Bimo melajukan motornya lebih pelan dari biasanya, kau bayangkan saja bagaimana dia biasa melajukan motornya dengan santai, dan kali ini lebih pelan lagi dari itu. Sudah seperti siput di tengah jalanan yang ramai kendaraan, sampai berkali-kali diklakson oleh orang yang berkendara di belakang kami dan tak sedikit pula yang berakhir memaki karena mereka pikir kami bolos dan malah bikin macet.
Tapi manusia yang namanya Bimo Gentama Raya di depanku ini tak peduli, dan malah kerap kali membalas makian orang-orang itu dengan santainya. Hadeeeh....
"Bim kebut dikit lah, pada ngomel yang dibelakang" ujarku pada Bimo setengah teriak karena angin sedang lumayan kencang dan bikin sulit untuk dengar.
"Siapa?"
"Ya itu, pada nglakson semua..."
"Biarin, kalo kenceng nanti kena jalan gak rata perut kamu jadi sakit lagi"
"Iya tapi kita bikin macet Bimoooo...."
"Woy! Pacaran jangan dijalan!! Bikin macet!! Dasar bocah bau kencur!!"
"Wes bolos sekolah, keluyuran gawe macet!! Nikah wae oy!!" (udah bolos sekolah, keluyuran bikin macet pula, nikah aja sana!)
Iyaa..itu teriakan makian dari orang-orang yang dilontarkan pada kami, dan sumpah aku malu setengah mati sekarang ini. Kami sedang lewat di jalan yang terbilang lumayan sempit, jadi satu motor yang berjalan dengan lambat saja bakal bisa bikin macet jalan.
Dan saat ini kau tau kan siapa pelakunya? Tersangka yang sudah bikin macet jalan? Yak benar, 100 buat kalian.
"Mau cepet terbang sana!!"
Iyaa...betul...itu balasan Bimo atas makian orang-orang tadi, yang dia bentakkan saat mereka mulai menyalip kami dari sisi kanan. Aku? hanya membuang muka ke arah lain agar tak dikenali kalau-kalau suatu saat berpapasan dengan orang-orang itu dan mereka jadi ingat padaku 'si bocah tukang bolos yang bikin macet jalan', makanya ku sembunyikan wajahku selain memang aku malu dengan kelakuan Bimo.
"Bim, aku gak apa-apa..agak cepet aja jalannya" bujukku lagi pada si kepala batu yang susah dibilangin tapi aku sayang.
"Udah gak usah didengar, mereka cuma suudzon, gak tau kalau aku bawa orang sakit jadi ngomel"
"Iya, tapi kapan nyampenya kalau kayak giniiii Bimoooo....."
Takkan terbayang sepelan apa dia melajukan motornya, benar-benar pelan bahkan mungkin 20km/jam saja tak sampai, aku sampai geram dibuatnya. Haaaiihh...
"Yakin gak apa-apa kamu?"
"Iyaaaa...."
"Yaudah..."
Barulah Bimo sedikit menambah kecepatannya, sedikiiit, catat ya! sangat sedikiit...
~~~
Kami akhirnya sampai juga di rumahku, giliran aku yang ngomel padanya soal perilaku berkendaranya tadi. Yaah..walaupun aku tak bisa naik motor, tapi sedikit-banyak aku tahu kalau berlaku seperti Bimo di jalan tadi itu tidak baik. Ada batas kecepatan yang harus dipatuhi pengendara agar semua pengguna jalan bisa sama-sama nyaman, jadi jangan di contoh yaa si Bimo..
"Iyaa...gak gitu lagi deeh"
Ujarnya dengan malas sambil memutar bola matanya ke atas saat menanggapi omelanku yang panjang x lebar = luas untuknya.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuuuuh.."
Bimo mengucap salam selengkap-lengkapnya saat memasuki teras rumahku, tentu saja sambil memapahku jalan dengan memberikan tangannya sebagai peganganku. Aku terkekeh.
