webnovel

Main Kerumah

"Rayaaaa....."

Kami kompak menoleh ke arah sumber suara, seorang perempuan berkuncir kuda sedang melambaikan tangannya padaku dari sudut cafe dengan seorang laki-laki di sebelahnya.

Kubalas lambaian tangannya dengan ikut melambaikan tangan kananku dan tersenyum.

"Kamu kenal?" Tanya Bimo.

"Iya, temen SMP ku dulu"

"Ooh..."

Perempuan itu memanggil kami untuk ikut bergabung di mejanya dengan isyarat tangannya.

"Kesana dulu aja yuk? Boleh?" tanyaku ke Bimo.

"Iya Boleh.." jawab Bimo sambil mengangguk lalu mundur sedikit, memberiku ruang untuk jalan lebih dulu.

Aku menghampiri perempuan itu, perempuan kuncir kuda itu namanya Putri, teman sebangku ku dulu saat kelas 2 SMP, karena di kelas 3 kami pisah kelas dan aku sebangku dengan Dwi saat itu.

"Rayaaaa...ih kangeeen...udah lama gak ketemu kamu" katanya heboh sambil memegang kedua tanganku dengan wajah yang sumringah.

"Hehehe iyaa Put, udah lama ya gak ketemu" jawabku hangat.

"Hehehe...mau makan Ray? Gabung ajalah disini, kayaknya gak ada meja kosong lagi deh" tawarnya.

Aku menoleh ke arah Bimo yang berdiri di belakangku, lalu dia mengangguk seolah tau kalau aku sedang tanya pendapatnya soal bergabung semeja dengan putri dan kawannya itu.

"Iya deh put, tapi kita gak ganggu nih?" Tanyaku segan.

"Iiih enggaklah, dia ini cuma temenku satu sekolah kok.."

"Ooh...gitu" kataku sambil mulai duduk di kursi kosong disebelah Putri, sementara Bimo duduk di sebelah kananku menghadap Putri, dan aku menghadap temannya Putri.

Putri mengenggol siku ku pelan dengan sikunya, lalu tanya;

"Siapa Ray?" Sambil senyum-senyum dan menunjuk Bimo dengan dagunya.

"Oh iya! Kenalin ini Bimo Put...Bim, ini Putri temen SMP ku" kataku memperkenalkan.

"Oiyaa..Halo, aku Bimo" kata Bimo sambil senyum dan menganggukkan kepalanya tapi tidak mengulurkan tangannya untuk salaman, tidak seperti waktu dengan Arif dulu.

"Iyaa..aku Putri.." kata Putri yang jadi canggung karena tidak jadi mengulurkan tangan untuk salaman sebab lihat Bimo yang enggan memberikan tangannya.

"Itu kenapa mukanya Bim?" Tanya Putri tanpa basa-basi.

"Abis nyium aspal" jawab Bimo santai.

"Hahahahah...ih lucu deh Bimo, ganteng lagi, pasti banyak yang suka" katanya sambil ketawa senang.

Aku refleks melihat putri dengan tatapan heran karena bisa-bisanya bicara seperti itu dengan entengnya pada cowok yang baru dia kenal, terlebih lagi orang itu adalah pacar ku.

perasaanku seketika mulai tidak enak.

Bimo yang mendengar itu langsung nengerutkan alisnya, lalu bilang ;

"Aku pacaran dengan Raya, jadi selain Raya... Aku tidak peduli".

Putri seperti kaget dengar omongan Bimo, dan menunjukkan eskpresi tidak percaya seolah-olah aku ini tidak mungkin bisa pacaran dengan orang seperti Bimo.

"Hah?! Ya ampuun...sorry..sorry...aku gak tau..ih Raya pake pelet apa sih kamu dari dulu yang nempel sama kamu cowok-cowok ganteng semua hahahah" Ocehnya dengan gaya bercanda yang menurutku jadi menyebalkan.

"Hehe, apaan sih put, kapan aku begitu?" Jawabku enggan.

"Heleh, kamu mah ada Bimo jadi jaim, dari dulu kan memang banyak cowok yang dekat ke kamu Ray...hahahah" Cibirnya masih dengan gaya bercanda.

Apa? Dari dulu? Memang kapan aku pacaran?! Bukannya kamu yang suka nempel sana-sini tapi menyeret-nyeret aku. Ku kira sudah berubah, ternyata masih Putri yang dulu.. Kesalku dalam hati.

