webnovel

03: Monster Pangolin Zone

"Mereka ada di Monster Pangolin Zone. Mungkin perjalanan sekitar setengah hari dari sini."

"Ja-Jauh banget."

"Iya, maka dari itu aku membawa tenda untuk kita berdua."

"A-Anu, apa kita akan tidur terpisah?"

Maya menggeleng, "Sayang sekali aku hanya punya satu, jadi kita tidur satu tenda."

Eh? Aku tidur satu tenda dengan seorang gadis cantik?

"Ah, yah... Tapi... Apa tidak masalah untukmu?"

Maya tertawa kecil, "Wajahmu memerah, lho."

Aku langsung menutupi wajahku saat dia mengatakan itu.

"Tenang saja, ini hanyalah game. Dan kau tahu sendiri, walau memang ada R-18 di game ini, itu hanya berlaku kalau umurmu memang sudah cukup."

Aku mengangguk, "Iya, kau benar. Dan kalau boleh tahu, berapa umurmu?"

"Delapan belas."

"Sama."

"Eh? Kau delapan belas tahun?"

"Iya."

Maya tertawa kecil sambil menutup mulutnya. "Aku kira kau masih tujuh belas tahun'an."

"Ehehe." Entah kenapa aku tidak merasa senang, rasanya seperti dia masih menganggapku sebagai seorang bocah. Yah, siapa juga yang peduli tentang itu. Lagian, bukankah tujuh dan delapan itu berdekatan?

"Kalau begitu, berangkat sekarang?"

"Oke."

Setelah selesai dengan semua persiapan, kami langsung melakukan perjalanan menuju Monster Pangolin Zone, yang jaraknya sama dengan setengah hari perjalanan. Sekarang masih jam setengah sembilan, artinya kemungkinan kami sampai ke tempat itu adalah sekitar jam dua.

Lama sekali.

Di perjalanan menuju Monster Pangolin Zone, kami melihat lumayan banyak player yang mulai memburu Monster-Monster kecil. Terakhir aku melihat para player membunuh Monster tidaklah sebanyak ini, bahkan masih bisa di hitung oleh jari, tapi setelah satu bulan lebih terjebak di game ini, akhirnya mereka semua mulai sadar kalau satu-satunya jalan adalah dengan cara menjadi lebih kuat dan menghancurkan Area terakhir.

"Hei! Zack!" Seorang pria berambut merah panjang berlari ke arahku. Rick, dia terlihat lebih kuat dari sebelumnya. Padahal baru kemarin aku bertemu dengannya, tapi dia terlihat lebih kuat, sedangkan aku masih seperti ini saja.

"Siapa?" Bisik Maya.

"Temanku, namanya Rick."

Aku melambaikan tanganku pada Rick.

Dia tersenyum senang saat melihatku, lalu dia melirik Maya, "Wow! Siapa gadis cantik ini?"

"A-Aku Maya."

"Pacar?"

Maya menggeleng, "Aku temannya Zack."

"Benarkah?"

"I-Iya."

"Hentikan!" Kataku. "Jangan terlalu dekat bicara dengannya! Lihat sendiri Maya merasa tidak nyaman."

"Makasih." Maya berbisik padaku.

Dia sendiri orangnya bersemangat, tapi saat menghadapi orang bersemangat lainnya, dia tidak bisa melakukan apapun ya?

"Oho, jadi benar ya?" Tatapan mata Rick mengarah padaku, dan seolah berkata kalau dia memang benar tentang sesuatu.

"Dia temanku, seorang pandai besi. Kami sedang dalam perjalanan menuju tempat di mana kami bisa mendapatkan bahan-bahannya."

"Wow! Pandai besi gadis?" Rick kembali menatap Maya.

"I-Iya."

"Bagaimana kabarmu, Rick?" Tanyaku. "Kau terlihat jadi lebih kuat dari terakhir kita bertemu."

"Terakhir kita bertemu kan dua hari yang lalu."

"Iya, dan kau jadi lebih kuat dari sebelumnya. Berapa levelmu?"

"Hehe, mau tahu?"

"Iya."

"Dua puluh."

"Apa?!" Aku dan Maya menunjukan reaksi yang sama.

"Ba-Bagaimana bisa secepat itu?" Tanyaku.

"Aku membentuk party dengan teman satu serikatku."