"Lengkap amat? Hahah"
Bimo balas terkekeh.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuuh..." Mamah membalas dengan cara yang sama dari dalam rumah sembari berjalan ke arah pintu untuk membukanya.
Seketika kami saling berpandangan lalu terkekeh bersama oleh karena tingkah mamah yang meladeni candaan Bimo.
"Loh, kok cepet banget sudah pulang? Raya kenapa kok pucet?" tanya mamah heran karena melihat kami yang sudah sampai rumah sebelum jam pulang sekolah. Dan itu mahfum kalau mamah heran.
"Maag-nya Raya kambuh tante, tadi pingsan disekolah, jadi.. Awwh!"
Kuinjak kaki Bimo agar dia segera bungkam, dia menoleh padaku dengan tatapan bingung seperti bertaya 'apa lagi sih?' dan ku tanggapi dengan kode mengerjapkan mataku padanya beberapa kali sebagai tanda untuk tutup mulut.
Bimo hanya memutar bola matanya sebal sambil membuang nafas berat.
"Baru juga baikan, udah nyari ribut" gumamnya dengan tetap membuang muka karena sebal padaku, mungkin dia pikir harusnya aku bilang padanya untuk tidak memberi tahu mamah soal aku yang pingsan di sekolah sebelumnya, jadi tak perlu lah menginjak kakinya seperti itu. Masalahnya aku lupa untuk kong-kalikong dulu dengannya. Heheh.
"Raya pingsan di sekolah?" mamah sedikit membelalak, sepertinya percuma injakanku pada kaki Bimo tadi karena rupanya mamah sudah terlanjur mendengar dengan jelas.
Aku hanya cengengesan pada mamah karena sudah tidak bisa mengelak. Habislah aku! Mamah akan mulai mengomeliku sepanjang minggu ini.
"Tanya Raya aja deh tante, Bimo salah terus" ujarnya sebal.
Haduh, apalagi ini? Kenapa pula si Bimo malah merajuk.
"Heheh..sakit ya ku injak? maaf yaa..." Aku berusaha membujuk bayi bongsor ini, kadang-kadang aku tidak paham dia, sebab seringkali ia jadi manja di waktu yang tidak terduga, seperti saat ini contohnya.
Ku usap-usap lengannya yang masih memegangi ku agar kuat berdiri, dia hanya melirik dan tetap dengan tampang sok ngambeknya itu.
"Udah masuk dulu, langsung ke dapur aja Raya, minum obatnya"
Mamah berjalan mendahului kami yang mengekor di belakang beliau, lalu duduk di kursi makan. Bimo membantuku yang agak kesulitan duduk karena perutku akan terasa nyeri jika aku lupa menegakkan badanku sedikit saja, wajahnya tak lagi nampak merajuk, kini sudah biasa saja. Kau taulah Bimo memang seperti itu, suka seenak perutnya saja berlaku.
Mamah sedang mengacak-ngacak kabinet bagian atas kitchen set untuk mencari kotak P3K yang selalu stand by di rumah, disana akan ada obat maag yang selalu aku konsumsi setiap kambuh.
Tak lama, mamah sudah memegang 1 strip obat maag kepunyaanku lalu menyuruhku untuk meminumnya dan menyodorkan beberapa buah roti manis untuk aku makan beserta segelas air putih. Tidak ada selai coklat sebagai teman rotiku kali ini, karena dokter melarang aku makan coklat jika maag-ku kambuh.
Kata dokter, coklat bisa membuat otot sfingter melemas, otot ini berfungsi untuk menjaga agar asam lambung tak naik ke kerongkongan dan menyebabkan sensasi heart burn atau rasa perih pada kerongkongan, dada, dan lambung. Maka itu, jika punya Maag sepertiku atau GERD, usahakan jangan banyak konsumsi coklat ya.. Hehe anak IPA banget aku.
