webnovel

Sejeong's Fam

Jiyeon Point of View

"Tenanglah, mari masuk lebih dulu. Aku sudah menyiapkan banyak makanan untuk kita,"

Dia membawaku memasuki lebih dalam rumahnya. Benar dugaanku rumahnya bukan rumah biasa. Oh, Tuhan aku melupakan sesuatu. Berpikir Park Jiyeon, racun apa yang harus kau berikan untuk mempengaruhi gadis ini.

"Aku sudah yakin jika kau secantik ini. Jadi, benarkan tebakanku jika kau selama ini hanya berpura-pura cupu saja?"

"Ah, itu. Aku baru saja mengubah penampilanku karena sepertinya dandanan seperti 'itu' memang tidak cocok untukku. Hahaha," matilah kau, alasan macam apa itu.

"Ei, sudahlah jangan berbohong lagi. Jadi, Dong Yoon juga hanya berpura-pura cupu, kan?"

Anak ini benar-benar tidak bisa dibodohi. Aku hanya mengeluarkan senyuman getir dan masih memutar otakku untuk menanggapi pertanyaan Sejeong.

"Ah, sebenarnya kami memang sengaja berpenampilan seperti itu untuk menemukan teman sejati. Di sekolah lama, kami murid yang terkenal hanya karena memiliki rupa yang seperti ini, kau tahu maksudku, kan? Mereka tidak benar-benar tulus untuk berteman. Ditambah lagi Dong Yoon adalah anak dari chaebol. Jadi, dia ingin menutupi identitasnya. Keputusan kami terdengar kekanakan tapi ya begitulah. Bisakah kau tidak memberitahukan pada teman-teman di sekolah?" wah, aku benar-benar mengarang bebas kecuali fakta bahwa Dong Yoon anak seorang chaebol tentunya.

"Jadi, begitu? Baiklah, rahasia kalian aman di tanganku. Kalian tenang saja,"

Aku membalas senyumnya yang teramat manis itu. Tidak kusangka dia percaya saja dengan racun berbisaku yang tidak bermutu itu.

"Ah, aku kesini ingin meminjam buku karangan Kim Myungsoo yang edisi ke dua. Apakah kau punya dan bolehkah aku meminjamnya?" tanyaku to the point.

"Tentu saja aku punya. Adikku sangat menyukai buku khususnya karangan dari keluarga Kim itu,"

"Keluarga Kim?"

"Iya. Bukan hanya Kim Myungsoo yang seorang penulis tapi juga ibunya. Tapi ibunya lebih suka mengarang novel romantis tidak seperti Myungsoo yang suka dengan kisah kriminal dan thriller. Jika kau mau mari aku akan mengajakmu untuk melihat koleksi adikku,"

Aku mengikutinya yang sudah berjalan ke sebuah ruangan. Wah, aku tidak bisa berhenti mengagumi rumah ini. Memang hanya satu lantai tapi luas dan ruangannya tersusun rapi.

"Apakah tidak masalah jika aku melihat koleksi adikmu?" tanyaku segan.

"Hahaha, tidak masalah. Adikku itu sangat baik walau terkadang menyebalkan,"

"Kau dua bersaudara?" tanyaku sambil menelusuri rak-rak buku yang berjejer banyak. Adiknya suka membaca, aku yakin itu.

"Kami tiga bersaudara. Aku dan adikku hanya tinggal berdua di sini sementara oppa sedang mengurus sesuatu yang mengharuskannya jarang pulang,"

"Di rumah sebesar ini kalian hanya tinggal berdua?" tanyaku meyakinkan.

"Iya," jawabnya pelan.

"Orangtua kalian?"

"Sudah tidak ada,"

"Ah, maafkan aku. Aku tidak tahu ...."

"Tidak masalah. Itu sudah sangat lama. Kitakan berteman," jawabnya masih dengan senyum.

"Di mana adikmu?" tanyaku.

"Brak"

Suara pintu terbuka terdengar keras.

"Eonni,"

Tidak lama suara yang tidak kalah keras juga terdengar. Sepertinya itu adiknya.

"Bisakah tidak dengan berteriak?!" Sejeong menatap sosok tinggi di ambang pintu.

"Maaf aku tidak tahu jika ada tamu," kata adiknya dengan cengiran kecil.

"Dia adikku, Kim Doyeon."

Aku membungkuk membalas sapaan adiknya, mereka keluarga dengan gen luar biasa. Aku pikir adiknya seorang model dengan tubuh seperti itu.

"Park Jiyeon," kataku memperkenalkan diri.

"Ah, kenapa eonni mau berteman dengannya?" tanya Doyeon padaku sambil menunjuk Sejeong yang langsung dihadiahi pukulan dari Sejeong.

"Mulutmu, sialan."

Aku tahu sekarang bagaimana hubungan mereka, hahaha.

"Dia murid yang baik," jawabku sekenanya.

"Dia? Baik? Yang benar saja," kata Doyeon penuh ketidakpercayaan.

"Keluarlah sebelum bibir sialanmu itu semakin tebal," usir Sejeong dengan geraman.

"Bilang saja jika kau iri pada bibir seksiku. Eonni, katakan padaku jika gadis rubah ini mengganggumu. Aku akan menghajarnya untukmu,"

Setelah mengatakan itu dia melenggang santai. Aku menghentikannya dengan suara pelanku.

"Aku ingin meminjam salah satu koleksi bukumu, apakah kau mengizinkannya?" tanyaku pelan.

"Anggap saja milikmu sendiri, eonni!" dia menjawab dengan senyumnya dan melanjutkan langkah.

"Sudah kukatakan jika dia akan meminjamkannya, jangan terlalu sungkan. Dimana dia meletakkannya?"