"Kau bergabung dengan serikat?"

Rick menggeleng, "Tidak! Aku leadernya."

"Oh."

"Aku tidak mengajakmu bergabung, karena aku tahu kalau kau ini solo player, tapi siapa yang sangka kau malah satu party dengan gadis cantik ini."

"Bukan! Sudah kubilang kami hanya-"

"Oke! Partyku akan marah kalau aku diam, jadi aku akan mulai farming lagi. Semoga beruntung dengan bahanmu!" Dan dia pergi.

"Temanmu hebat."

"Iya, aku juga berpikir begitu."

"Hebat dalam artian lain."

"O-Oh."

Karena percakapan tadi berakhir canggung, akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kami. Setidaknya rasa lelah tidak terlalu terasa di dunia ini, mungkin.

Setelah beberapa ratus meter perjalanan, kami berdiri di tengah-tengah hutan yang isinya penuh dengan pohon pisang dan pohon mangga. Bahkan hanya dengan melihat ke bawah, aku bisa menemukan banyak sekali buah mangga dan pisang yang bergeletakan.

"Aku lupa belum makan hari ini." Kataku.

"Ah, aku juga sering seperti itu. Karena tidak ada fitur merasakan lapar di dunia ini, aku jadi sering lupa."

"Iya."

Aku mengambil beberapa buah pisang dan memakannya langsung di tempat.

"Bagaimana rasanya?" Tanya Maya, yang terlihat sangat menginginkan hal ini.

"Aku rasa jika ditambah susu dan cream, ini akan luar biasa."

"Dan juga coklat."

"I-Iya."

"Aku akan mengambil beberapa."

"Aku juga."

Saat aku sedang membungkuk untuk mengambil beberapa buah, aku mendengar suara daun dan ranting yang terinjak, tapi hanya sesaat saja. Lalu setelah itu tiba-tiba sebuah ranting jatuh di atas kepalaku. Aku mendongak ke atas, dan sesuatu mendarat di wajahku.

"Whoa! Apa ini?!" Aku menarik sesuatu yang menempel di wajahku, dan mendapatkan seekor monyet.

"Ahahaha!" Maya benar-benar puas tertawa saat melihatku begini. "Kau terlalu terkejut, Zack."

"Tuan monyet, aku minta beberapa pisang, tidak masalah kan?"

"Kau pikir monyet bisa mengerti bahasa kita ya?"

"Oh, ayolah... Ini adalah game."

Setelah aku mengatakan itu, si monyet mengangguk.

"Dia mengerti." Kataku.

"Iya, dia mengerti."

Tiba-tiba monyet ini mengangkat tangan kanannya, dan dengan cepat dia mencakar leherku.

"Gah!" Aku langsung melempar monyet itu jauh-jauh.

"Zack, kau baik-baik saja?"

"Iya."

"Sepertinya monyet itu Monster ya?"

"Tapi kita tidak melihat nama dan HPnya."

"Kau benar."

Monyet itu menatapku dengan tatapan mengerikan, sebelum akhirnya dia tiba-tiba melompat pergi.

"Ada apa sih dengan monyet itu? Tiba-tiba melompat, tiba-tiba lucu, dan tiba-tiba mengerikan."

"Sudahlah, sebaiknya kita segera pergi dari sini."

"Kenapa?"

"Aku merasakan hal buruk akan terjadi."

Aku tertawa bodoh, "Memangnya sekumpulan monyet bisa menjadi mengerikan ya?"

"Zack, jangan katakan itu!"

"Kenapa?"

"Itu bisa jadi flag, tahu!"

"Ah, kau benar."

Tiba-tiba tanah pijakan kami bergetar beberapa kali. Rasanya seperti ada yang akan mendekat tiap kali getaran itu terjadi.

"Tuh kan!"

"Yah, bisa jadi ini hanya gempa biasa kan?"

Datang secara tiba-tiba, si monyet tadi datang lagi. Dia menggunakan jarinya untuk menunjukku.

"Eh? Rasanya dia menunjukku ya?"

"Iya."

"Umm, mau lari?"

"Iya, aku suka itu."

"Oke, mari lakukan."

"Iya."

"Sekarang!"

Aku dan Maya langsung berlari secepat yang kami bisa untuk segera keluar dari hutan pisang dan mangga itu.

