webnovel

Eps.11-URTI-28

•••

2028

-20 AGUSTUS-

Sudah sehari Nyle kembali bertugas sebagai tenaga medis, rasanya sudah seperti setahun saja.

Sebenarnya, Nyle sering sekali ditugaskan di berbagai macam daerah. Kota terakhirnya adalah Bandung, itu adalah tempat yang kami tinggali bersama sekarang, bersama Lero juga.

Sejujurnya, dalam lubuh hati terdalam, gue khawatir dengan cara dan apapun yang dilakukan Bi Sumi kepada Lero. Walaupun gue tau Lero anak yang kalem—walaupun masih kecil. Tapi gue khawatir aja. Suka takut aja, gitu, kalau Bi Sumi salah memberikan porsi susu, atau salah mengambil susu protein tinggi yang gue miliki. Mungkin, Lero bisa jadi atlet sejak dini. Tapi, gue gak bisa jadi Ayah yang posesif. Tapi, itu harus.

Kemarin, setelah kepergian Nyle bertugas. Bi Tini masih agak sedikit canggung berada dirumah, hanya berbisik-bisik saja ke Lero untuk berkomunikasi. Sopan sekali kalo bertemu gue. Biasa, seperti ke orang baru. Wajar sih, gue dan Nyle terkadang jauh dengan keluarga.

Gue rasa, mengapa gue bisa anggap sehari seperti setahun rasanya karena kesibukan Nyle yang super gila dari sebelumnya. Virus baru di tahun 2028 ini sangat parah sekali dari yang sebelumnya.

Di tahun 2028, virus yang gak biasa datang begitu aja di Indonesia. Virus yang bukan menyerah perihal tubuh bagian dalam, tapi, bagian luar juga.

Virus ini seperti urtikaria, gatal-gatal di tubuh. Dokter bilang, nama virus ini Urti-28. Menyerang bukan hanya melewati pernapasan, kontak tubuh juga sangat beresiko terpapar virus ini.

Akibat virus baru ini, dokter yang mempunyai alat canggih yang membasmi virus sebelumnya pun kewalahan, alat itu pun jadi tidak berguna. Sekarang, selagi menunggu alat baru, para dokter harus berjuang lagi dan lagi untuk menangani pasien-pasien yang terpapar.

Virus ini sebenarnya tidak terlalu mematikan, kata dokter, di TV. Dulu, sebelum Nyle pergi untuk bertugas, Nyle sering memberitahu gue perihal penyakit ini dan gue rasa sewaktu gue kecil, gue pernah terkena ini.

"Ada-ada aja, ya, Nyle. Dunia kaya udah mau kiamat, banyak kejadian-kejadian yang aneh," kata gue, ke Nyle yang sedang menggendong Lero di ruang tengah rumah.

"Yah mau gimana lagi, Dit. Dunia ini udah bener-bener tua juga, banyak hal yang baru tentunya. Tapi, aku sebagai dokter sih, gabisa liat ini sebagai konspirasi."

"Konspirasi wahyudi?"

"Ah, kamu bercanda terus. Lero, yang sabar ya nanti kalo ngehadapin ayah yang satu ini," jawab Nyle ketus.

Lalu, gue mencubit pipi Nyle dan pipi Lero juga, meminta maaf. Kala itu obrolan gue dan Nyle hanya tentang virus dan bagaimana caranya Lero terjaga. Kasihan juga Lero, lahir di kondisi Bumi tidak se asik dulu.

Okey, mari kita balik lagi ke topik. Semenjak Urti-28 merabak ke seluruh Indonesia, tentu protokol sangat dijaga ketat. Awalnya semua orang santai dan tidak banyak memikirkan virus baru, karena ada alat canggih. Tapi, ternyata Urti-28 adalah hal yang berbeda.

Awal kemunculan Urti-28 dianggap hanyalah gatal-gatal biasa. Setiap orang masih kontak langsung satu sama lain tanpa memikirkan resiko yang amat berat. Ketika ada yang merasakan gatal, pun, mereka tetap saja kontak langsung.