Ku lirik Bimo yang masih tenang dan tidak bereaksi atas apa yang di katakan Putri, hhuuff...yang aku takutkan adalah Bimo jadi salah paham padaku sebab omongan Putri.

"Oiya Ray, kenalin ini temenku Dika" katanya sambil nunjuk temannya..

Aku hanya mengangguk dan bilang ;

"Iya, halo..aku Raya" sama seperti Bimo aku tidak menawarkan tangaku untuk salaman

"Aku Dika, sekolah dimana Raya?" katanya mencoba sok akrab.

"SMA Teladan" jawabku.

"Ooh...anak SMA Teladan cantik-cantik ya" katanya sambil senyum yang aku tidak tau apa maksudnya..

"Hehe...entahlah" kujawab sekenanya.

"Permisi...sudah pesan mas, mbak?" Tiba-tiba seorang waiter datang menawarkan pesanan dan menyerahkan buku menu. Pas sekali.

"Mau apa Ray?" Tanya Bimo sambil menunjukkan buku menunya padaku.

"Hmmm...aku ini aja Bim" kataku sambil menunjuk satu foto spaghetti Aglio Olio yang kelihatan enak.

"Oke, minumnya?"

"Emm...yang ini!" Ujarku lagi sambil menunjuk matcha flute yang memang aku suka sekali.

"Mas, aglio olio 1, matcha flute 1, nasi goreng seafood sama es jeruk 1" pesan Bimo yang langsung ditulis dengan cekatan oleh waiter nya.

kemudian Putri dan temannya tadi juga ikut memesan makanan mereka.

"Udah berapa lama pacarannya Ray?" Tanya Putri setelah mas-mas waiter nya sudah pergi untuk menyiapkan pesanan kami.

"Baru Put, belum lama kok" jawabku malas.

"Hmmh...enak ya yang baru punya pacar, aku baru aja putus kemaren sama pacarku." Ujarnya dengan mimik yang di buat-buat seolah sedih.

"Oh ya? Kenapa putus?" Tanyaku.

"Dia selingkuh Ray, gak cuma sekali, tapi udah sering..jadinya aku putusin aja" jawabnya dengan semangat.

"Ooh...yaudah sabar aja, nanti juga ada yang lebih baik Put" kataku sok menasehati, padahal aku juga tidak punya pengalaman apapun soal hal ini.

Putri masih terus ngoceh soal apapun, dia memang anak yang bawel dan tidak bisa berhenti ngomong, kadang dia akan bicara apapun yang ada dipikirannya. Aku hanya bereaksi sekedarnya saja atas omongan Putri dan temannya yang sesekali menimpali.

Grep! diam-diam Bimo pegang tanganku di bawah meja, aku lalu refleks menoleh padanya, dia senyum padaku lucu sekali, heheheh

"Kenapa?" kutanya padanya sambil senyum juga

"Gak papa." Jawabnya masih dengan senyum seperti tadi.

"Habis ini langsung pulang?" Tanyanya lagi.

"He'emh" jawabku sambil mengangguk.

Tudak lama setelahnya pesanan kami datang, aku yang sudah kelaparan setengah mati langsung nyeruput matcha flute ku yang menggoda.

Bimo ketawa karenanya.

"Hahahaha... Laper banget ya non?" Katanya sambil mengacak-ngacak rambutku.

Aku jawab hanya dengan anggukan sambil senyum malu, tapi tetap melanjutkan kegiatanku dengan mengambil aglio olio ku pakai garpu dan menyuapkannya ke mulutku, agak sulit karena rambutku berkali-kali ikutan masuk ke mulut.

Melihat itu, Bimo yang peka langsung merapikan rambutku ke belakang dan memeganginya sampai aku selesai menyuap.

"Coba diiket dulu rambutnya Ray" katanya lembut padaku.

"Gak bawa iket rambut, lupa" jawabku sesudah ngorek-ngorek isi tasku.

"Hmmh...yaudah cepet makan, aku pegangin dulu" katanya.

"Hehe maaf" jawabku, dengan kata maaf yang tidak tulus.

Bimo hanya ketawa sambil terus memegangi rambutku dengan tangan kirinya, sesekali dia lepas saat akan menyuap nasi gorengnya, tapi kemudian ia pegang lagi agar aku tidak kesusahan.

Bimo makan tetap dengan tangan kanan, hanya menulis saja yang kidal.