"Menurutmu apa tadi?" Tanya Maya.

"Aku tidak tahu, tapi aku yakin sesuatu yang besar sedang mendekat."

"Dan monyet tadi menunjukan jalannya ya?"

"Aku takut kau benar, Maya!"

"Ahhh! Aku mau aku salah!"

Kami terus berlari selama beberapa menit, dan akhirnya kami berhasil keluar dari hutan itu. Tapi getaran yang terus menggema itu tidak juga berhenti dan malah semakin keras. Tatapan mata kami terfokus pada hutan yang bergetar karena sesuatu. Satu yang aku yakini, Monster sedang berjalan kemari.

"Ah, Monster Monkey Zone."

"Ha? Apa maksudmu?" Tanyaku.

"Aku ingat sesuatu tentang itu. Dikatakan kalau tidak ada Monster yang muncul di Zone itu, tapi itu bukanlah Bug. Sama halnya dengan Raja Troll yang hanya akan respawn jika ada lima puluh Monster Troll terbunuh."

"Maksudmu, yang memanggil Monster sekarang adalah aku yang melempar si monyet?"

"Iya."

"Da-Dari mana kau tahu tentang ini?"

"Player beta tester."

"Benar juga, mereka juga-"

Sebuah kaki monyet raksasa keluar dari rimbunnya pohon pisang dan pohon mangga. Saat seluruh tubuhnya keluar, aku bisa melihat bentuk otot di kaki, perut, tangan, serta lehernya. Dan taring mengerikannya yang keluar dari balik mulutnya membuat siapapun ketakutan. Dan yang lebih mengerikan dari semua itu, adalah fakta bahwa level Monster itu adalah...

"Lima?"

"Eh?" Maya menoleh ke arahku. "Kenapa Monster sebesar itu levelnya lima?"

"Mana aku tahu!" Aku menatap Monster monyet raksasa itu. "Kembalikan rasa takut yang tadi menjalari kami!"

Monster monyet itu mengaum mengerikan. Teriakannya membuat beberapa buah mangga jatuh sebelum waktunya.

"Ayo kita bunuh, Zack!"

"Oke!"

Maya memegang busur berwarna hitam dengan corak uniknya. Lalu dia menarik senar busurnya dan keluarlah sebuah anak panah berwarna hitam pekat.

Rambut merah pendek Maya berkibar ke belakang bersamaan dengan angin yang berhembus dari arah hutan pisang itu. Rambut merahnya memantulkan cahaya matahari di atas sana, rasanya seperti rambut itu melambangkan semangat yang luar biasa.

Lalu, Maya melepaskan senarnya dan anak panah itu melesat ke udara, lalu menancap di leher si Raja Monyet.

Aku menarik pedang dan perisaiku, lalu berlari ke bawah diantara dua kakinya, dan menebaskan pedang level tujuh buatan Maya tepat ke kaki kanan Si Raja Monyet.

Raja Monyet jatuh berlutut, dan di saat yang bersamaan dua buah anak panah melesat dan menancap di kedua mata si Raja Monyet.

"Bunuh dia sekarang, Zack!"

"Yaa!"

Aku berbalik dan menaiki punggung si Raja Monyet yang penuh dengan bulu berwarna coklat, lalu menusuk tengkuk si Raja Monyet sekuat yang aku bisa.

Darah menyembur dari luka yang dihasilkan pedangku.

Aku memutar pedangku, lalu menebaskannya ke arah kanan. Monster ini terjatuh bersamaan denganku, lalu dengan cepat aku menusuk bagian kepala si Raja Monyet. Saat HP si Raja Monyet habis, tubuhnya menghilang menjadi asap hitam yang terbang ke udara, lalu drop item karena membunuh si Raja Monyet pun masuk ke dalam ruang item kami.

"Bagus sekali, Zack!" Maya menunjukan jempolnya padaku.

Aku membalasnya juga, "Zeep lah!"

"Ahahaha."

"Hahaha."

Aku mendapatkan daging monyet, ekor monyet, taring monyet, dan dua puluh koin emas.

Kami melanjutkan perjalanan kami. Karena perjalanan memang masih panjang, jadi yang bisa kami lakukan hanyalah terus melanjutkan perjalanan kami menyusuri hutan-hutan lainnya untuk sampai ke Monster Pangolin Zone.

