuk istirahat dan mengatur strategi, meskipun ini pertandingan latihan, tapi yang kulihat mereka serius sekali seolah ini adalah pertandingan sesungguhnya.
Anak kantin belakang juga sedang disini mendukung kawan-kawan se-tongkrongan mereka, kadang ada yang nampak memberi saran pada mereka yang sedang tanding.
Bimo berjalan ke arahku setelah beberapa kali celingukan mencari-cari, kami memang duduk agak kebelakang dan agak tertutup oleh orang-orang yang nonton sambil berdiri.
Kusodorkan air mineral dingin padanya, memang sengaja ku bawa untuk dia juga handuk kecil untuk menyeka keringatnya, aku ambil dari dalam tas Bimo yang ia titipkan padaku tadi.
"Menang?" tanyaku
"Belum, abis ini baru tau siapa yang menang" jawabnya sembari menutup kembali botol air mineral yang sudah diteguknya setengah, lalu ia kembalikan padaku.
"Ooh..."
"Kok kamu gak dukung?"
"Dukung kok"
"Gak teriak-teriak kayak yang lain" dia mencebik. Hahaha
"Harus kayak gitu kalau dukung?"
"Kan biar semangat"
"Gak mau ah, malu teriak-teriak"
"Haaaiih...yasudah..jangan kemana-mana sampai aku selesai"
"Iyaaa"
"Oke, aku masuk lagi"
Ia mengalungkan handuk bekasnya ke tengkukku lalu memegang sisi kepalaku dengan kedua tangannya, Bimo mengecup keningku kemudian berbalik dan lari menuju tengah lapangan bergabung dengan timnya.
Wajahku panas, aku kaget, Bimo sudah gila rupanya.
Kini semua orang sedang bersorak tapi bukan pada pertandingan melainkan padaku dan Bimo atas perbuatannya tadi, mereka melihat kearahku sambil bersuit-suitan menggoda. Tapi nampak pula beberapa anak cewek yang langsung berwajah sebal padaku, entah kenapa dan entah apa hak mereka seperti itu. Aku kan memang pacarnya Bimo. (Ciieeee)
Segera ku tutup wajahku yang merah dengan telapak tangan, aku malu tapi Bimo malah tampak biasa saja dan kembali fokus pada pertandingannya. Nyebelin!
Aku duduk kembali ketempatku semula, mengatur ritme jantungku yang sempat melonjak tadi.
Pprrriitt...pprriiitt...pprriitt... pertandingan usai, skor beradu tipis, tapi tim Bimo mampu menang melawan tim lawannya. Mereka bersalaman ala cowok yang mengaitkan telapak mereka setelah berjabat, lalu bubar jalan sembari tepuk tangan sebagai tanda terimakasih atas dukungan penonton yang meriah, hal itu di sambut riuh dan balasan tepuk tangan dari penonton pula, suitan terdengar saling berbalas, ini keren.
Bimo sudah pasti menghampiriku, mengambil kembali handuk di tanganku lalu menyeka keringat di wajah dan lehernya. Aku hanya memperhatikannya, juga cewek-cewek yang lewat di sekitar kami setelah mereka membubarkan diri, mereka selalu menatap lama pada Bimo kemudian bisik-bisik entah bicara apa dengan teman disebelahnya. BIKIN AKU JENGAH!
"Hayuk pulang" ajak Bimo
"Sekarang?"
"Enggak, tahun depan" jawabnya malas.
"Hehe..yuk" kataku dengan cengiran kuda dan mengikuti Bimo berjalan di sebelahnya.
Ia menyandang tasnya lalu menggenggam tanganku sembari terus berjalan menuju parkiran motornya.
"Kok tumben gak mukul?" tanyanya
"Kok tumben minta dipukul?" jawabku
"Hahahaha...bisa ajaaaa" sambil mencubit hidungku, sakit!
"Sakiiiit...."
"Haha maaf"
"Kenapa minta dipukul?"
"Tadi cium kamu depan orang banyak"
"Ah! iya!"
PLAK! rasa perih pasti menjalar di lengan atasnya.
"Awwwh....kok baru mukul?"
"Baru inget, hehe"
"Hissh...untung sayang"
"Kalo enggak?"
"Kalo enggak udah ku GORENG! kamu"
"Idih serem banget"
"Hahaha"
"Jangan kayak tadi Bim, kan malu diliat orang apalagi di sekolah"
"Gak apa-apa, sengaja"
"Sengaja?"
"Iyaa"
"Kenapa?"
"Biar pada tau diri"
"Siapa? Ih yang jelas dong!"
"Hahaha...Ada lah pokoknya"
"Ah ngeselin!"
"Jangan ngambek yang... Nanti malam minta izin sama ayah pergi main sama aku ya"
"Mau kemana?"