"Kamu sudah makan di sekolah tadi Ray?" Mamah bertanya padaku setelah ikut duduk di kursi bagian sebrang dengan meja makan besar ini sebagai pemisah.
"Makan, nasi uduk sama Sari."
"Berapa sendok?"
Mamah seperti sudah tau kebiasaanku yang susah makan apalagi saat maag ku kambuh justru aku akan lebih parah menolak makan. Ku acungkan 3 buah jariku untuk menjawab pertanyaan mamah, beliau mendengus malas.
"Gitu aja terus gak usah makan" sarkas mamah padaku, membuat aku jadi ciut. Mamah kalau sudah marah itu seram dan kami (aku, Irin, ayah) tak akan ada yang berani membantah.
"Bimo udah makan? Makan gih, tante sudah masak"
"Bimo sudah makan tadi di sekolah tante, masih kenyang"
"Ooh..nanti kalau sudah lapar langsung makan aja, anggep rumah sendiri"
"Hehe siap tante..."
"Gak balik ke sekolah lagi?"
"Hehe..gak tante, udah izin bolos tadi ke guru" ujar Bimo dengan cengengesannya.
"Bolos kok izin" mamah terkekeh.
"Hehe..kan murid yang baik tante"
"Murid yang baik mah gak bolos"
Bimo tertawa dengar balasan mamah atas candaannya, seperti dapat teman sefrekuensi.
"Sama Bimo aja baik, sama anak sendiri judes" cibirku pada mamah dengan bibir yang sudah maju 2 senti.
"Salah sendiri omongan mamah gak di dengerin, disuruh makan aja kok susah kayak disuruh kerja jadi TKW ke luar negeri"
Aku mencebik, cuma bisa makan roti di depanku dengan malas, mencuil sedikit demi sedikit. Bimo cekikikan puas lihat aku yang bete dan berhasil mendapat lirikan mautku.
Dia mengulum senyumnya, membuatnya samar agar aku tak lagi sebal.
Kenapa mereka jadi kompak hari ini?! Nyebelin, udah sakit gak ada yang belain.. Apa aku pura-pura pingsan lagi aja? Ah nanti kalau gak di urusin gimana? Kan lagi pada sensi ke aku, kalau dibiarin aku teronggok di pojokan dapur kan gak lucu.
"Besok gak usah masuk sekolah dulu" kata Bimo padaku sambil menumpukan sikunya ke meja makan dan menopang kepalanya pakai tangan itu dengan menghadap ke arahku.
"Hmmh.." balasku dengan gumaman sambil masih mencubiti roti dan memasukkanya ke mulutku tanpa membalas pandangan Bimo.
"Hehehe...ntar jatuh bibirnya Ray, tolong di kondisikan"
Dia meledek bibirku yang sedang manyun sebal, aku meliriknya sekilas lalu membuang mataku lagi, masih dengan ekspresi yang sama. Tak bersuara.
"Hahahaha...lucu banget siiiiihhh..."
"Aaaawwwwwhhhh....."
Bimo dengan tega mencubit pipi kiriku dan menariknya seolah-olah itu adonan dough pizza yang bisa melar kemana-mana. Lalu dia tertawa lihat reaksiku, seperti memang sedang bersenang-senang diatas penderitaanku. Ah! atau dia sedang balas dendam? Ck! apaan sih..
"Sakit Bimooooooo...." protesku padanya sambil memukul lengannya lalu mengusap pipiku sendiri yang aku yakin sudah memerah bekas cubitannya. Serius ini sakit.
"Hahahahaha....." Dia tertawa lagi dengan tangannya yang masih tak bisa diam, mengacak-ngacak rambutku dengan gemas.
'Kalau saja aku sedang fit saat ini, sudah pasti kubalas dia dengan gigit tangannya keras-keras. Akh!' Batinku berkata.
Bim, itu kenapa Raya di bully dah? kesian...
Jangan lupa komen dan rate bintangnya ya heheh
aku sayang kalian ❤❤
happy reading all.....