"Nah Maya, sebenarnya bagaimana sih caranya menambah level pedang?" Tanyaku.

"Kau tidak tahu ya? Aku yakin kau tidak membaca manual di boxnya ya?"

Aku tertawa bodoh, "Yah, aku saja baru tahu kalau ada manual."

"Kau bisa mendapatkan bahan-bahannya dari Monster buaya di Monster Alligator Zone. Mereka menjatuhkan item minyak penajam, tapi hanya menambah sedikit exp pada senjatanya."

"Memangnya ada yang lebih cepat?"

"Iya. di tambang adamantium, kau bisa mendapatkan adamantium, dan dengan itu, senjata, armor, serta perisaimu bisa jadi lebih kuat dengan cepat."

"Wow! Kalau begitu bagaimana kalau kapan-kapan kita ke sana?"

Maya menggeleng, "Tidak bisa."

"Ke-Kenapa?"

"Hanya player yang punya class penambang yang bisa melakukannya."

"Oh."

"Player biasa seperti kita pun memang bisa menambang di sana, tapi kesempatan untuk mendapatkan adamantium hanya sebesar satu persen saja, sedangkan yang memilih class sampingan penambang, memiliki kesempatan sekitar delapan puluh persen."

"Licik."

"Hehe, sebenarnya tidak juga, tapi memang begitulah aturan di game ini."

"Lalu, apa kau punya teman yang memilih class itu sebagai class sampingan?"

"Ada, beberapa. Nanti aku akan minta beberapa pada mereka. Asalkan kau punya koin emasnya."

Aku tertawa kecil, "Tenang saja, aku akan berusaha keras untuk koin emas."

Maya membalas tawaku, "Aku akan menunggu, Zack."

"Iya." Aku tersenyum kecil, lalu menatap sesuatu di kejauhan langit sambil terus berjalan. "Tidak kusangka aku menemukan kebahagiaan dan bisa tertawa seperti ini di death game buatan Prof. Jack."

"Iya, aku juga."

---

Waktu menunjukan pukul empat sore. Dan kami pun akhirnya sampai di tempat ini, Monster Pangolin Zone.

"Akhirnya sampai juga." Kataku.

"Mau langsung farming?" Tanya Maya padaku. Senyuman penuh semangatnya tidak bisa membuatku untuk menolaknya.

"Oke!"

Monster Pangolin atau Trenggiling di sini tidak sama seperti trenggiling di dunia nyata, setidaknya tubuh trenggiling disini puluhan kali lebih besar. Bahkan aku ragu kalau makanan trenggiling yang satu ini adalah semut.

"Mereka level berapa?" Tanyaku.

"Entahlah, aku belum pernah menyerang mereka."

"Baiklah, aku akan mencari tahu!"

Aku mengarah salah satu Monster Pangolin, lalu aku menebaskan pedangku, tapi saat pedangku menebas sisiknya, pedang level tujuh buatan Maya ini langsung patah seketika itu juga.

"Sial!"

Oh, beruntung Monster Pangolin bukanlah tipe Monster aktif.

"Kau tidak apa-apa?"

Aku berbalik dan menatap Maya, "Kenapa pedangnya patah?!"

"Yah, mau bagaimana pun pedang itu di buat saat aku baru pertama kali mengambil class pandai besi, jadi walau levelnya tujuh, tapi didalamnya kosong."

"Ha?"

"Kau tidak mengerti ya?"

"Iya, bahkan aku mulai mengira tadi kau bicara bahasa lain."

"Hehe." Maya membuka ruang itemnya, lalu mengambil sebuah pedang berwarna merah. "Pedang ini memiliki elemen api dan levelnya adalah lima."

"Elemen api?"

"Iya, saat kau menebaskan pedangmu, mereka akan terkena status burn."

"Ka-Kau mau meminjamkan itu padaku?"

Maya mengangguk, "Iya. Lagi pula classku pemanah, mana mungkin aku menggunakan pedang." Lalu Maya melemparkan pedang merah itu padaku.

Aku menangkap pedang merah yang Maya lemparkan padaku, lalu memeriksanya, seperti status dan hal lainnya. Pedang merah level lima yang memiliki elemen api.

"Apa pedang ini bisa melukai Monster Pangolin?"

"Iya, aku yakin sekali."

"Bagaimana dengan pedang level tujuh yang patah ini?"