Awal kemunculan Urti-28, dalam sehari sudah ada ratusan pasien di kota Bandung yang terkena gejala gatal-gatal itu. Dokter belum tahu percis apa penyakitnya. Dalam berita yang gue tonton, pasien yang terkena penyakit ini menjadi tidak tahan untuk menggaruk bagian tubuhnya dan merasakan panas yang tidak biasa. Ada yang tidak kuat sampai dia menggaruk hingga iritasi dan luka dimana-mana. Banyak juga yang terenggut nyawanya karena kehabisan darah dan inveksi yang terlalu cepat. Dokter masih belum mengetahui bagaimana cara mengobati virus ini.

Protokol pun semakin ketat. Karena dokter yang berada di rumah sakit pun banyak yang tertular, semua orang yang ingin pergi keluar harus memakai alat pelindung diri yang di desain lebih baru dan aman untuk menghindari kontak langsung dengan orang-orang. Sangat membantu, tapi tidak bisa di pakai untuk jalan-jalan. Apalagi, Karena memang banyak aturan, orang-orang tidak bisa melakukan aktifitas seperti biasa, bila ingin keluar dianjurkan hanya boleh sendiri saja, untuk mencegah kejadian yang tidak di inginkan.

•••

2028

-20 AGUSTUS-

Selagi gue menunggu kabar Nyle, gue seperti biasa menuntaskan pekerjaan gue dirumah. Gue punya beberapa bisnis yang gue atur hanya lewat jaringan saja. Gue punya bisnis tempat cuci motor dan mobil di 7 titik di kota Bandung, gue punya beberapa kontrakan di dekat universitas, 1 lapang futsal, dan gue juga bekerja sebagai author di salah satu aplikasi komik populer di seluruh dunia.

Terkadang, gue rasa gue ini kalah gentle dengan Nyle. Karena, dia sering sekali bekerja dengan penuh keringat yang mengucur. Sedangkan gue, hanya dari rumah.

Bukan hanya gue, sih, yang merasa minder. Gue juga sangat ingin Nyle berhenti dari pekerjaan menjadi dokter karena telalu beresiko. Gue ingin selalu berdua dengannya dan Lero dirumah. Gue sangat rindu kamu, Nyle.

•••

2028

-20 AGUSTUS-

"Dit, mau Bibi masakin apa buat malem?" Tanya Bibi, bertanya dari luar kamar gue.

Gue menghampiri Bibi, membuka pintu,"kaya biasa aja, Bi, kayanya, bingung saya hehe."

"Ah kamu, Dito. Mentang-mentang Nyle jago masak ayam kecap jadi gamau makan yang lain, ya?" Seru Bibi, tertawa kecil.

Gue menggaruk kepala,"Iya, nih, Bi. Maaf ya Bi banyak ngerepotin."

"Eh gausa minta maaf gitu, Dito. Udah-udah gapapa, ko."

Gue kembali duduk di kursi kerja gue. Gue sangat khawatir dengan Nyle.

Sudah sekitar satu jam gue diam, tidak bisa berpikir banyak untuk kelanjutan cerita komik yang gue buat. Akhirnya gue memutuskan untuk makan dulu.

Di bawah, Lero dan Bibi sedang asyik bermain. Memang, Lero bukan anak yang sombong dan mudah sekali beradaptasi, mirip sekali dengan Nyle.

"Udah selesai kerjanya, Dit?" Tanya Bibi.

"Biasa, Bi, mau istirahat dulu hehe."

"Oh, iya syukur, deh."

"Gimana Bi, Lero gak rewel, kan, ya?"

"Wah ini anak anteng banget, ngga cengeng, makan juga cepet."

Gue makan di ruang tengah ditemani Bibi dan Lero. Ayam kecap bikinan Bibi nggak jauh beda, lah, dengan yang Nyle buat. Apa jangan-jangan, ini adalah resep turun temurun keluarga Nasution? Haha, entahlah.

Lero daritadi menatap gue, melamun. Gue tanya pun dia belum bisa menjawab, akhirnya gue cubit pipinya. Punya anak sangat menggemaskan, coba gue bisa buat dari dulu.

Setelah makan dan gue rasa cukup segar kepala ini dari segala pikiran yang ada, gue lanjut naik ke atas untuk kembali membuat cerita. Sebelum memulai gue mencoba membuka handphone gue, akhirnya Nyle mengabari gue.

'Dit.'

•••

Siguiente capítulo