"Duuuh...jadi iriii...yakan Dik?!" kata Putri yang ternyata memperhatikan sedari tadi.

"Hehehe" aku hanya bisa cengengesan.

"Mau juga dong yang kayak Bimoo...hahahah" katanya lagi.

"Cuma ada satu, sudah punyaku" kujawab seperti itu.

"Yaaaah....udah diambil hahahaha" kata Putri lagi.

"Heheheh.." ku tanggapi dengan ketawa hambar.

Ku lirik Bimo yang juga tampak tidak tertarik dengan ucapan Putri, itu cukup bikin aku tenang karena berarti Bimo tidak tertarik untuk macam-macam di belakangku.

Ku habiskan makananku secepat kilat agar bisa segera pulang dan jauh-jauh dari obrolan yang lama-lama jadi tidak menyenangkan ini.

Setelah kami selesai makan, Bimo lalu menuju kasir untuk membayar billing, dia bayar semuanya termasuk pesanan Putri dan kawannya itu. Padahal aku berencana untuk membayar makananku sendiri, karena Bimo juga masih sekolah sepertiku dan masih minta uang jajan pada orangtuanya. Aku sih tidak keberatan dia traktir atau semacamnya, asalkan dia tidak kehabisan uang jajan untuk dirinya sendiri nantinya dan tidak memberatkan orangtuanya.

"Ray, minta nomor kalian dong, biar bisa kontak-kontakan lagi, nomormu yang lama sudah hilang soalnya".

"Oh iya Put, sini Hp kamu" lalu ku ketik nomorku di Hp Putri dan menyimpannya.

"Bimo?" Katanya tidak tau malu.

"Enggk usah, nomorku bukan sembako yang suka dibagi-bagi gratis" jawab Bimo dengan nada bercanda, mungkin supaya Putri tidak tersinggung.

"Yaah...Bimo pelit ah..hahahah" ucap Putri.

"Yasudah Put, kami duluan ya" kataku pamit pada Putri.

"Yaah... Kok cepet baget sih Ray, bentar lagi lah, kan malam minggu nih" katanya membujukku

"Tadi izin sama mamah gak lama, lagian aku belum pulang sama sekali, tadi dari sekolah langsung kesini." Balasku.

"Ya udah deh, Rayaa mah anak mamah dari dulu hahahah..rumahmu masih yang lama kan Ray? nanti kapan-kapan aku mampir" katanya

"Iya masih Put, ya udah aku duluan ya.." Pamitku sekali lagi.

"Iya Ray, hati-hati...Dadah Bimooo" balas Putri.

.

.

Kami lalu naik motor Bimo dan meninggalkan cafe yang mulai bertambah ramai tersebut. Seperti biasa Bimo melajukan motornya santai, dan berhenti di sebuah warung pisang goreng yang cukup terkenal, aku bingung untuk apa berhenti disini? apa Bimo belum kenyang?

lalu dia cubit hidungku pelan seolah tau isi pikiranku dan bilang;

"Ini buat orangtuamu dirumah, gak enak kalau gak bawa apa-apa"

"Ooooh...." kataku ber-oh ria.

Setelah beli pisang goreng, kami jalan lagi kali ini benar-benar kerumahku. Begitu sampai dirumah, kami sudah disambut cengiran Irin yang penuh arti.

"Ekheem!...Darimana mbak Ray?" Tanya Irin dengan tampang tengilnya.

"Dari sekolah, kan ekskul" jawabku sekenanya.

"Ooh...tumben lama sekali pulangnya" ocehnya lagi.

Aku memutar bola mataku malas,

"Iyaaa, makan dulu tadi.... Duduk Bim aku ambilin minum dulu" kataku

"Hehe iya, pisang nya Ray" katanya sambil menyerahkan kresek putih ditangannya.

"Oiya.." kusambut pisang goreng hangat yang di serahkan Bimo padaku.

"Mamah mana? Tanyaku pada Irin.

"Nonton" jawabnya.

Lalu aku ke ruang tengah untuk memberikan buah tangan dari Bimo ke mamah yang sedang nonton dengan bi Marni.

"Apa ini?" kata mamah

"Pisang goreng mah, dibawain Bimo"

"Ooh...Bimonya mana?"

"Tuh, di ruang tamu sama Irin" kataku.

"Ooh..bilangin terimakasih" kata mamah sambil senyum.

"Iya nanti dibilangin" jawabku yang sambil sibuk membuat minum dan mencari kotak P3K untuk mengobati wajah Bimo, setelah itu kembali ke ruang tamu.