"Buang saja."

"Woke!"

Aku membuang pedang normal level tujuh itu, lalu langsung menggunakan pedang merah level lima berelemen api ini. Aku mengarah Monster Pangolin yang tadi sempat aku tebas, dan mengulangi tebasan yang tadi.

Saat pedang merah ini mengenai kulitnya, Monster Pangolin ini terluka dan langsung terkena status burn atau terbakar. Setiap detiknya HP Monster ini akan berkurang. Tunggu! Untuk pedang berlevel lima, aku rasa pedang ini terlalu kuat.

Monster ini menghadap padaku setelah tubuhnya aku tebas. Dia membuka mulutnya dan melesatkan lidahnya padaku. Aku menunduk untuk menghindari serangan lidahnya dan langsung menebas lidahnya. Lidahnya terpotong, dan disaat yang bersamaan aku berguling ke depan dan menusukan pedang merah ini tepat ke leher Monster Pangolin ini. Saat aku menarik pedang merah ini, darah menyembur dari lehernya dan dia mundur beberapa langkah sebelum aku akhirnya memotong leher Monster Pangolin ini dan membunuhnya.

Aku mendapatkan dua sisik Monster Pangolin, satu daging Monster Pangolin, dan dua puluh koin emas.

Aku menoleh ke arah Maya yang baru saja membunuh satu Monster Pangolin. "Hei! Kita butuh berapa sisik?"

"Dua ribu!"

"Ha?"

"Dua ribu!"

"Kenapa banyak sekali? Aku hanya butuh satu pedang!"

"Tapi aku butuh banyak."

"Seperti yang aku duga, kau benar-benar memanfaatkanku."

"Hehe. Nanti aku kasih bonus perisai, armor, dan pedang sisik Monster Pangolin buatanku. Aku jamim levelnya sepuluh semua."

Aku mengangguk, "Baiklah."

"Dan karena level kita bertambah satu level, aku jadi merasa sedikit lebih kuat."

"O-Oh, kau benar."

Oh, jadi yang membuat senjata ini kuat walau baru level lima adalah karena levelku naik satu level setelah perjalanan kemari. Kalau di pikir-pikir memang wajar kalau level kami bertambah satu level, karena kami bertemu dan membunuh banyak Monster saat menuju kemari.

Saat aku sadar, Maya sudah membunuh tiga Monster Pangolin lainnya. Dia bersemangat sekali.

Baiklah, aku juga akan memperlihatkan skill gabunganku. Skill pencuri dan skill berpedang ini akan sangat berguna.

Aku menargetkan salah satu Monster Pangolin, lalu mengaktifkan skill percepatan. Setelah aktif, aku langsung melesat ke arah Monster Pangolin itu dan dalam sekejap aku melepaskan lima tebasan pedang dan langsung membunuh satu Monster Pangolin.

"Kau keren, Zack!"

Aku menoleh ke arah Maya, "Hehe, class pedang dan perisai, ditambah class sampingan pencuri sangat berguna dalam pertarungan."

"Tapi kau harus melihat skill yang ini, Zack!"

"Oke, tunjukan padaku!"

Maya berjalan menuju sekumpulan Monster Pangolin, lalu mengarahkan busur hitamnya ke atas. "Arrow Rain!" Dia melepaskan sebuah anak panah ke atas, tapi saat anak panah itu turun, berubah menjadi ribuah anak panah yang menghujani sekumpulan Monster Pangolin. Dan dalam sekejap sekumpulan Monster Pangolin itu mati.

Kami langsung mendapatkan sepuluh sisik Monster Pangolin dalam sekejap.

"Aku jadi ingin menggunakan class pemanah."

"Ehehe, kau iri ya?"

"Oke, kalau begitu sekarang giliranku menggunakan skill ku."

Aku berjalan menuju sekumpulan Monster Pangolin, dan melepaskan skill bernama Tarian Pedang Angin. Saat skill ini di lepaskan, memungkinkan aku untuk bergerak sangat cepat, bahkan jika dalam sudut pandang player lain, mereka hanya bisa melibat kilatan-kilatan dari tebasan pedang. Jika menggunakan pedang berelemen api ini, maka kilatannya akan terlihat berwarna merah api.

Setelah efek skillnya berhenti, dua puluh Monster Pangolin langsung mati dalam sekejap.