"Main dengan kawan-kawanku, biar kamu kenal jadi kalau ada apa-apa diluar dan aku gak ada, mereka tau kamu pacarku dan bisa nolongin"
"Ooh...nanti aku bilang ayah"
"Iya, habis magrib ku jemput"
"Okee!"
Kami lalu pulang, sampai dirumah aku langsung izin pada mamah kalau nanti malam mau pergi main dengan Bimo, mamah bilang boleh tapi tanya ayah dulu, lalu ku jawab dengan anggukan.
Di kamar, aku berguling-guling malas diatas kasurku menunggu ayah pulang sambil berkirim pesan dengan Bimo, kadang tertawa sendiri baca balasan pesannya, kadang ketiduran saat nunggu dia balas, kadang gemas pengen banting hp karena dia iseng.
Assalamualaikum... kudengar ayah yang baru masuk rumah dengan ucapan salam khas beliau. Aku segera turun untuk menemui ayah.
"Kok cepet pulangnya yah?" ujarku sembari menolong ayah menyimpan ranselnya.
"Iya, gak ada apel sore" jawab ayah sekenanya.
"Ooh.."
"Tumben nanya-nanya, ada modusnya nih..." mamah datang dari dapur membawa kopi untuk ayah, beliau sudah tahu maksud hatiku menemui ayah rupanya.
"Hehehe...iyaaa mau izin main sama Bimo nanti malam, kan malam minggu yah, boleh yaaa??"
"Mau kemana?" tanya ayah usai menyesap kopinya.
"Jalan-jalan aja, paling makan ke cafe yah.."
"Hmm...jam 10 sudah dirumah ya"
"Heheh...siap komandan!" ujarku dengan tangan hormat bendera dan badan tegap. Ayah hanya tersenyum, beliau memang orang yang irit bicara.
"Kapan berangkat tugas yah?" kali ini mamah yang bertanya
"Bulan satu, kalau gak ada perubahan jadwal. Masih lihat kondisi dulu dilapangan"
"Yang penting hati-hati saat tugas yah"
"Iyaaaa...Raya sama Irin juga jangan macem-macem waktu ayah tinggal tugas ke daerah"
"Iya yah" balasku.
Kami ngobrol beberapa saat sampai jam menunjukkan pukul 5 sore, mamah menyuruhku segera mandi dan siap-siap karena mau pergi selepas maghrib. Akupun menurut dan meninggalkan orang tuaku di ruang tengah menuju kamar mandi.
Selepas maghrib, aku sudah solat dan sudah siap-siap, pakai baju bagus dan juga parfum, rambut ku biarkan tergerai seperti biasa. Suara motor Bimo baru saja terdengar memasuki halaman rumahku, membuat aku langsung menghambur kebawah untuk menemuinya.
Dia sudah di ruang tamu saat aku sampai di bawah, sedang ngobrol dengan mamah dan sepertinya minta izin bawa aku pergi main malam minggu.
"Sudah?" tanya Bimo padaku saat aku menghampirinya.
"Iya udah, ayah mana mah?"
"Di kamar, masih ngaji" jawab mamah.
"Ooh..Raya pergi sama Bimo ya mah.."
"Iya hati-hati, inget jam 10 sudah pulang ya.." ujar mamah pada kami berdua. Lalu kami jawab 'iyaa' bersamaan.
Bimo memberiku sebuah helm untuk ku pakai, rasanya kurang nyaman karena aku jarang pakai ditambah kait helm nya yang harus di pasang di bagian bawah dagu sangat susah di kunci, membuatku kepayahan.
"Sini ku bantu" ujar Bimo setelah itu mengulurkan tangannya untuk membantu memasang kait helm itu. Aku membiarkannya.
"Udah tuh"
"Makasih"
"Hehe gak bisa masang helm kamu?"
"Gak bisa...wkwkwk"
Bimo lebih dulu menaiki motornya, kemudian aku ikut naik berpegangan pada pundaknya untuk menjadi tumpuanku, kini setelah duduk diboncengan motor Bimo, tanganku berpindah ke pinggangnya untuk pegangan agar tak jatuh selama dijalan.
Motor hitam gagah itu membawa kami melaju tenang membelah angin maghrib di kota Yogya, membawa kami menuju tempat dimana kawan-kawannya biasa nongkrong. Aku sangat ingat ini, momen dimana kami akan bertemu kawan-kawannya dan bertemu orang tak terduga yang juga sedang nongkrong disana.
Mau juga dicium kening Bim... ❤❤
Raya ngamuk, kabuuur....
jangan lupa komen dan rating bintangnya readerku sayaaang ❤❤
udah upload sering nih biar cepet flash back off wkwk