"Mas pacarnya mbak Raya ya?" Ku dengar pertanyaan Irin saat aku sudah dekat ke ruang tamu.

"Hehe iya, kamu adiknya Raya ya?" Balas Bimo dengan pertanyaan serupa sambil terkikik geli lihat keberanian Irin yang tanpa malu menyapanya duluan.

"Iya"

"Heheh pantesan mirip, mau kenalan gak nih?" Canda bimo.

"Hmm.. Okelah, aku Irin" katanya sambil menjulurkan tangannya untuk salaman setelah sok menimbang-nimbang.

"Hehehe...aku Bimo" jawab Bimo sambil menyambut salam dari tangan Irin.

"Kelas berapa kamu?" Tanya Bimo lagi

"Kelas 2 SMP" kata Irin.

"Ooh...suka baca buku juga?

"Gak suka, aku sukanya main game" kata Irin percaya diri.

"Hahahaha aku juga suka main game" timpal Bimo.

"Oh ya? Main game apa mas?"

"Main game aja terus Rin, biar mbak Raya bilangin ayah nanti" ucapku menyela obrolan mereka yang entah sejak kapan sudah jadi akrab, sambil meletakkan minum dan kotak P3K di meja.

"Yah mbak Raya gak seru" cibirnya.

"Bodo, bweek!" balasku sambil menjulurkan lidah.

"Sini obatin dulu Bim" kataku sambil mengambil salep untuk memar dari dalam kotak P3K.

Bimo nurut dan menghadap padaku tanpa protes, lalu pelan-pelan ku oles salep pada setiap memar di wajahnya.

"Oh iya, kata mamah terimakasih pisang goreng nya"

"Iya sama-sama" jawab Bimo.

"Mukanya mas Bimo kenapa?" Kata Irin yang seperti baru sadar dengan kondisi wajah Bimo.

"Abis nyium aspal Rin" jawab Bimo sambil menahan tawa setelah selesai ku oles salep.

"Aspal kok dicium!...ckckckck..." cibir Irin.

"Hahahahah nyium mbak Raya kan belum boleh" katanya iseng dan berhasil mendapat pukulan dariku di lengannya.

"Rame bener ngobrolnya" Kata mamah yang tiba-tiba datang dari ruang tengah.

"Eh iya tante, maaf ribut aja dari tadi" kata Bimo sambil mendatangi mamah lalu cium tangan.

"Heheh gak papaa...ini yang namanya Bimo?" Tanya mamah lagi.

"Iya tante, saya Bimo..maaf baru memperkenalkan diri" jawab Bimo sopan tidak lupa dengan senyum di bibirnya.

"Ooh..iya gak apa-apa, tinggal dimana Bim?"

"Di perum. puri kencana tante"

"Owalah, lumayan jauh kan dari sini"

"Hehe iya tante".

"Terus itu kenapa mukanya kok memar-memar gitu?" Tanya mamah heran.

"Hehe..biasa tante" jawab Bimo sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Katanya nyium aspal mah, soalnya nyium mb-- heup" Irin nyeletuk, dan langsung ku bekap mulutnya biar gak tambah bocor.

"Hahahahah...becanda Rin" kata Bimo santai.

"Heheheh ada-ada aja si Irin..jangan keseringan berantem Bim" kata mamah menasehati.

"Hehe iya tante, gak sering-sering kok" jawab Bimo agak kikuk.

"Sama aja sama Raya nih, tukang berantem" ledek mamah lalu beliau ketawa.

"Iiiih...mamah, jangan bikin malu doong..." Protesku.

"Hahahahah" Bimo malah ketawa senang.

lalu kami ngobrol bertiga diruang tamu, Bimo cepat sekali menyesuaikan diri dengan keluargaku dan aku lega dengan keluargaku yang juga menyambut Bimo dengan baik.

Bbrrmmm....terdengar mobil ayah yang sudah memasuki halaman rumah dan parkir tepat di garasi.

Oh! aku lupa satu hal... AYAH!!

Apa ayah akan menerima Bimo dengan tangan terbuka, atau ayah tidak suka pada nya? sebab kau tau kemarin malam Bimo datang larut malam kesini dan ayah tau kalau dia sudah bohong pada ayah soal PR.

Jantungku berpacu seiring ayah yang berjalan masuk ke rumah...

--+++--

Siguiente capítulo