Sejeong masih sibuk mencari buku yang kuminta. Aku juga ikut mencari. Kamar buku saja lebih besar dari kamarku. Kupikir keluargaku sudah kaya tapi ternyata ada yang lebih kaya dari keluargaku. Ternyata benar di atas langit masih ada langit.

Aku mengambil sebuah buku sekedar untuk melihat judul dan membuka lembarannya tapi sepertinya ada yang jatuh. Aku mengambilnya, ternyata sebuah foto. Oh, foto keluarga? Aku benar-benar terkejut melihat wajah mereka satu keluarga.

"Jiyeon-ah, aku sudah menemukannya,"

Aku kembali memasukkan buku ke dalam rak dan menghampiri Sejeong. Aku memberikan senyum tanda terima kasih dan bahagia.

"Ah, Sejeong-ah keluargamu memang memiliki gen yang luar biasa ya," kataku sambil jalan keluar menuju kamarnya karena dia mengajakku untuk mengobrol sebentar.

"Tidak juga. Tapi bagaimana kau tahu?"

"Tadi aku menemukan foto keluargamu, kenapa tidak dipajang saja?" tanyaku lagi. Wajahnya terlihat sedikit terkejut tapi dia kembali tersenyum.

"Ah, kau menemukannya? Aku sudah mencari foto itu tapi tidak ketemu,"

"Aku menemukannya di sebuah buku," kataku lagi.

"Aku akan mencarinya nanti dan memajangnya," jawabnya dengan senyum.

"Hanya itu foto keluarga yang kami punya, karena setelah itu mereka pergi meninggalkan kami," lanjutnya dengan senyum getir.

"Maaf karena aku mengingatkanmu pada hal yang menyedihkan," kataku merasa bersalah lagi dan lagi.

"Tidak masalah. Walaupun menyedihkan aku suka mengenang mereka," jawabnya.

"Adikmu bersekolah dimana?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Di SOPA," jawabnya.

"Kenapa tidak di sekolah yang sama denganmu?"

"Aku tidak mau saja. Isu bully di Hamlin membuatku takut,"

"Dia tidak terlihat seperti orang yang mudah terbully,"

"Aku bukannya takut dia dibully tapi aku takut dia yang akan bergabung dengan biang kerok dan membully yang lemah,"

"Hahahaha, kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?"

"Ei, kau tidak tahu saja bagaimana kejinya manusia satu itu,"

"Diam mulutmu itu, Kim Sejeong-ssi!"

Doyeon datang dengan nampan berisi makanan dan minuman yang tadi sudah diletakkan di ruang tamu. Dia meletakkan nampan dan menghampiri Sejeong dengan tatapan tajam. Ugh, tatapannya mengingatkanku pada seseorang. Sial, aku jadi mengingat si pembunuh Kim itu. Kenapa aku harus memikirkannya sih?

"Kau lihat tatapannya itu? Benar-benar menusuk,"

"Kau berlebihan, bilang saja kau iri karena kesempurnaanku!" sanggah Doyeon tidak terima dikatai pembully.

"Kau pikir hanya kau yang cantik? Aku juga tidak kalah cantik!"

"Tapi seperti ahjusshi!"

Telak, Sejeong tidak bisa membalas ocehan adiknya. Aku hanya bisa tertawa melihat interaksi mereka. Senangnya memiliki saudara. Apa aku meminta ayah dan ibu saja untuk membuatkan aku adik saja ya?

"Eonni, kau cantik sekali. Bagaimana jika kau menjadi kakak iparku saja?" tanya Doyeon membuat pipiku memanas. Apa-apaan anak ini, frontal sekali.

"Oppa sangat tampan. Kurasa kalian akan cocok," lanjutnya.

"Kau lihat dia memang cantik tapi otaknya sedikit tidak beres," lanjut Sejeong tersenyum tidak enak.

"Ya memang sedikit dan kau lebih banyak," balas Doyeon yang membuat tawaku semakin kencang. Perutku sakit sekali.

"Kau tidak akan menang melawannya, Sejeong-ah!" kataku menahan tawa yang berlebihan.

"Drrrt,"

Taehyung, aku mengangkat panggilannya dengan sedikit menundukkan kepalaku meredam ekspresi kesalku karena terganggu.

"Eoh?"

'Neonna, aku masih memilki rekaman saat kau mengatakan hanya pergi sebentar! Kita sedang banyak pekerjaan dan enak-enaknya pergi jalan? Kau keterlaluan, neonna!'

Aku memutar bola mataku jengah. Apa mereka tidak bisa bekerja tanpa diriku? Ck, menyebalkan. Aku kan baru sebentar menghirup udara segar. Kenapa kesan penjara begitu kental di hidupku, ck.

"Aku akan segera kembali! Aish, tutup mulutmu dan berhentilah mengoceh!"

Aku memutuskan sambungan telepon saat Taehyung masih menyemburkan rentetan kata tak bermaknanya. Aku mengangkat kepalaku dan aku mendapatkan tatapan takjub dari dua gadis yang sejenak kulupakan.

"Ah, dia temannya Dong Yoon. Teman lama kami, sepertinya aku harus segera pulang. Mereka akan sangat ribut jika tidak ada aku,"

"Ah, sayang sekali. Padahal aku masih ingin mengobrol denganmu, eonni!" kata Doyeon penuh sesal.

"Sering-seringlah main ke sini," kata Sejeong tidak kalah lesu dari Doyeon.

"Kau harus bertemu oppa lain kali, kalian akan sangat cocok."

Aku hanya memberi senyum kepada Doyeon. Mereka mengantarkanku sampai ke depan pintu. Aku harus kembali ke rutinitas asliku. Sejujurnya aku lelah harus kembali ke sekolah dan selepasnya kembali ke kantor dengan segudang berkas tak terpecahkan.

Siguiente capítulo