Aku menatap Maya dengan wajah sombong, "Bagaimana?"

"Hmp!" Maya memalingkan wajahnya.

"Eeeeehhhh~ kau mengaku kalah ya, Nona Maya?"

"Be-Berisik!"

"Haha, lagian drop itemnya sama-sama masuk ke ruang item kita, jadi tidak perlu ada persaingan."

"Ha?!" Maya menatapku tajam-tajam. "Ayo bertaruh! Siapa yang paling banyak membunuh Monster Pangolin, boleh meminta apapun satu kali saja dari yang kalah!"

Aku tersenyum canggung, "A-Apapun?" Ah, sial! Aku baru saja memikirkan hal-hal kotor.

"Ka-Kalau hal-hal mesum tentu saja dilarang!"

"Te-Tentu saja hal itu aku juga paham."

"Baiklah kalau kau mengerti."

Kini waktu menunjukan pukul sembilan malam. Dan kami masih terus membunuh Monster Pangolin di Monster Pangolin Zone ini. Bahkan walau sekitar kami sudah mulai gelap, kami masih terus bertarung.

"Maya!" Panggilku.

"Ya?"

"Aku rasa sudah cukup."

"Hmm, kau benar."

"Jadi, berapa yang kau bunuh?"

"Seratus dua puluh lima. Kau?"

"Eh? Sama."

"Serius?"

"Iya."

"Hmm, kalau begitu kita lanjutkan besok."

"Oke."

Maya membuka ruang itemnya dan mengklik item tenda di ruang itemnya. Maya seperti menggerakan sesuatu dengan tangan kanannya, lalu seperti menklik sesuatu, tiba-tiba sebuah tenda berwarna merah muda terbentuk di depan kami. Ada garis lingkar berwarna biru di sekitar tenda berdiameter sekitar lima meter itu.

"Apa gunanya garis itu?" Tanyaku.

"Itu menghalau Monster mendekat. Monster Pangolin memang bertipe pasif, jadi lingkaran anti-monster seperti ini tidak berguna, tapi jika di Monster Zone bertipe aktif, lingkaran itu bisa menyelamatkan nyawa kita."

"Benar! Itu lingkaran yang sangat berguna." Aku berhenti sejenak, menatap tendan itu. "Ngomong-ngomong, berapa harga tendanya?"

"Lima ribu koin emas."

"O-Oh." Aku benar-benar menolak untuk tidak terkejut. "Dari mana kau bisa dapat koin emas sebegitu banyaknya?"

"Hmm? Kan ada quest yang bisa mendapatkan banyak koin emas."

"Eh? Di mana?"

"Oh, kau tidak tahu?"

"I-Iya."

"Yah, aku juga baru tahu setelah temanku memberitahuku sih."

"Bo-Boleh aku tahu?"

Maya seperti sedang berpikir, lalu dia melirik ke arahku dan mengedipkan salah satu matanya dengan senyuman yang nakal dan hampir membangkitkan birahi jombloku. "Aku akan memberitahumu jika besok kau bisa menang."

"O-Oke, besok aku akan berjuang keras."

"Aku harap kau berhasil." Lalu Maya berjalan masuk ke tendanya. Sedangkan aku terdiam disini. Beberapa detik kemudian Maya mengeluarkan kepalanya, "Kau tidak tidur?"

"I-Iya, aku kesana sekarang."

"Melihat wajahmu yang malu-malu membuatku ingin tertawa."

"Be-Berisik!"

"Apa ini pertama kalinya kau tidur dengan seorang gadis cantik sepertiku?"

"I-Iya."

"Hehe, ini bisa jadi pelajaran bagus untukmu, Zack."

"Iya."

Aku berjalan masuk ke tenda merah muda milik Maya setelah dia kembali masuk. Saat aku membuka tendanya, Maya sedang berbaring dan menatapku nakal, "Selamat datang, sayang."

"Ja-Jangan menggodaku terus!"

"Hehe, maaf-maaf."

"Kau ini seperti sudah berpengalaman dengan pria saja."

"Tidak juga."

"Ha?"

"Aku baru pacaran dua kali."

"Hee~"

"Mereka memutuskanku setelah aku terlalu cuek karena aku terlalu fokus bermain game dari pada kencan dengan mereka."

"Pfftt."

Siguiente capítulo